Rabu, 18 Januari 2017

Organisasi Teroris Indonesia itu Bernama FPI




Bila ada organisasi keagamaan yang menjadi sumber keributan, dapat dicurigai itu FPI. Bisa ditelusuri jejaknya sejak dideklarasikannya ormas tersebut tahun 1998. Dari aksi ugal-ugalan di jalan raya, sweeping, demonstrasi, penggusuran, penjarahan, bentrokan, dan mungkin aksi heroic kencing di jalanan pun pernah mereka lakukan.

FPI mengklaim diri mewakili Islam. Ke mana-mana melakukan kerusuhan atas nama Islam. Padahal Islam bukan hanya FPI dan FPI sama sekali tidak merepresentasi Islam Indonesia. Sehingga bila kemudian FPI mengaku mewakili Islam, itu adalah penghinaan terbesar dan pencemaran nama baik bagi Islam yang dilakukan FPI.

Mudah saja FPI ini dibuktikan bahwa mereka bukan mewakili Islam. Ketika mereka menyebarkan selebaran permintaan bai’at agar mengangkat Riziek Shihab sebagai Imam besar Umat Muslim Indonesia, bukankah justru terjadi penolakan di mana-mana? Sehingga menjadi jelas bahwa mereka tak diakui.

Tapi bukan FPI namanya kalau tidak tahu malu.

Ahok yang mereka nilai kafir dan penjahat itu ketika dilaporkan atas kasus penistaan agama, justru Ahok datang langsung ke Bareskrim seorang diri dan meminta dirinya diperiksa saat itu juga. Malah kini ia dengan sabarnya mengikuti proses persidangannya.

Bandingkan dengan Riziek. Jangankan mau datang sendiri, dipanggil secara tertulis saja mangkir. Padahal setidaknya sudah ada tiga kasus berbeda yang menjeratnya. Alasannya sih sakit. Anehnya, ia justru sangat sehat ketika mendatangi gedung DPR RI untuk mengadu atau lebih tepatnya mencari dukungan.

Bukankah Riziek ini paling vocal menyuarakan menegakkan hukum? Lalu mengapa ia sendiri mengkhianatinya? Bukankah ia dan kelompoknya menganggap dirinya sedang menunaikan tugas suci yang disebutnya jihad? Lalu bagaimana bisa seorang penjihad kalah sama penjahat?

Mengaku membela NKRI tapi malah menghasut perpecahan. Menyerukan tegaknya hukum. Namun hukum yang dimaksud adalah untuk orang lain dan tidak berlaku pada diri dan kelompoknya. Persis ketika kelompok Khawarij mengkampanyekan “la hukmu illallah” (tiada hukum kecuali hukum Allah). Kalimat atau ayat yang benar, tapi penerapannya yang disalahgunakan.

Karena itu, tidaklah mengherankan, betapa pengecutnya Riziek ketika harus datang ke kantor polisi, memenuhi panggilan kepolisian lantaran tidak lagi bisa menghindar atau buat akal-akalan terkait dugaan penistaan Pancasila dan penghinaan pada alm. Soekarno, ia justru datang dengan membawa massa. Akibatnya bentrokan dengan organisasi lain tak bisa dielakkan. Apa begini cara orang yang digadang-gadang Imam besar itu?

Bisa dibayangkan, ketika ia benar-benar diangkat jadi pemimpin Umat Muslim Indonesia, dengan jumlah penduduk muslim sebanyak 207 juta jiwa (2013), maka ketika suatu saat Riziek tersandung kasus hukum, maka betapa sesaknya luar-dalam pengadilan karena dipenuhi kerumunan orang-orang berpakaian daster putih-putih.


Atau ketika ada persoalan yang menurut Riziek tidak sesuai dengan pahamannya, maka ia serta merta mengajak 207 juta jiwa itu berdemonstrasi. Betapa kacaunya negeri ini. Kecilnya saja berisik. Apalagi gedenya?

Jargon FPI adalah menegakkan kebenaran dengan jalan “nahi munkar” yaitu kemungkaran di lawan dengan kemungkaran. Kekerasan di lawan dengan kekerasan. Jika perlu, nyawa dibalas dengan nyawa.

Jika Islam mengajari kita untuk saling memaafkan, maka FPI muncul untuk memelihara dendam dan saling berbalas fentung. Jika Islam mengajarkan perdamaian dan kasih sayang antar sesama, sebaliknya FPI mengarahkan kita jadi pribadi untuk saling bermusuhan dan menciptakan keributan di mana-mana. Jika Islam memerintahkan kita agar arif-bijaksana dengan orang yang berlainan paham, sebaliknya FPI menyikapinya keributan.

Padahal al-Qur’an dengan indah mengajarkan kita, “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah, dengan pelajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhan-mu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (QS. An-Nahl 16:125)

Inilah ajaran Islam. Bukan berpenampilan sangar, tapi sekaligus sensitifan. Logo BI di bilang palu arit. Ada sedikit gambar melengkung langsung di cap komunis. Bukankah yang lebih mirip akronim PKI itu FPI? FPI ini jangan-jangan PKI itu sendiri.

Sebab, selama ini, FPI suka banget nuduh-nuduh orang atau kelompok lain, padahal kelakuannya tidak jauh beda dengan yang mereka sebut itu. Menyebut GMBI ormas preman, lah FPI apa bedanya? FPI klaim membela NKRI, membela konstitusi. Tapi kemudian ia berselingkuh dengan ISIS yang nyata-nyata kelompok teroris dan anti konstitusi yang dianut Indonesia.

Buktinya, FPI dengan bebasnya mengibarkan bendera ISIS. Bakhtiar Nasir malah menjadi ketua penggalangan dana untuk membantu teroris Internasional. Bahkan Jubir FPI pernah menyatakan bai’atnya kepada pemimpin ISIS.

Kalau lihat orang-orang FPI, saya seperti membayangkan kemunafikan Hillary Clinton. Yang menolak negaranya disematkan teroris, tapi kemudian menyetujui pembantaian massal di Libya pada tahun 2011 ketika ia menjabat Menlu AS kala itu. Sembari terkekeh girang, Hillary berujar, “We come, we saw, he died!” (kami datang, kami melihat, dia mati).



Artikel Terkait


EmoticonEmoticon