Jumat, 20 Januari 2017

11 Laporan dari 5 Kasus Hukum Rizieq, Masih Pantaskah Disebut Ulama?




Melihat nasib Rizieq, saya jadi teringat pada cerita cara Jokowi yang memasukkan kodok ke dalam baskom berisi air dingin lalu merebusnya dengan api kecil. Saat sang kodok sadar bahwa dirinya sedang direbus, dia sudah tidak bisa melakukan apa-apa. Cerita ini persis seperti yang terjadi pada Rizieq sekarang, meskipun saya tau ini hanya kebetulan dan cara Tuhan untuk membungkam Rizieq.

Seorang pimpinan demo dan begitu angkuhnya teriak ancaman bunuh, bunuh, bunuh di tempat umum, seperti tak ada yang mampu melawannya. Namun kini sedang menghadapi 11 laporan hukum atas 5 ulahnya. Artinya bisa jadi setiap hari Rizieq akan keluar masuk kantor polisi untuk menghadapi penyelidikan, hanya libur sabtu minggu. Sudah seperti orang bekerja, tapi kerjaannya melanggar hukum. Hahaha

Satu

Rizieq dilaporkan atas kasus pelecehan adat dan budaya, karena memplesetkan salam sunda “Sampurasun” menjadi “Campuracun.” Pelapor atas kasus ini adalah organisasi masyarakat Angkatan Muda Siliwangi.

Dua

Rizieq dilaporkan atas kasus penghinaan Pancasila. Pernyataan Rizieq memang sangat biadab dan menunjukkan ciri manusia yang menghargai sejarah bangsanya. Rizieq mengatakan “Pancasila Soekarno ketuhanan ada di pantat, sedangkan Pancasila Piagam Jakarta ketuhanan ada di kepala.” Pelapor atas kasus ini adalah Sukmawati Soekarnoputri.

Tiga


Rizieq dilaporkan atas kasus penistaan agama karena menyinggung ummat Kristen. “Kalau Tuhan beranak, bidannya siapa?” pernyataan ini bertepatan dengan bahasan hari Natal yang merupakan kepercayaan ummat Kristen. Pelapor atas kasus ini adalah PMKRI Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia. Selain PMKRI, Student Peace Institute, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, Pemuda Lintas Agama dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia juga melaporkan Rizieq atas pernyataan “kalau Tuhan beranak, bidannya siapa?” mereka menganggap bahwa Rizieq menebar kebencian berdasarkan SARA.

Empat

Rizieq dilaporkan atas kasus fitnah “Palu Arit” di uang rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia. Rizieq dilaporkan karena menyebar berita bohong dan kebencian berdasarkan SARA. Pelapor atas kasus ini adalah Esthomihi, Solidaritas Merah Putih, dan Jaringan Intelektual Anti Fitnah.

Lima

Rizieq dilaporkan atas kasus SARA dan penebar kebencian. Rizieq mengatakan “Di Jakarta Kapolda mengancam akan mendorong Gubernur BI untuk melaporkan Habib Rizieq. Pangkat jenderal otak hansip.” Kemudian “sejak kapan jenderal bela palu arit, jangan-jangan ini jenderal nggak lulus litsus.”

Rizieq mencari pembelaan

Dengan 5 kasus yang sudah menjerat Rizieq, sebenarnya semua kasus tersebut bisa hilang dan dilupakan asalkan negara ini chaos atau rusuh. Mungkin ini yang membuat Rizieq begitu bersemangat ingin melakukan revolusi. Blusukan sana sini menyerukan revolusi jika Ahok tidak ditahan. Rizieq seperti berlidung di balik kasus yang dibuat dan dituduhkan kepada Ahok.


Cara terbaik untuk dilakukannya kudeta atau rusuh adalah membenturkan Panglima TNI, Kapolri dan Presiden Jokowi. Inilah kenapa saat 411 dan 212 muncul begitu banyak opini yang menyanjung Panglima TNI dan dikatakan cocok menjadi Presiden. Namun Allah masih menjaga negeri ini, Allah melindungi Panglima TNI dari godaan syetan yang terkutuk, sehingga dengan tegas Gatot Nurmantyo mengatakan “saya lebih baik jadi tumbal untuk melaksanakan (Perinta Presiden) menjaga Bhineka Tunggal Ika, daripada saya jadi Presiden.”

Karena gagal menggoda Panglima TNI, sementara saksi-saksi sidang kasus Ahok semakin menunjukkan kebodohan-kebodohan akut, maka Rizieq menempuh jalan. Antara mengumpulkan emosi massa atau membuat pengalihan isu baru. Lihatlah beberapa hari terakhir ini kita dibuat muak dengan label dan gelar-gelar yang diterima oleh Rizieq. Mulai dari marga Lubis sampai gelar imam besar umat Islam Indonesia.

Goal dari gelar Lubis dan imam besar ini sejatinya adalah dukungan. Harapannya jika nanti ada sesuatu yang menimpa Rizieq, marga Lubis dan ummat Islam mau membelanya. Ummat Islam bisa dikerahkan mengingat Rizieq merupakan imam besar mereka. Sementara marga Lubis juga diharapkan bisa membela atau memberi dukungan.

Namun melihat ummat Islam dan marga Lubis juga sudah cerdas dan tidak bisa ditipu oleh oknum, maka mereka tidak bergerak sedikitpun meski Rizieq dilaporkan bolak balik. Praktis hanya FPI yang mau membela Rizieq, yang sebenarnya jumlah mereka hanya seupil, kurang dari 0,001% dari penduduk Indonesia.

Sebenarnya ada satu kasus yang dapat mengulur atau melupakan kasus Rizieq. Yakni dengan menyerang Ibu Megawati, ketua umum PDIP. Rizieq mengatakan Bu Mega melakukan penistaan agama atas pidatonya yang memang begitu telak menyinggung kaum bumi datar dan cingkrang. Kasus ini dapat membuat kerusuhan baru yang pasti akan lebih keras dibanding kasus Ahok. Namun Rizieq tak memperhitungkan bahwa PDIP bukan partai kemarin sore yang bisa diadu domba. PDIP merupakan partai dengan massa paling loyal dan solid. Berani mengusik dan mengganggu ketua umumnya, berarti melawan seluruh kadernya.

Respon Hasto sebagai Sekjen PDIP juga sangat keras, merinding. Bisa terkencing-kencing mereka yang sedang menjadi lawan PDIP namun masih belum cukup umur. Sehingga wajar kalau Rizieq yang petantang petenteng ingin melaporkan Megawati, belakangan membatalkan niatnya dan ingin mediasi kekeluargaan.

Sekarang, saya pikir Rizieq sudah selesai. Ummat Islam pasti bukan orang-orang bodoh yang bisa digerakkan untuk membela Rizieq yang mulutnya begitu kotor dan arogan. Sehingga kalaupun FPI atau ada kelompok yang mengatasnamakan ummat Islam tetap mau ngotot membela Rizieq, itu akan semakin menujukkan betapa FPI dan sejenisnya tak layak disebut membela agama Islam. Sebab dalam Islam kami tidak diajarkan melecehkan, menyinggung dan menebar kebencian. Dan Rizieq tidak pantas menyandang gelar imam besar, habib atau ulama.

Begitulah kura-kura.



Artikel Terkait


EmoticonEmoticon