Jumat, 10 November 2017

Inikah Bukti Baru KPK Kembali Tetapkan Setnov Jadi Tersangka? Simak....

Tags





Babak baru "drama kolosal" bertajuk korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tampaknya makin seru setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan Ketua DPR RI Setya Novanto jadi tersangka, Jumat (10/11/2017).

Mengapa makin seru? Karena ini adalah kali kedua sang Ketua DPR ditetapkan jadi tersangka setelah penetapan yang dikeluarkan KPK pada pada 17 Juli 2017 lalu "dimentahkan" Hakim tunggal Cepi Iskandar dalam sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9/2017).

Langkah ini sepertinya sebuah langkah berani KPK karena hanya kurang dari dua bulan sejak mereka "dikalahkan" dalam sidang praperadilan, lembaga antirusuah ini sudah kembali menjerat orang nomor satu di DPR ini. Hanya saja dalam penetapan yang kedua ini, masyarakat menunggu apakah KPK berani langsung menahan yang bersangkutan. Karena dengan penetapan kedua ini, kita harus yakin bahwa KPK pasti memiliki dua alat bukti baru untuk kembali menjerat pentolan Partai Golkar ini.

Kalau kita melihat pernyataan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang dalam jumpa pers bahwa KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka setelah melalui proses penyelidikan dan mendapat bukti permulaan yang cukup pada gelar perkara akhir Oktober 2017 lalu, maka dapat dipastikan KPK sangat yakin mampu menjerat orang nomor satu di partai beringin tersebut ke meja hijau.

Meski Saut Situmorang sendiri enggan membeberkan apa bukti yang didapat KPK dalam kasus korupsi e-KTP yang diduga merugikan Negara Rp 2,3 triliun itu secara rinci dengan alasan penyidikan. "Informasi lebih rinci dalam proses penyidikan tidak dapat kami sampaikan saat ini karena terdapat kebutuhan dalam proses penyidikan," kata Saut.

Dalam kasus ini, Novanto disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat 1 Subsider Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Meski pihak Setya Novanto sendiri pastilah tidak akan bersikap pasrah dengan keputusan itu, Kuasa Hukum Ketua DPR ini, Fredrich Yunadi sudah menyatakan pihaknya akan melakukan dua perlawanan hukum sekaligus terhadap penetapan kembali Setnov sebagai tersangka. Pertama, mengajukan kembali permohonan praperadilan atas penetapan tersangka itu. Kedua, melaporkan pimpinan KPK yang menandatangani Surat Perintah Penyidikan penetapan tersangka itu ke kepolisian.

Apa Bukti Baru KPK?

Sebagai masyarakat awam, kita pasti akan bertanya-tanya mengapa sih dalam kasus penetapan tersangka terhadap Setnov ini begitu rumit? Apalagi setelah kita melihat bahwa KPK sempat dikalahkan dalam sidang pra peradilan? Apakah tidak mungkin KPK akan kembali kalah kalau pihak Setnov kembali mengajukan praperadilan?

Terus terang memang agak rumit memprediksikan apakah KPK akan kalah lagi dalam sidang praperadilan yang diajukan kubu Setnov nanti.

Namun keputusan KPK menetapkan tersangka terhadap Ketua DPR RI pasti sudah mempertimbangkan putusan MK Nomor 42/PUU-XV/2017 tentang alat bukti yang menyatakan penyidik dapat mempergunakan alat bukti yang pernah dipergunakan untuk perkara lain kembali dengan disempurnakan secara substansial serta pasal 44 UU KPK yang menyatakan jika penyelidik telah mendapatkan dua alat bukti cukup maka penyelidik bisa langsung menetapkan tersangka. KPK pasti tidak akan main-main dengan dua aturan ini, apalagi KPK juga sudah mengungkapkan memiliki "segudang" alat bukti untuk menjerat Ketua Umum Partai Golkar ini.

Memang KPK tidak mengumbar apa bukti baru yang mereka miliki, namun kalau kita mengikuti pemberitaan terkait kasus E-KTP yang digelar hari ini kita tampaknya bisa meraba-raba dua bukti itu.

Pertama pengakuan pengusaha Made Oka Masagung yang terkenal dekat dengan Setnov sejak Setnov masih menjabat posisi direktur di perusahaan miliknya. Dalam persidangan itu Oka yang dicecar Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku memiliki bukti berupa tanda terima uang dari Setnov senilai Rp 1 milyar yang telah disita oleh KPK. Padahal Oka mengaku tidak punya hubungan bisnis dengan Ketua DPR itu. Walau menurut Oka, uang Rp 1 miliar tersebut belum diserahkan oleh Novanto.

Nama Made Oka Masagung sendiri muncul dalam beberapa persidangan kasus korupsi e-KTP karena dia diduga pernah menerima 2 juta dollar AS dari Anang Sugiana Sudihardjo, selaku Direktur Utama PT Quadra Solution. Quadra merupakan salah satu perusahaan anggota konsorsium yang mencetak e-KTP. Anang mengakui bahwa uang tersebut merupakan uang yang diperoleh dari proyek e-KTP dan disetor kepada Oka untuk berinvestasi di luar negeri. Selain itu, Oka juga pernah menerima transfer 1,8 juta dollar AS dari Biomorf Mauritius. Padahal, Oka mengaku tidak ada kaitannya dengan proyek e-KTP.

Nama Anang disebut-sebut dekat dengan Setya Novanto yang pernah menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR RI. Jaksa menduga ada kaitan antara uang-uang yang diterima Oka dengan Setya Novanto.

Fakta lainnya juga muncul dalam persidangan bahwa terdakwa kasus korupsi pengadaan E-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong mengaku pernah bertemu Setya Novanto bersama-sama dengan pengusaha Made Oka Masagung. "Saya kenal Pak Oka, pernah bertemu juga dengan Setya Novanto," ujar Andi kepada majelis hakim. Kata-kata Andi tersebut sekaligus membantah keterangan Oka dalam persidangan sebelumnya yang mengaku tidak dapat mengingat apakah ia pernah bertemu dengan Andi.

Fakta lainnya, Direktur Utama PT Quadra Solution, Anang Sugiana Sudiharjo mengaku sudah empat kali mencairkan dana untuk empat termin proyek e-KTP sejak Desember 2011. Setiap kali pencairan, Anang menyerahkan uang tersebut kepada Andi Narogong yang disebut-sebut meneruskan uang itu kepada Setya Novanto dan sejumlah anggota DPR.

Masih dari persidangan, Mantan Direktur Utama PT Murakabi Sejahtera, Irvanto Hendra Pambudi yang juga mengaku sebagai keponakan Setnov menyatakan pernah bergabung dengan konsorsium pelaksana proyek e-KTP. PT Murakabi sendiri merupakan salah satu peserta lelang dalam proyek e-KTP. Sebagian besar saham Murakabi dimiliki oleh PT Mondialindo dan yang menarik jaksa mengungkap bahwa istri dan putera Novanto adalah pemilik saham di PT Mondialindo. Sementara, putri dan keponakan Novanto, Irvanto Hendra Pambudi, memiliki saham di PT Murakabi. Dan masih banyak bukti persidangan lain yang bisa kita lihat di sejumlah media nasional.

Sekarang kita tinggal menunggu apakah dengan sekian banyak bukti tersebut, KPK bisa menjerat Setnov ke kursi pesakitan pengadilan Tipikor? HAnya waktu yang bisa menjawab. ()




Artikel Terkait


EmoticonEmoticon