Selasa, 03 Januari 2017

Gde (Suami Sylviana Murni) Terbukti Transfer Dana Ke Jamran, Program Makar Cikeas Mulai Terbongkar




Untuk memahami siapa Jamran, penerima dana dari Gde Sardjana, kita menilik ke belakang sejenak menjelang detik-detik demo 2 Desember 2016. Demo 212 itu sangat jelas telah menyita perhatian publik dan bahkan dunia. Begitu besar gaung demo 212, membuat Presiden Jokowi yang didukung oleh TNI dan Polri all-out melakukan persiapan untuk meredamnya. Salah satu di antaranya adalah penangkapan secara mengejutkan 11 orang aktivis di berbagai tempat.

Pada dini hari Jum’at, 2 Desember 2016, Polisi menangkap 11 orang. Saat itu publik terkejut. Saat memberi keterangan, Presiden Jokowi mengatakan bahwa 11 orang itu tidak ada kaitannya dengan demo 212 namun terkait dengan upaya dugaan makar. Publikpun mulai paham. Apalagi beberapa saat kemudian pernyataan Presiden Jakowi itu, dikuatkan oleh Kapolri Tito Karnavian.

Menurut Tito, dari 11 orang yang ditangkap, ada 8 orang di antaranya yang ditetapkan sebagai tersangka upaya makar. Mereka adalah Sri Bintang Pamungkas, Ratna Sarumpaet, Rachmawati Soekarnoputri, Kivlan Zein, Adityawarman, Firza Husein, Eko Suryo Santjiyo dan Alvin Indra. Menurut Tito, mereka ini akan mengajak massa ke DPR untuk menggelar Sidang Istimewa dengan tujuan menurunkan Jokowi dari jabatannya.

Sementara itu, Ahmad Dhani yang ikut juga ditangkap, ditetapkan sebagai tersangka terkait penghinaan terhadap penguasa. Dua orang lagi, yakni Jamran dan Rizal Khobar (kakak beradik) ditetapkan tersangka terkait hate speech (ujaran kebencian), menyebarluaskan info permusuhan individu, dan isu SARA.

Dari penjelasan Polri kemudian, diketahui bahwa para tersangka itu sudah lama dicurigai merencanakan upaya makar. Momen demo aksi bela Islam ketiga, 212, akan mereka manfaatkan untuk melakukan tindakan makar. Itulah sebabnya menjelang demo 212, polisi dengan tegas menangkap 11 orang itu.

Pertanyaan publik kemudian mengapa 11 orang itu baru ditangkap menjelang demo 212? Ternyata pertanyaan ini dijawab lugas oleh polisi dengan dua alasan.

Pertama, penangkapan itu untuk menjaga kemurnian niat ibadah jutaan umat Islam yang berkumpul di Monas dan mencegah adanya indikasi pemanfaatan aksi damai 2 Desember itu untuk hal negatif oleh ke 11 orang yang telah ditangkap tersebut. Kedua, penangkapan harus dilakukan menjelang demo 212. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari anggapan publik bahwa Polri telah menggembosi aksi damai 212, jika dilakukan 2-3 hari sebelumnya.

Sejak penangkapan itu, Polri terus merengsek mengumpulkan bukti-bukti dengan melakukan penggeledahan di rumah Rachmawati dan Sri Bintang Pamungkas. Tidak hanya itu, Polri terus mencari bukti terkait pendanaan upaya makar. Upaya Polri menemukan aliran dana sangat penting karena lewat penemuan aliaran dana, Polisi bisa sampai pada penemuan siapa otak di balik upaya makar itu.

Lewat Jamran, dalang di balik upaya makar itu mulai terbongkar. Lalu siapa itu Jamran? Jamran adalah seorang aktivis yang menjadi Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Ia juga merupakan Ketua Aliansi Masyarakat Jakarta Utara yang menentang reklamasi. Jamran adalah salah seorang aktivis yang menentang keras Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Ia pula yang menuntut agar KPK menangkap AHok dalam kasus dugaan korupsi RS Sumber Waras.

Jamran ditangkap oleh polisi di Hotel Bintang Baru, kamar 128 Jakarta Pusat dini hari menjelang demo 212. Sementara saudaranya Rizal Khobar adalah pemimpin Ormas Komando Barisan Rakyat atau Khobar, juga ditangkap di tempat berbeda, yakni di samping Sevel Stasiun Gambir Jakarta Pusat pada hari yang sama.

