Minggu, 08 Januari 2017

Ini Kata-Kata Ahok Yang Mirip Bung Karno Dan Mandela




“Kalian Bisa Penjarakan Saya, Tapi Ide-Ide Saya Tidak bisa Dipenjarakan !” (Ahok)

Apa persamaan Bung Karno dengan Ahok ? Tentu lebih banyak perbedaan ketimbang persamaannya. Bung Karno berasal dari latar belakang yang berbeda, pengalaman yang berbeda, dan tentu saja masa yang berbeda. Namun, tetap ada sebuah persamaan yang membuat kedua sosok yang berbeda zaman ini terasa mirip.

Semasa hidupnya, Bung Karno beberapa kali berurusan dengan masalah hukum. Sebagai pejuang, Ia seringkali harus menerima konsekuensi yang pahit. Meringkuk di penjara, diasingkan adalah sebagian cerita hidupnya. Dingin dan sempitnya kamar penjara Bantjeuy pernah Ia rasakan. Ia pun pernah mendekam di Penjara Sukamiskin. Pembuangan dan pengasingan di Ende, Flores, Bengkulu juga pernah dialaminya.

Suatu ketika ia ditanya oleh Direktur Penjara Bandung ihwal “kehidupan baru” selepas bebas, Bung Karno menjawab:

“Seorang pemimpin tidak berubah karena hukuman. Saya masuk penjara untuk memperjuangkan kemerdekaan, dan saya meninggalkan penjara untuk pikiran yang sama.”

Itulah Bung Karno berkarakter tegas, nasionalis dan berjiwa patriotis. Lantas, apa persamaannya dengan Gubernur DKI Petahana ? Ahok sedang menjalani proses hukum. Ia didakwa atas tuduhan penistaan agama. Sebuah tuduhan yang multiinterpretasi dan subjektif. Namun, Ahok bukanlah pribadi yang lembek. Ia mengeluarkan pernyataan yang fenomenal, sebuah kata-kata yang memiliki kesamaan makna dengan kata-kata Bung Karno meski dengan redaksi kalimat yang berbeda. Kata-kata itu adalah :

“Kalian Bisa Penjarakan Saya, Tapi Ide-Ide Saya Tidak bisa Dipenjarakan !” (Ahok)

Artinya, jika kita mengambil benang merah yang sama. Antara kata-kata Bung Karno dan Ahok ada kemiripan. Seorang pemimpin yang berkarakter tidak akan pernah berubah. Ia memerjuangkan sesuatu yang sudah menjadi prinsipnya. Apapun konsekuensinya, dihukum atau tidak, masuk atau keluar penjara, prinsip itu tetap dipegang, tak berubah. Ia tegas bak batu karang yang dihantam ombak.

Sikap dan konsistensi karakter seperti ini juga mengingatkan saya kepada sosok Nelson Mandela. Nelson Mandela menghabiskan 18 tahun penjara sebelum ia terpilih menjadi Presiden Afrika Selatan. Dihadapkan dengan seperti kemunduran besar, ia tidak pernah menyerah bersama visinya. Ia suatu saat pernah mengatakan:


“ I learned, that courage was not the absence of fear, but the triumph over it. The brave man is not he who does not feel afraid, but the one who conquers that fear.”

“Saya belajar bahwa keberanian bukanlah ketiadaan rasa takut, tetapi kemenangan di atasnya. Orang berani bukanlah yang tidak merasa ketakutan, tapi dia yang mengalahkan rasa takut.“

Apakah ide-ide Ahok yang harus dipertahankan itu ? Ide-ide Ahok adalah mengenai perwujudan pemerintah yang bersih. Ahok mengaku mempunyai keinginan untuk ikut menciptakan Indonesia yang bebas dari korupsi. Salah satunya dengan gencar mengampanyekan pembuktian harta terbalik pejabat negara. Dan selama Ia memimpin, perwujudan DKI yang bersih sudah gencar dilakukan. Bawahannya yang serong, korup ia pecat tanpa tedeng aling-aling.

Karakter-karakter pemimpin seperti ini terbilang langka. Yang ada sekarang adalah sosok-sosok politikus pragmatis. Politikus salon yang ibarat “gincu yang mengicu” mengelabui rakyat. Politikus yang bukan negarawan. Politikus jumlanya meruah raya, namun mencari negarawan seperti mencari jarum dalam tumpukkan jerami. Apakah bedanya politikus dan negarawan ?

“Perbedaan antara seorang politisi dan negarawan adalah seorang politisi hanya memikirkan tentang pemilihan umum yang akan datang, sementara negarawan memikirkan generasi yang akan datang”

-James Freeman Clarke-



Artikel Terkait


EmoticonEmoticon