Senin, 19 Maret 2018

Kalau Merasa Difitnah, Rizieq Harus Berani Buktikan. Bukannya Ngumpet.

Tags




Di tengah derita batin Tempo yang Jumat kemarin didemo FPI cs gegara kartun, yang kacamata pimpred Tempo dirampas dan dibuang, yang dihujat dan dicaci tidak karuan, Pagi ini artikel "Berkunjung dan Bercengkrama dengan Habib Rizieq di Mekkah" muncul sebagai artikel utama. Sebuah artikel puja-puji, yang menyebut Rizieq korban fitnah, yang ditulis mahasiswa Al Azhar.

Dan saya pun bertanya-tanya, "Kapan Rizieq berani pulang untuk menghadapi proses hukum di Indonesia?" Sebuah pertanyaan yang sering disebut dalam pemberitaan. Sebuah pertanyaan yang jawabannya akan bisa membuat banyak kemungkinan dan mungkin bisa jadi obat bagi pendukungnya.

Yang pasti, pertanyaan soal kapan Rizieq berani pulang bukannya tanpa alasan. Rizieq memang harus punya keberanian untuk pulang ke Indonesia. Masalahnya, kepergiannya bersama keluarga dengan alasan umroh itu meninggalkan kasus hukum yang harus diselesaikannya. Dia harus punya keberanian untuk menanggalkan status buronan dengan menyerahkan diri ke pihak kepolisian.

Pendapat ini bukannya tidak beralasan. Ada enam kasus hukum yang menjerat Rizieq di Indonesia, dua di antaranya telah menjadikan dia sebagai tersangka. (Rizieq saat datang menemui beberapa pimpinan DPR pernah meminta agar kasus yang menjeratnya itu diselesaikan secara kekeluargaan). Pertama, Rizieq telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penodaan terhadap simbol negara, Pancasila, yang diproses Polda Jawa Barat.

Kasus itu dilaporkan Sukmawati Soekarnoputri pada 27 Oktober 2016. Rizieq dinilai menodai Pancasila, sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 154a KUHP dan/atau Pasal 320 KUHP dan/atau Pasal 57a juncto Pasal 68 UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Rizieq bisa dikenai hukuman maksimal lima tahun penjara sesuai Pasal 68 UU No 24 Tahun 2009

Kedua, Rizieq telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus chat porno bersama Firza Husen, dan dijerat dengan pasal pornografi serta Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), UU UU RI Nomor 44 Tahun 2008. Ancaman hukuman terhadap Rizieq bisa di atas lima tahun penjara. Polisi menyebut bukti yang mereka miliki cukup kuat untuk menjerat Rizieq.

Selain itu, masih ada empat perkara hukum lain yang juga menjerat Rizieq atas laporan warga. Pertama, beberapa elemen masyarakat Jabar, antara lain Angkatan Muda Siliwangi, yang melaporkan Rizieq yang mempelesetkan ucapan bahasa Sunda "sampurasun" menjadi "campur racun" (24/11/2015), Kasus ini dalam penanganan Subdit II Ditreskrimsus Polda Jabar.

Kedua, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia melaporkan Rizieq terkait dengan ceramah Imam Besar FPI itu dalam situs YouTube (ucapan "Kalau Tuhan beranak, bidannya siapa") yang dianggap melecehkan umat Kristen, (26/12/2016).

Dalam kasus sama, Student Peace Institute (27/12/2016) dan Rumah Pelita (forum mahasiswa-pemuda lintas agama) juga melaporkan Rizieq karena dinilai memecah-belah persatuan dan kesatuan Republik Indonesia, memecah-belah umat Islam, serta menimbulkan rasa benci terhadap sesama (30/12/2016).



(sumber gambar: darirakyat.com)



Ketiga, Jaringan Intelektual Muda Antifitnah melaporkan Rizieq perihal ceramahnya soal mata uang baru berlogo "palu-arit" ke Polda Metro Jaya (8/1/2017). Kelima, Solmet atau Solidaritas Merah Putih juga melaporkan Rizieq dalam perkara yang sama (10/1/2017).

Keempat, Rizieq juga sempat dilaporkan ke Bareskrim Mabes Polri (19)1/2017) terkait tanah di Megamendung, Bogor. Lahan garapan milik PTPN VIII di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, itu berstatus HGU Gunung Mas itu teah digunakan untuk Kompleks Pondok Pesantren Alam dan Agrokultural, pimpinan Rizieq Shihab, serta Markaz Syariah.

Deretan kasus yang kini menjerat Rizieq itu bukanlah hasil kriminalisasi bim salabim aba kadabra. Semua kasus yang menjadikan Rizieq tersangka ataupun baru tercatat di laporan polisi jelas dan bisa ditelusuri latar belakangnya. Kalau Rizieq sebelumnya tidak tersangkut kasus-kasus yang dilaporkan itu, tentulah laporan atau kasus pelaporan itu tidak akan ada.

Oleh karena itu, kalau memang Rizieq merasa benar dan tidak bersalah seharusnya dia berani menjalani pemeriksaan hukum dan persidangan di pengadilan. Itulah yang seharusnya dilakukan seorang warga negara yang baik. Di situlah dia bisa membuktikan kalau memang dia benar-benar tidak bersalah.

Tindakan pergi umroh dan akhirnya tinggal di negara Timur Tengah, tidak segera balik ke Indonesia dan akhirnya menjadikan dia berstatus buronan, jelas bukan langkah yang bijak. Selain bisa menimbulkan anggapan bahwa dia sengaja kabur untuk menghindari sanksi hukum, tindakannya itu menimbulkan cibiran dan sikap sinis di kalangan masyarakat yang menjunjung tinggi hukum.

Munculnya karikatur di Tempo yang akhirnya ditanggapi dengan demo oleh para pendukung Rizieq, tidak bisa lepas dari situasi yang muncul di masyarakat atas sikap Rizieq itu. Jika memang dia tidak bersalah, silakan pulang ke Indonesia dan buktikan di persidangan nanti. Sikap inilah yang ditunggu masyarakat banyak, dan para pendukung Rizieq tidak perlu kehilangan muka karena pemimpinnya berani pulang dan berani membuktikan di persidangan bahwa dia tidak bersalah.

Tetapi kenyataannya tidak demikian. Rizieq dari tempatnya di Timur Tengah sana malah terus menyuarakan seruan jihad, revolusi, dan seterusnya. Jadi, sebenarnya memang wajar saja jika ada yang menilai Rizieq tidak punya itikad baik untuk menyelesaikan kasus hukum yang menjerat dia. Yang muncul justru ibarat suara tokek antara pulang dan tidak pulang.

Tempo sebagai media pemberitaan tentu tidak akan bisa berlepas diri dari peristiwa dan situasi di masyarakat terkait Rizieq ini. Munculnya karikatur orang bersorban (digambarkan terlihat dari belakang) yang terlibat dialog dengan seorang wanita (digambarkan duduk berhadapan) dengan dialog (L) "Maaf... saya tidak jadi pulang" yang dibalas (W) "Yang kamu lakukan ini JAHAT", langsung dinilai pendukung Rizieq sebagai pelecehan terhadap pimpinannya.

Situasi buruk semacam itu bisa terus berulang yang melibatkan pendukung Rizieq dengan elemen masyarakat yang lain. Sikap pendukung Rizieq adalah sikap mempertahankan pandangan bahwa pimpinannya jadi korban penzaliman dan tidak akan bisa menerima pandangan yang berbeda dari kelompok masyarakat yang menilai Rizieq tidak gentleman.

Oleh karena itulah, setelah membaca artikel "Berkunjung dan Bercengkrama dengan Habib Rizieq di Mekkah", saya langsung teringat kasus yang menimpa Tempo Jumat lalu itu. Dalam situasi yang masih dipenuhi rasa prihatin atas demo kasar ke Tempo itu.

Sayang, saya gagal memahami makna khusus yang hendak disampaikan itu. Yang muncul di otak saya justru pertanyaan, "Kapan Rizieq berani pulang".

Salam salaman.




Artikel Terkait


EmoticonEmoticon