Menurut Polisi, selama hampir sebulan, yakni sejak 4 November 2016, kedua kakak beradik ini aktif mengunggah informasi ujaran kebencian, menyebarluaskan informasi permusuhan terhadap individu dan menghasut berbagai isu SARA di media sosial. Kedua orang ini berusaha memicu kemarahan massa terhadap pemerintah RI. Jadi targetnya adalah membuat massa marah, lalu bersedia ikut demo. Dan jika massa sudah marah kepada pemerintah, maka massa yang sedang demo, akan gampang diajak ke gedung DPR/MPR untuk menuntut sidang istimewa. Begitulah skenarionya.

Dalam melakukan aksinya sejak 4 November sampai 2 Desember, Jamran membutuhkan sejumlah dana. Seperti diketahui pada dini hari menjelang demo, Jamran ditangkap di hotel. Berarti ia menghabiskan sejumlah dana untuk membiayai kegiatannya. Nah, pertanyaannya ialah darimana Jamran dan Rizal memperoleh dana untuk melakukan aksi hate speech mereka? Adakah transfer uang kepada Jamran? Polisi pun menyelidiki rekening aliran dana dari rekening Jamran dan menemukan adanya aliran dana yang diperoleh dari Gde Sardjana, suami Sylviana Murni.

Mulanya Gde Sardjana membantah bahwa uang yang dia transfer kepada Jamran sama sekali tidak terkait dengan makar. Uang itu adalah uang kesetiakawanan kepada Jamran yang isterinya sakit. Namun setelah diperiksa, Polda Metro Jaya menemukan bahwa Jamran beberapa kali menerima uang dari Suami Sylviana Murni atau Gde Sardjana.

“Ini ada Rp 20 juta, kedua Rp 5 juta dan ketiga Rp 10 juta. Uang itu adalah keperluan untuk tim sukses pasangan Agus-Sylvi”, kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono di kantornya sebagaimana dilansir oleh Merdeka.com (31/12/2016). Memang dari penjelasan polisi selanjutnya diketahui bahwa transfer uang itu ada untuk kampanye dan ada untuk biaya persalinan isteri Jamran. Namun yang jelas ada dana untuk membiayai anggota tim sukses pasangan nomor satu.

Nah pertanyaan selanjutnya adalah apakah Jamran adalah tim sukses Agus-Sylvie? Nachrowi Ramli (Nara), ketua Tim Sukses Agus-Sylvi, tidak membantah bahwa Jamran tidak terkait dengan tim pemenangan pasangan Agus-Sylvi. Nara hanya menegaskan bahwa Jamran bukanlah anggota tim kampanye Agus Sylvie yang terdaftar di KPU, melainkan hanya sebagai anggota relawan.


Nah, jika demikian, Jamran terbukti terkait dengan paslon nomor satu. Karena logikanya baik anggota tim sukses, anggota tim kampanye, anggota relawan, semuanya menjadi tim pemenangan Agus-Sylvi. Dari sini sudah bisa kita ambil kesimpulan bahwa Jamran ada hubungannya dengan tim pemenangan Agus-Sylvi. Artinya transfer uang dari Gde Sardjana terkait dengan tim sukses pasangan nomor satu Agus-Silvi.

Pertanyaan selanjutnya adalah apakah merupakan fitnah jika dikatakan bahwa kubu Cikeas terlibat upaya makar penggulingan pemerintah? Tentu saja bukti-bukti valid akan dibeberkan polisi. Namun untuk sementara dengan penyelidikan yang berawal dari Jamran, kita bisa mengatakan bahwa bahwa ada indikasi kubu Cikeas terlibat upaya makar. Jamran mendapat uang dari Gde Sardjana. Gde Sardjana adalah suami Sylviana. Sylviana adalah calon wakil gubernur dari Agus. Agus adalah putera SBY yang bermarkas di Cikeas.

Lawan berat Agus di Pigub DKI adalah Basuki Thahaja Purnama alias Ahok. Ahok adalah petahana yang berkinerja hebat. Program Ahok plus Djarot membangun DKI tak bisa disaingi oleh Agus-Sylvi. Tim sukses Agus bahkan membuat lelucon dengan mengatakan bahwa tidak penting programnya, yang penting orangnya baik. Agus juga terbukti gelagapan saat diwawancarai oleh Najwa Shihab di Metro TV dan tak mampu membeberkan programnya dengan gamplang. Akibatnya Agus tidak mau lagi menghadiri acara debat sebanyak dua kali yang diprakarsai oleh televisi swasta.

