Minggu, 08 Januari 2017

Aa Gym Kembali Butuh Popularitas




Kurang lebih dua tahun lalu. Aa Gym pernah tampil di sebuah acara di TV One dalam sebuah segmen Satu Jam Lebih Dekat, tepatnya pada Sabtu, 9 Agustus 2014. Dalam program Satu jam lebih dekat, Aa Gym menceritakan tentang jatuhnya popularitas Aa Gym pasca terjadinya peristiwa yang sangat menghebohkan. Aa Gym memutuskan untuk berpoligami. Dari sini, popularitas Aa Gym mulai digerus oleh sentimen anti-poligami.

Aa Gym mulai dihujat. Terutama oleh mereka yang tak kuat melihat junjungannya menikah lagi. Khususnya ibu-ibu majelis taklim yang biasa mengikuti program manajemen qalbunya Aa. Ini adalah pukulan telak. Meski agama membenarkan poligami, hati ibu-ibu ini tak terima jika berurusan dengan permaduan.

Dari peristiwa ini, Aa Gym bermuhasabah (introspeksi), mengevaluasi diri bahwa ada hikmah di balik ujian yang menimpanya. Aa Gym merasa, kini, lebih dekat kepada Allah, setelah dirinya tak lagi populer. Saat ada orang yang mengajaknya untuk merajut kembali popularitasnya, Aa Gym tegas menolak, “Saya sudah merasakan jadi orang terkenal, dan saya tidak bahagia dengan hal itu. Justru, kondisi seperti sekaranglah yang membuat saya bahagia.”

Inti dari satu jam lebih dekat dengan Aa Gym adalah popularitas bukanlah sumber kebahagian. Dari situ, Aa Gym menghilang ditelan keteguhan hatinya untuk lebih mendekatkan diri pada Allah. Sibuk mengurus pesantren Darut Tauhid miliknya. Juga sibuk berdakwah dalam lingkup yang amat terbatas.

Hingga sebuah dentuman besar terjadi dalam hidup Aa Gym. Ada panggilan iman yang mengharuskan Aa turun gunung. Agak-agaknya, Aa Gym menemukan momen untuk merajut kembali popularitas yang dulu ia tinggalkan. Atas nama panggilan iman, juga kekuatan akhlak-akhlak-akhlak, Aa harus turut serta meramaikan parade “Bela Islam” Jilid 1-2-3.

Aa Gym, agak-agaknya, seperti terlahir kembali. Wajahnya mulai ramai tampil di jagat maya. Kata-katanya yang lembut juga nyelekit mulai di-quote secara berjamaah. Umat Islam yang terkabung dalam aksi Bela Islam, kini, bertumpu pada sosok Aa untuk tampil di depan. Siap melabrak siapapun yang terindikasi berafiliasi dengan Ahok sang penista. Bahkan, umat Islam di Kepulauan Seribu sekalipun. Sebab, iman mereka sungguh memperihatinkan.

Aa mengutarakan rasa bahagianya yang mendalam saat aksi “Subuh Berjamaah”. Dengan munculnya kasus Ahok, popularitas Aa kembali terdongkrak. Masa-masa kebangkrutan yang tidak terlalu lama itu, agak-agaknya, akan berakhir bersamaan dengan lelahnya intropeksi diri. Kini Aa mulai menyadari bahwa popularitas merupakan sumber kebahagiaan. Sebab, kita hidup dunia. Memerlukan aspek-aspek dunia yang dengannya kita makin hidup.

Aa berkata, “Eh tidak menyangka sekarang seperti ini lagi. ini gara-gara Cep Ahok, kita doakan agar Cep Ahok dapat hidayah. Karena Cep Ahok saya ikut aksi 411 terus ke ILC jadi kenal Mas Tito.”

Tekad Aa untuk mengasingkan diri dari hiruk pikuk popularitas usai sudah. Ada dunia yang lebih menantang lagi di luar sana. Syaratnya hanya satu. Bersuara lantang melawan penistaan. Ya, penistaan yang telah dilakukan oleh Ahok.

Mau Ahok salah atau benar itu urusan belakangan. Yang penting sekarang, hajar terus. Kejar terus, meski harus merangkak ke Pulau Seribu. Meski harus melakukan kebohongan. Sebab, bohong dalam membela agama dibenarkan. Bohong dalam bela agama ternilai jihad dalam pandangan Yang Maha Kuasa. Agak-agaknya, seperti itu pandangan dari spirit 212.


Setelah sidang kasus dugaan penistaan agama Ahok yang keempat usai, gerakan spirit 212 mulai menyasar Kepulauan Seribu, tempat kejadian perkara (TKP) dugaan penistaan agama. Mengapa? Karena, sidang ke-4 Ahok di luar prediksi mereka. Para saksi membuat kesaksian yang terindikasi dibuat-buat. Ini sangat mengkhawatirkan eksistensi spirit 212.

Belum lagi. Beberapa warga Kepulauan Seribu datang ke Jakarta untuk menemui Ahok. Memberikan klarifikasi yang sangat memberatkan para saksi. Kebohongan para saksi mulai terungkap. Begitu juga dengan kemurnian aksi Bela Islam. Sebab, orang mulai mencium aroma tak sedap di balik aksi tersebut. Aroma politik begitu pekat. Siasat licik menjegal Ahok kian nampak.

Tapi. Masih ada peluang selamat. Apa itu? Buat tabligh akbar di Kepulauan Seribu. Pengaruhi orang-orang disana untuk mencicipi aroma penistaan agama. Tularkan kepada mereka kebencian yang mengakar, hingga tidak ada lagi tempat untuk Ahok, sekalipun ia berjasa besar atas mereka. Dengan cara itu, diharapkan dapat mengkonfirmasi kesaksian para saksi sebagai kebenaran.

Lalu, dipilihlah Aa Gym dan Irene Handono sebagai penceramah. Aa Gym punya kemampuan memikat jamaah dengan untaian kata-katanya yang lembut namun menusuk. Irene Handono punya kemampuan membakar semangat keislaman dengan pengalamannya sebagai muallaf. Kolaborasi yang ciamik di atas mimbar spirit 212. Umat Islam di Kepulauan Seribu harus takluk dan bersedia untuk memberikan kesaksian palsu di sidang nanti.

Ini akan menjadi sulit bagi Aa dan mereka yang tergabung dalam spirit 212. Sebab, klarifikasi sudah dibuat dua hari pasca sidang. Juga, media-media telah meliput ke Pulau Pramuka TKP kasus Ahok yang ternyata, hasil liputannya mengkonfirmasi klarifikasi beberapa warga Kepulauan Seribu yang datang ke Jakarta.

Aa Gym harus menemukan formulasi yang hebat untuk menyihir umat di Kepulauan Seribu, yang kata Novel Bamukmin, imannya kurang. Ini menyangkut karirnya yang sedang melambung. Ini menyangkut peluang yang tak bisa didapat kapan saja.

Suasana pun makin menegangkan. Kebusukan spirit 212 mulai terbongkar. Pengorbanan Ahok selama ini membuahkan hasil. Kita dibuat tak sabar untuk melihat akhirnya akan seperti apa. Setidaknya, kita menjadi saksi bahwa kepentingan politik yang dibungkus dengan kemasan agama, mempunyai daya merusak yang cukup besar tanpa kecurigaan.

Sadarlah. Bahwa kebanyakan kita dimanfaatkan demi kepentingan sekelompok orang. Waraslah. Sebab, cuma itulah yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan bangsa ini.

Ra(i)sa-Ra(i)sanya begitulah.

Sumber

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon