Jumat, 13 Januari 2017

Akhirnya Kena Juga! Tengku Zulkarnain Ditolak Kedatangannya di Kalbar




Sekitar pukul 09.00 WIB hari ini 12 Januari 2017, Ustad dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tengku Zulkarnain dikabarkan dihadang oleh oleh puluhan tentara Dayak di Bandara Susilo, Sintang, Kalimantan Barat Kalimantan Barat. Informasi yang awalnya disebarkan oleh akun Twitter @borneo_w ini kini telah menjadi viral di Indonesia.

Kedatangan Tengku Zulkarnain bersama masing-masing seorang pengurus dari Front Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI ini dikabarkan bertujuan untuk mengadakan Tabligh Akbar dan juga mendirikan GNPF-MUI untuk Kalimantan Barat. Belum juga turun dari pesawat, kedatangan mereka ditolak oleh rombongan para pemuda Dayak DAD (Dewan Adat Dayak) Kabupaten Sintang dengan alasan menolak Ustad Provokator yang sebelumnya pernah mengatakan suku Dayak adalah kafir dan tidak pantas masuk surga.

Sebagian dari mereka memegang spanduk penolakan terhadap FPI dan sebagian lagi menghadang dan menunjuk-nunjuk Tengku Zulkarnain yang hendak turun dari pesawat dengan kalimat “Kamu bilang kami kafir, kami masuk neraka, ini kami kafir, ayo turun…!”

Rasain! Berbagai provokasi yang kerap Anda lakukan di media sosial akhirnya mengetuk mata hati sebagian rakyat Indonesia yang masih waras dan mencintai NKRI untuk memberikan perlawan dan pelajaran kepada Anda. Gelar Ustad Provokator rasanya memang cukup wajar, karena Ustad Tengku memang tidak jarang menyebarkan berita bohong dan provokasi di akun Twitter pribadinya.



Dari foto dan video yang saya lihat, saya dapat menangkap rasa kebingungan dari Tengku Zulkarnain yang pada akhirnya dikabarkan oleh akun Twitter @PartaiSocmed tidak jadi turun dari pesawat. Beberapa menit yang lalu, tepatnya 12 Januari 2017 sore sekitar pukul 15.00 WIB, Tengku Zulkarnain akhirnya ngetweet dan menggambarkan kejadian yang dihadapinya hari ini.

“Alhamdulillah Saya Sehat Wal ‘Afiat Tdk Kurang Apapun. Orang2 Bawa Mandau(Golok) ke Run Way Sampai Pintu Pesawat, BUKAN Tanggungjawab saya,” tulisnya di akun Twitter pribadinya @UstadTengku.


Pak Ustad Tengku, apa alasan Anda tidak jadi turun pesawat? Apakah nyali Anda hanya segitu? Kalau di Twitter kok Pak Ustad terkesan pemberani sekali dan tidak takut Undang-undang ITE dalam memprovokasi dan menyebarkan kebohongan berkali-kali? Ternyata pada faktanya nyalinya tidak sebesar apa yang ditunjukkan di media sosial. Sungguh memprihatinkan.

Ada 2 macam perasaan saya ketika membaca pemberitaan ini. Yang pertama, saya cukup gembira dengan pemberitaan ini (maafkan saya) karena artinya sebagian warga Indonesia dapat dengan cerdas menilai yang mana tokoh agama yang arif bijaksana dan yang mana tokoh agama yang berlindung di balik status atau kitab sucinya. Saya juga terharu melihat ada banyak pemuda-pemuda di negeri ini yang berani dengan lantangnya membela persatuan dan mengutuk penyebaran kebencian berdasarkan SARA.

Di saat yang sama, saya juga bercampur sedih atas pemberitaan ini. Karena saya membayangkan bagaimana jika hal yang sama juga terjadi di tempat-tempat lain di Indonesia. Bagaimana bila di kemudian hari kejadian yang dialami Pak Ustad ini dijadikan preseden oleh kelompok-kelompok masyarakat lainnya untuk menghadang pihak yang pro ataupun kontra terhadap NKRI. Bisa saja kejadian-kejadian semacam ini justru membuat situasi nasional lebih “panas”, yang pada akhirnya akan merugikan bangsa dan negara ini sendiri.

Pada intinya, saya percaya rakyat Indonesia secara mayoritas tidak menyukai konflik. Saya percaya lebih banyak jumlah rakyat yang ingin mempersatukan perbedaan dibandingkan dengan yang ingin meributkannya. Saya percaya bahwa pemuda dayak DAD sebenarnya tidak menginginkan perseteruan, namun mereka tahu bahwa diam tidaklah selalu emas. Ada saatnya kita tidak boleh diam ketika menyaksikan kebatilan.

Mungkin sudah saatnya MUI membuka matanya lebar-lebar agar ke depannya tidak secara gegabah mengeluarkan sifat atau pendapat keagamaan yang dapat memicu eskalasi suhu politik ataupun konflik sosial di negeri ini.

Saya berharap Pak Ustad dapat mengambil pelajaran dari kejadian ini dan tidak terus-terusan memprovokasi masyarakat awam lewat Twitter. Berubah ya, Pak Ustad! Berikanlah rakyat Indonesia kesejukan dari perkataan dan bimbingan Anda, bukan kebencian ataupun perkataan yang berpotensi menyebabkan konflik perpecahan.



Artikel Terkait


EmoticonEmoticon