Soal program, banyak pihak meragukan kemampuan Agus. Soal penggusuran misalnya, Agus mengatakan bahwa dia sedapat mungkin akan menghindari penggusuran. Ia mempunyai salah satu ide yang sensasional yakni rumah apung. Ide soal rumah atau kota apung ini, membuat geger publik karena dianggap lucu, konyol dan tak masuk akal.

Apalagi dalam videonya, Agus membeberkan penyebab banjir di Jakarta karena tidak sebanding antara naiknya permukaan air dan turunnya permukaan tanah. Penjelasan perbandingan itu terlihat jauh panggang dari api. Kalau barang naik, maka gaji naik. Kalau permukaan air naik, permukaan tanah juga naik. Tetapi perbandingan yang dikemukakan oleh Agus adalah kalau air laut naik, permukaan tanah turun. Lalu dimana perbandingannya? Penjelasan Agus itu hanyalah salah satu contoh bahwa Agus tidak menguasai persoalan dan tidak mempunyai program jelas dalam mengatasi rumah kumuh, banjir dan kemacetan di Jakarta.

Jika program yang diadu, maka jelas pasangan Agus-Sylivi kalah telak. Semua program unggulan dan hebat sudah dan sedang dikerjakan secara nyata oleh Ahok-Djarot. Nyaris tidak ada lagi program hebat yang tersisa bagi Agus-Sylvie. Inilah yang membuat kubu Cikeas memutar otak mencari program hebat lain. Nah, tanpa disangka-sangka, Ahok menyerempet Surat Al-Maidah ayat 51. Blunder Ahok ini dimanfaatkan betul oleh kubu Cikeas untuk kemdian dijadikan senjata menyingkirkan Ahok dari pertarungan Pilgub.

Demo pertama tidak mempan menyingkirkan Ahok. Demo kedua dibuat lebih besar dan dibumbui oleh SBY dengan lontaran demo sampai lebaran kuda. Tuntutan demo kedua ini adalah agar Ahok ditangkap, ditahan di penjara, menjani proses hukum dan akhirnya menjadi terpidana. Dengan demikian tanpa susah payah, Ahok tersingkir dari persaingan. Akan tetapi nyatanya setelah demo, Ahok hanya ditetapkan sebagai tersangka dan tidak ditahan. Mengapa Ahok tidak ditahan? Menurut penyidik polisi, Ahok tidak perlu ditahan karena ia kooperatif, tidak mungkin lari atau menghilangkan barang bukti.

Tentu saja kubu Cikeas marah besar karena Ahok tidak ditahan. Itu berarti Ahok masih bisa berkampanye dan masih bisa menebarkan ancaman bagi para pesaingnya. Siapa atasan penyidik polisi? Tito Karnavian. Siapa atasan Tito? Presiden Jokowi yang sebelumnya akrab dengan Ahok. Maka langkah selanjutnya adalah menyusun program makar untuk menyingkirkan Jokowi sebagai pemerintah sah. Demo 212 akan ditunggangi dan dimanfaatkan untuk menduduki gedung DPR dan MPR. Dengan tekanan massa yang jumlahnya jutaan, maka tuntutan sidang istimewa MPR akan sendirinya bisa terlaksana.

Nah, agar massa bisa dicuci otaknya, maka perlu hasutan, perlu isu SARA, perlu ujaran kebencian dilakukan secara besar-besaran di media sosial kepada pemerintah. Siapa yang bisa melakukan hasutan itu? Para aktivis yang sangat membenci Ahok. Dan salah satu di antaranya adalah Jamran. Untuk bisa melakukan aksinya dengan lancar, terstruktur, masif dan sistematis, maka Jamran membutuhkan dana.

Gde Sardjana, suami Syilviana, calon wakil gubernur dari kubu Cikeaspun menyanggupi dana yang dibutuhkan. Gde terbukti terbukti mentransfer sejumlah dana kepada Jamran untuk membiayai upaya makar dengan melakukan penghasutan menjelang aksi demo 212 itu. Menurut Polisi ada Rp 35 juta dana yang mengalir ke Jamran yang ditranfer oleh Gde.

Nah, berawal dari tersangkanya Jamran, lalu Gde yang tergabung dalam kubu Cikeas, terbukti mentranfer dana, program makar kubu Cikeas mulai terbongkar. Apakah ke depan polisi benar-benar mampu membuktikan dengan valid keterlibatan kubu Cikeas terkait makar secara sah dan meyakinkan? Mari kita tunggu hasil penyelidikan polisi selanjutnya.

Salam Seword,




Artikel Terkait


EmoticonEmoticon