Senin, 02 Januari 2017

Suami Sylvi Baru Sebatas Diperiksa, Agus Sudah Kalang Kabut




Tidak peduli meski sedang liburan tahun baru, suhu politik tetap tidak pernah adem, malahan makin lama makin panas. Berita demi berita bermunculan yang terkadang membuat terang yang awalnya berupa titik namun makin lama makin benderang. Salah satunya adalah kasus di mana Gde Sardjana yang merupakan suami dari Sylviana Murni, cawagub nomor 1 yang berpasangan dengan AHY, diperiksa polisi sehubungan dengan kasus makar.

Seperti yang diberitakan Kompas, Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengatakan, dari hasil pemeriksaan Gde, diketahui Jamran merupakan tim sukses pasangan calon Agus-Sylvi. Hal itu yang menyebabkan Gde mau mengirimkan sejumlah uang kepada Jamran, aktivis yang kini jadi tersangka makar. Ada kaitan atau tidak ada kaitan, silakan pembaca Seword sendiri yang menilai. Kebetulan atau tidak, hanya Tuhan yang tahu.

“Ini ada Rp 20 juta, kedua Rp 5 juta, dan ketiga Rp 10 juta. Ini keperluan untuk tim sukses pasangan satu ya, dia anggota timses,” kata Argo di Mapolda Metro Jaya, Sabtu (31/12/2016). Argo mengatakan, uang tersebut diberikan Gde kepada Jamran. Semuanya untuk keperluan operasi melahirkan istrinya. Uang tersebut diberikan selama November 2016. “Gde mengaku memberikan sejumlah uang kepada Jamran sekitar bulan November. Kedua, dia juga melalui teman istrinya Pak Jamran, ini juga bulan November,” kata Argo.

Aneh ya mengirimkan uang melahirkan tiga kali seperti cicilan motor. Apakah melahirkan juga kayak cicilan sampai tiga kali? Atau ada yang saya tidak tahu mengenai melahirkan, sehingga gagal paham? Sudahlah, itu tidak penting.

Lalu juru bicara timses Agus-Sylviana, Rico Rustombi, menjelaskan, Jamran hanya merupakan RELAWAN pendukung Agus-Sylviana, beda dengan hasil pemeriksaan Polda Metro Jaya yang mengatakan Jamran adalah TIMSES. Siapa sebenarnya yang benar, siapa yang salah? Titik titik aja lah kalau begitu. Entah polisinya yang benar/fitnah atau Rico yang benar-benar tidak tahu/pura-pura lugu.

Rico juga menyebut nuansa politik sangat kental dalam kasus itu. Untuk itu, dia berharap agar tidak ada oknum yang memanfaatkan isu tersebut untuk keuntungan salah satu pihak. Hmmmmm, saya melihatnya kok seperti bermuka dua, bukankah timnya yang belakangan ini sering melakukan itu? Lagian sungguh kebetulah yah, program-programnya Agus udah duluan ditiru Ahok. Prahara yang sedang menimpa Agus-Sylvi pun sudah menimpa Ahok duluan. Ini mah namanya ikut-ikutan.

Kelanjutannya masih belum jelas dan masih ditelusuri lebih mendalam. Tapi baru segitu saja, Agus sudah mengeluh dan komplain. Agus menyayangkan ada upaya dari luar yang ingin mengganggu konsentrasi, memojokkan, menjatuhkan, bahkan memfitnah pasangan calon nomor 1. Dia kemudian mengimbau semua pihak, kalau ingin berkompetisi, lakukan dengan cara yang baik dan benar. “Saya ingin mengajak semua, melakukan cara yang baik dan benar dalam kompetisi,” ujarnya. “Saya berharap tak ada upaya pembunuhan karakter di luar kepatutan dan etika. Kita ingin hadirkan demokrasi sejuk dan melahirkan yang terbaik untuk Jakarta. Saya berharap semua menjaga diri agar tak jadi bagian dari orang yang mudah menyebar sesuatu yang belum benar,” katanya.


Saya yakin kebanyakan pembaca Seword akan tertawa membaca komentar dari Agus ini. Memangnya siapa yang fitnah? Ini kan baru sebatas pemeriksaan, bukan penetapan status tersangka atau terdakwa. Kenapa baru segini aja sudah sewot, mengatakan ini adalah pembunuhan karakterlah, pemojokanlah, memfitnahlah. Baru dikupas kulitnya saja sudah menjerit-jerit. Orang lain malah curiga nantinya, kalau nggak merasa, kenapa kalang kabut? Pasti ada apa-apanya nih, seperti analogi kentut yang pernah diutarakan salah satu penulis lain (lupa namanya).

“Kita tahu dalam politik banyak sekali serangan tak berdasar. Saya sendiri lebih pilih fokus kepada jalan saya sendiri dan berharap tidak ada pembunuhan karakter dalam pilgub kali ini,” kata Agus seperti dilansir Tribun News. Aneh saja, padahal masih sebatas diperiksa, bukan ditahan atau dipenjara. Siapa pula yang membunuh karakter? Bukankah Ahok yang seharusnya berteriak seperti itu? Agus sering menegaskan dirinya berlatar belakang militer saat mengklarifikasi mengapa tidak hadir debat. Tapi sekali lagi itu tak ada hubungannya dengan mental seseorang. Militer dan politik beda jauh. Berani di militer belum tentu berani di politik. Bagaimana seandainya Agus berada dalam posisi Ahok, yang sering diteriaki dengan makian yang tidak enak didengar, dicaci, dihujat, diancam bunuh, didemo habis-habisan hingga tiga kali? Justru Ahok itulah contoh jelas dari upaya pembunuhan karakter, selain dari Pak Antasari. Ahok kalau teriak-teriak sih wajar kalau mengalami hal seperti itu. Namanya juga orang biasa, pejabat publik biasa. Tekanannya mengerikan, beban yang dipikulnya sangat berat.

Kalau Agus yang mengalami seperti Ahok, entah bagaimana reaksinya. Latar belakang militernya belum tentu bisa menghadapi ini sebaik Ahok. Dia mengimbau semua berkompetisi dengan cara yang sehat. Lha, lihat saja kenyataan, siapa yang paling jelas melakukan kompetisi tidak sehat? Kampanye siapa yang lebih hitam? Boleh saja sih menyangkal, namanya juga asas praduga tak bersalah. Bagaimana kalau nanti semua terbukti dan benar adanya? Apakah akan mengaku atau malah mengatakan dizalimi?

Mari kita lihat bagaimana penelusuran polisi dan semoga benang merahnya terbentang jelas. Saya yakin keadilan akan selalu menemukan jalannya untuk membuka mata kita. Untuk Agus, cukup lakukan kampanye, tak perlu ribut-ribut padahal masih belum terbukti. Kalau memang tidak melakukan, ngapain takut dan sibuk. Santai aja kali.

Bagaimana menurut Anda?

Salam Entahlah.



Artikel Terkait


EmoticonEmoticon