Rabu, 25 Januari 2017

13 Tahun Menjadi Pekerja Sosial, Tak Heran Bila Ahok Menjadi Gubernur yang Pro Rakyat




Mungkin hal ini jarang didengar masyarakat luas, bahwa seorang Ahok adalah mantan pekerja sosial selama 13 tahun. Bukan waktu yang sebentar, apalagi bagi seorang Ahok yang mungkin waktu itu masih kuliah, seorang anak kuliahan yang termasuk tajir, mau jadi pekerja sosial membantu orang-orang yang sakit.

Padahal disaat bersamaan banyak diantara anak kuliahan lain yang lebih sibuk ngurusin pacar dan gebetan daripada berjibaku repot-repot untuk membantu orang lain.

Tentu saja hal ini menambah kadar ke-respect-an saya pada beliau, dibalik gaya bicaranya yang blak-blakan dan terkesan cenderung kasar, ada hati yang hangat dan penuh kasih didalamnya, tsahhh… hahaha..


Ada hati yang termanis dan penuh cinta.. tentu saja kan kubalas seisi jiwa.. _Kahitna #hahayy

Gak heran juga kalau pada akhirnya Bu Vero klepek-klepek dibuatnya ya bu? wkwkwkk…


Menjadi seorang pekerja sosial itu tidak mudah loh Seworders, dibutuhkan dedikasi dan empati yang tinggi, kita dituntut berdamai dulu dengan diri sendiri, karna dari empati yang tinggilah baru bisa muncul keinginan untuk membantu orang lain.

Kalau kita seorang yang ego sentris, hanya memikirkan kenyamanan diri sendiri, jangan harap mampu menjadi seorang pekerja sosial, apalagi sampai belasan tahun lamanya. Kalau ukurannya sudah sampai belasan tahun itu sudah seperti gaya hidupnya, lahir dari hati dan tidak bisa lagi dianggap sebagai pencitraan. Catet itu.

Menjadi pekerja sosial itu tidak mengharapkan bayaran sepeser pun, kita melakukan pelayanan terhadap orang lain, karna besarnya rasa cinta kita kepada Tuhan yang kita refleksikan pada membantu sesama, mungkin kenikmatan yang paling indah buat para pekerja sosial adalah saat orang yang kita bantu itu tersenyum tulus, tatapan mata dan senyuman yang tidak bisa ditukar dengan uang, merupakan kenikmatan tersendiri bagi mereka.

Saya dan suami bukan pekerja sosial, tapi disaat-saat tertentu kami mengunjungi panti-panti jompo untuk sekedar menengok mereka orang-orang tua yang tidak diurus sendiri oleh sanak keluarganya, banyak diantara mereka yang sengaja dibuang oleh keluarganya dan hal itu sangat menyakitkan, hingga kita akan terbiasa mendengar berulang kali;


Saya dibuang! Anak-anak tidak mencintai saya lagi..

Sedih ya dengarnya, biasanya mereka cerita sambil bercucuran air mata, yang kami lakukan hanya mendengar cerita dan kesedihan mereka yang tiada habisnya itu, dan itu saja pun sudah membuat mereka senang 






Orang-orang tua itu senang bila “ocehan” mereka didengar dan merekapun merasa tidak diacuhkan..

Biasanya saat ada teman sepanti mereka yang meninggal, orang-orang tua yang tersisa akan mengalami ketakutan yang luar biasa, mereka seakan hidup hanya untuk menunggu giliran mati, jika sudah begitu “kelakuan anak kecil” mereka pun muncul, banyak dari mereka akan menangis tak henti atau uring-uringan tak tentu.

Tentu saja kehadiran kita disana sangat dibutuhkan untuk membuat orang-orang tua itu merasa terhibur dan melupakan ketakutan “akan mati” yang mengintai mereka. Dan “kebersamaan” itu membuat saya merasa “penuh”, menjadikan kita orang yang tau bersyukur dan terimakasih.

Kadang-kadang disaat-saat tertentu kami membuat dan membagikan sembako. Kami akan mencari disepanjang jalan orang-orang yang kira-kira membutuhkan. Kadang-kadang malah saat dibagasi tersedia banyak sembako untuk dibagikan, orang-orang dijalanan yang biasanya terlihat “kasihan” itu entah pada kemana, susah dicari.

Kebahagiaan itu muncul waktu mereka menerima yang kita beri dan tersenyum tulus, mengucapkan terimakasih malah kadang-kadang ada yang sampe menangis haru, padahal menurut kita itu cuma sembako, tapi sangat berarti buat mereka, kalau sudah melihat yang begitu hati ini rasanya nyesss… gitu..

Nikmatnya gak bisa diucapkan dengan kata-kata, biasanya setelah itu saya jadi terdiam dan memikirkan semua yang kami miliki dan bandingkan dengan mereka, disaat begitu barulah muncul perasaan bersalah karna kadang-kadang kita gak tau diri masih saja merasa “kurang”.

Saya yakin Seworders juga sering mengalami hal serupa, ketika membantu orang lain dan merasa bahagia tak terkira saat melihat senyum tulus diwajah mereka, saya juga yakin banyak pembaca saya yang melakukan “Pelayanan” di lingkungan masing-masing, yang pasti kegiatan tersebut menurut saya membuat kita lebih “memiliki hati”.

Kalau yang saya dan suami lakukan hanya kadang-kadang saja, lalu bagaimana dengan Ahok yang melakukannya selama kurun waktu 13 tahun? sebuah perjalanan panjang yang tulus penuh cinta dan kasih dari seorang Ahok kepada sesamanya..



Maka tak mengherankan saat menjadi pejabatpun beliau selalu memikirkan orang-orang susah yang memang harus di bantu, program kerja dan kebijakannya selalu pro kepada rakyatnya.

Beliau memang berniat melakukan ‘Pelayanan’ dalam mengemban tugas ini, selain membereskan benang kusut, beliau juga bermaksud benar-benar menjadi ‘pelayan’ bagi warganya.

Bagaimana dengan pejabat lain yang jumlahnya seabreg itu? Adakah dari mereka yang berniat melakukan ‘Pelayanan’ juga atas dasar kecintaannya pada Tuhan dan sesama seperti Ahok? Atau kebanyakan dari mereka mengejar jabatan ini hanya atas dasar kecintaannya pada uang dan kedudukan?

Apalagi pejabat yang dengan entengnya mengatakan TKI adalah babu dan pengemis dinegri orang itu, sekali-sekali perlu itu dia ditinggal di panti jompo atau panti asuhan, tiga malam saja..

Supaya dia bisa merasakan keadaan para orang-orang tua disana dan anak-anak tak berayah ibu itu, supaya dia bisa memiliki empati pada sesama dan menyembuhkan hatinya yang terlanjur congkak karna uang dan kedudukan yang sekian tahun dikejarnya.


Artikel Terkait


EmoticonEmoticon