Minggu, 08 Januari 2017

Anies Rangkul FPI, Langkah Putus Asa Mendulang Suara




Hasil survey yang telah dirilis selama beberapa kali sebagian besar menempatkan Anies-Sandi di posisi buncit. Melihat tren ini wajar saja pasangan ini resah dan melakukan berbagai upaya untuk menaikkan elektabilitasnya. Namun hingga sekarang, posisinya tidak membaik. Panik? Bisa jadi.

Di sisi lain, beberapa survey juga menyebutkan kemungkinan besar Pilkada DKI akan berlangsung dua putaran, di mana Ahok-Djarot hampir dipastikan akan melaju ke putaran kedua. Ini kata survey, bukan saya.

Jika hasil survey bisa dipercaya maka Anies-Sandi berada dalam posisi terhimpit seperti ikan sarden dalam kaleng. Mereka harus melakukan sesuatu kalau tidak ingin tewas dengan telak. Nah, beberapa hari lalu Anies melakukan sebuah terobosan yang mungkin tidak disangka-sangka, yaitu menemui FPI. Memang tidak ada yang perlu dibesar-besarkan, tapi ada satu yang menarik dari politik, di mana hari ini menjadi kawan tapi di lain waktu bisa menjadi lawan, begitu pula sebaliknya.

Anies dulunya adalah salah satu yang menentang atau kontra terhadap FPI. Akademisi Universitas Indonesia, Ade Armando juga berpendapat sama (Tribun News). Menurutnya, Anies dulu adalah seorang aktivis pro-pluralisme yang mengecam keras tindakan FPI. “Kini, Anies harus sowan menghadap Rizieq untuk memperoleh restu sang habib semata-mata karena Anies membutuhkan suara agar bisa bertahan dalam pertarungan,” tulis Ade melalui akun Facebook miliknya.

Sudah paham maksudnya, bukan? Dulu Anies mengecam FPI, tapi sekarang mau tidak mau, seolah menjilat ludah sendiri, dia berusaha mengambil simpati FPI. Mengapa? Karena FPI memiliki massa yang banyak dan militan. Dari sini, dapat diprediksi pergerakan Agus yang berusaha menarik simpati pemilih muslim. Apalagi jika Anies berhasil melaju ke putara kedua, maka meraih dukungan dari FPI sangatlah mutlak.

Tidak banyak yang tahu bahwa kontestan Pilkada DKI bukan hanya tiga, tapi ada empat. Kontestan keempat yang bermain di balik layar ini adalah FPI dengan massanya yang cukup besar. FPI ini bisa dibilang sebagai kontenstan bayangan. Hal ini dapat dilihat bagaimana FPI mampu menggalang massa dalam jumlah sangat besar (jangan bahas caranya gimana) untuk menggoyang Ahok sebanyak 3 episode ditambah dengan acara safari 212 di berbagai daerah seperti Medan dan Kepulauan Seribu.

Meski FPI dikecam, dicap negatif dan terkenal suka bikin ricuh dengan provokasinya yang mengerikan, tetap saja pendukung setianya sangat banyak. Dalam bahasa Amerika namanya hardcore fans. Dengan kekuatan massa, Anies tentu tidak membuang kesempatan ini begitu saja meski FPI sering dikait-kaitkan dengan pasangan nomor urut 1. Itu pun sebenarnya tidak masalah karena FPI hanya punya satu tujuan di Pilkada yaitu tidak ingin Ahok jadi Gubernur. Titik.


Siapa pun pemimpinnya, asalkan bukan Ahok, asalkan seiman, asalkan jangan yang kafir, tidak peduli track recordnya, tidak peduli entah punya pengalaman atau tidak. Inilah lumbung suara yang menjadi target Anies. Jika Anies berhasil maju ke putaran kedua, dipastikan FPI akan dukung Anies habis-habisan. FPI dukung Ahok? Tunggulah sampai matahari terbit dari barat.

Kebencian FPI pada Ahok memang sudah lama terhitung sejak Ahok menjabat sebagai kepala derah Jakarta. Kebencian sudah kuadrat hingga jadi dendam kesumat. Hingga sekarang pun mereka masih belum berhasil singkirkan Ahok meski main keroyok rame-rame. Mereka bahkan tidak mengakui kedudukan Ahok sebagai gubernur DKI Jakarta dengan mengangkat Gubernur ecek-ecek sebagai pelipur lara di kala GeGaNa (Gelisah Galau Merana). Jadi jangan sedetik pun bermimpi FPI akan mendukung Ahok. Mission Impossible.

Pemilih muslim adalah mayoritas di Jakarta, dan non muslim hampir dipastikan kebanyakan memberikan suara ke Ahok. Suara muslim ini akan terpecah ke tiga paslon. Dengan Anies merangkul FPI/Rizieq, diharapkan massa FPI dan Rizieq mampu mempromosikan Anies agar pemilih memberikan suaranya ke dia, meskipun saya pikir ini kurang efektif.

Efektif tapi kurang kuat. Karena tidak semua muslim mendukung FPI, maka Anies akan mendapatkan tambahan amunisi, tapi tidak signifikan. Bagi pemilih yang sudah cerdas dan waras, ini hanyalah manuver politik Anies untuk mendulang suara sekaligus menunjukkan ketidakkonsistenannya. Dulu menentang FPI, sekarang merangkul FPI. Apalagi FPI sedang gencar mengumpulkan citra buruk dan kecaman dari publik, Anies secara tidak langsung juga terkena imbasnya. Memang tidak ada salahnya Anies samperin FPI, tapi saya melihatnya sebagai langkah putus asa seorang Anies untuk mengumpulkan suara dukungan untuk memenangi Pilkada, mengingat dulunya dia tidak mendukung FPI.

Saya sering dengar kalimat ini di film Hollywood, “The enemy of your enemy is your friend.” Musuh dari musuh Anda adalah teman Anda.

Bagaimana menurut Anda?

Salam Entahlah.




Artikel Terkait


EmoticonEmoticon