Sabtu, 21 Januari 2017

Pembodohan Ala Sandiaga Uno




Baru-baru ini saya tertawa membaca berita tentang pernyataan calon wakil Gubernur DKI Jakarta “Jadi kalau hiburan malamnya dikemas dalam bentuk hiburan malam yang syariah dan meningkatkan perekonomian ya ini kami akan dorong,” kata Sandiaga di Mampang Prapatan, Jakarta, Rabu, 18 Januari 2017.

Jujur sebenarnya saya lagi malas untuk menulis hari ini, tapi pernyataan konyol binti ajaib dari seorang calon Kepala Daerah ini membuat otak saya berputar-putar dan jari-jari saya juga seakan-akan turut merasakan rencana bodoh seorang Sandiaga Uno.

Saya tertarik mengutip sebuah pernyataan dari seorang filsuf dunia ” Politisi itu sama saja di mana-mana. Mereka berjanji membangun jembatan bahkan di tempat yang tidak ada sungai. ~Nikita Khrushchev, Perdana Menteri Uni Soviet.

Hal yang sangat tidak mungkin secara nalar dan kenyataan, seolah-olah mungkin kalau sudah ngebet ingin berkuasa. Mungkin virus ini sedang menjalar dan menggerogoti nadi dan otak Sandiaga Uno. Sekarang saya mau bertanya “Hiburan malam yang syariah yang bagaimana?”.

Jangan karena ingin menjadi Gubernur, anda membodohi masyarakat Jakarta. Saya dengan tegas menolak pembodohan ala Sandiaga. Padahal menurut KH. M. Shiddiq Al Jawi, klik DISINI

Secara umum, hiburan dan permainan yang sesuai syariah Islam wajib memenuhi 3 (tiga) syarat sebagai berikut;

Pertama, hiburan/permainan itu haruslah halal secara syariah, misalnya olahraga lari, memanah, renang, dan sebagainya. Jadi tidak boleh hiburan/permainan itu berupa sesuatu yang haram, baik haram dari segi zatnya (seperti narkoba, minuman keras), maupun haram dari segi aktivitasnya (seperti perjudian, prostitusi, seks bebas, dsb).

Kedua, hiburan/permainan tidak boleh melalaikan kita dari kewajiban. Misalnya, kewajiban sholat, bekerja, menutup aurat, menuntut ilmu, berdakwah, dan sebagainya. Jadi ketika berolah raga renang misalnya, tidak boleh mengumbar aurat atau bentuk tubuh.


Ketiga, hiburan/permainan itu tidak boleh membahayakan (mudharat), misalnya olahraga beladiri tanpa latihan yang benar, mendaki gunung tanpa persiapan fisik atau peralatan yang memadai, dan sebagainya.

Saya tertarik membahas poin pertama dan kedua secara serentak
Jika keinginan Sandiaga Uno, menjadikan hiburan malam yang syariah, tentu dia harus tahu syariah yang bagaimana yang benar menurut Islam. Jika dia memaksakan kehendak tersebut, saya tidak yakin dia mengerti apa itu hiburan malam. Yang saya mengerti tentang hiburan malam, yaitu tempat berkumpulnya orang dewasa, disana ada musik, ada miras, dan tak jarang para wanita mengenakan pakaian seksi.

Apakah itu semua dibenarkan oleh syariah? Jika ia, mungkin Sandiaga tidak mengenal Islam dengan benar, dia bukan Islam yang mengetahui ajaran agamanya. Namun, jika dia menjawab tidak dengan pemamparan saya, hiburan malam versi yang bagaimana, dimana syariah dan disco berada dalam satu paket?
Saya lebih setuju apabila Sandiaga Uno mengatakan, “Apabila kami diberi mandat memimpin jakarta, kami akan menindak tegas yang menjadikan tempat hiburan malam sebagai tempat transaksi narkoba.”
Pernyataan ini jauh lebih masuk akal, ketimbang hiburan malam yang syariah. Di Arab sekalipun, tidak dikenal hiburan malam yang syariah.

Dari pernyataan Sandiaga Uno tentang Hiburan malam syariah, ada dua hal yang bisa saya simpulkan dari terobosannya:

1. Kata Syariah Sangat Identik Dengan Umat Islam,

Disini sebenarnya, Sandiaga ingin memainkan politik agama, dengan penduduk warga jakarta yang mayoritas Islam, dia mencoba mengambil simpati warga dengan kata syariah. Secara tidak langsung, memang ucapan ini tidak berpengaruh, namun untuk menarik simpati warga, tentu dia sedikit berhasil.

2. Kehabisan Program Monumental

Jika AHY memiliki terobosan jitu untuk membuat warga jakarta mengapung ke kutub utara. Berbeda dengan Sandiaga Uno, dia ingin terobosan hiburan malam syariah. Terobosan yang sangat jitu, sampai otak saya tak cukup mampu membayangkan hiburan malam yang seperti apa itu nantinya.

Sampai disini saya jadi berpikir, apakah pilkada DKI Jakarta ini, sebagai ajang pembodohan massal warga DKI Jakarta. Dengan program semu mereka seakan-akan memaksakan rakyat untuk percaya dengan mereka. Sebenarnya, warga hanya butuh terobosan yang nyata, dalam artian bisa diterima secara akal dan pikiran, bukan program yang penuh imajinasi dan retorika, yang hanya sebuah khayalan dan tak mungkin terjadi…

Sumber

Artikel Terkait


EmoticonEmoticon