Minggu, 05 November 2017

MUNAFIK, PRESIDIUM 411 DAN 212 SIAP-SIAP DILAKNAT ALLAH!

Tags




SEWORD.COM - Merinding. Itu yang saya rasakan kemarin saat melihat peserta aksi 411 dan 212 mengadakan peringatan setahun aksi bela Islam.

Bayangkan, mereka kini secara terang-terangan mengatakan bahwa perjuangan masih belum selesai, masih panjang. Slamet Maarif, ketua Presidium alumni 212 bahkan mengatakan "Tahun depan perjuangan kita pilgub, pilkada. Itu perjuangan kita bagaimana Islam menang di Pilkada 2018. Paling penting 2019. Itu pertempuran kita. Saya tanya, apakah saudara ingin Presiden kita ganti?”

Jamaah yang hadir pun kompak menjawab, “Gantiii!”

Di sisi lain, Eggi Sudjana yang merupakan penasihat Presidium Alumni 212 juga sempat membuat pernyataan menohok:

"Kalau bicara kecewa, pasti. Kecewanya adalah, kenapa dia (Anies, red) nggak prioritaskan. Kan subuh-subuh dia nggak ada kegiatan. Mana ada kegiatan kantoran dalam konteks kerja DKI. Jangan sampai umat Islam yang dukung dia dengan ikhlas sekarang butuh hadirnya dia, dia nggak hadir. Itu artinya dia cuma memanfaatkan kita. Kalau itu sampai terjadi, Anies itu junior saya di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam, red), jadi saya mengingatkan sebagai senior, jangan kacang lupa kulitnya. Betul-betul komit kepada umat, karena nanti yang bantu dia cuma umat, partai-partai nggak bisa," kata Eggi.

Kalau membaca pernyataan Eggi, berarti memang kemenangan Anies adalah hasil dari perjuangan alumni 212. Sehingga Eggi berani memperingatkan, jangan kacang lupa kulitnya. Maksudnya, tanpa alumni 212, Anies tidak akan jadi Gubernur.

Tapi sampai di sini lupakan sejenak soal Anies dan alumni 212. Kita fokus pada presidium 411 dan 212 saja.

Dulu, kita ingat betul bahwa aksi 411 dan 212 bukanlah aksi politik. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Pilkada. Berikut ini pernyataan beberapa pimpinan aksi yang sempat berorasi ataupun memimpin gerakan.

“Ini bukan aksi anti China, anti Kristen, bukan aksi SARA, bukan aksi politik pilkada, bukan makar,” kata Rizieq. Dia mengatakan bahwa aksi tersebut murni untuk penegakan kasus penistaan agama.

“Kalau gerakan (212) ini aksi politik, ini keliru. Kalau aksi politik, tidak mungkin saudara dari Madura dan lainnya datang. Ini bukan aksi politik, tapi bela Quran,” tegas Hisyam, Ketum Persaudaraan Muslimin Indonesia.



Meskipun sejak awal saya tidak percaya dengan pernyataan-pernyataan orang yang tidak saya akui sebagai ulama -karena tidak pintar dan belum pernah membaca karya pemikirannya, hanya mendengar suara-sauara takbir penuh amarah saja- namun dengan pernyataan ketua presidium alumni 212 yang ingin ikut terlibat dalam Pilgub, Pilkada dan Pilpres, ini mengkonfirmasi apa yang saya sangkakan. Ternyata benar, aksi atau demo berjilid-jilid itu hanyalah untuk kepentingan politik yang didesain secara terstruktur, sistematis dan massif untuk mengalahkan Ahok.

Mereka tidak segan berbohong dengan mengatasnamakan sedang membela Alquran hanya untuk memenangkan Gubernur dan Wakil Gubernur pilihannya. Mereka tidak takut untuk menamakan gerakan mereka sebagai aksi bela Islam, padahal yang mereka bela hanyalah calon Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta.

Aktor dan pimpinan 212 berhasil membohongi ratusan ribu orang, sehingga orang-orang dari sekitar Jakarta datang dan ikut dalam aksi tersebut. Ada yang rela kehabisan ongkos hanya karena dirinya berpikir sedang berjihad membela Alquran dan Islam.

Sebenarnya, selama kita hidup di dunia ini, kita pasti sering sekali mendengarkan kebohongan, atau mungkin juga berbohong kepada orang lain. Biasa. Namanya juga hidup. Namun, berbohong dengan membawa-bawa nama agama Islam, berbohong mengatasnamakan Alquran, mungkin baru dari alumni 212 ini kita bisa melihatnya begitu nyata.

Serangkaian kebohongan yang terstruktur, sistematis dan massif itu mereka lakukan secara terbuka, terang-terangan.

Naif, benar-benar naif kelompok manusia yang seperti itu. Mereka mengaku sebagai ummat Islam, bahkan ada yang dianggap ulama, namun kemudian membohongi ummat dengan mengatasnamakan agama Islam dan Alquran.

Padahal agama Islam adalah agama sempurna yang diturunkan oleh Allah kepada manusia di bumi. Sementara Alquran adalah wahyu atau kalimatullah yang diturunkan langsung kepada Nabi Muhammad SAW. Sungguh suci dan mulia Alquran serta Islam. Terlalu agung untuk ditukar oleh semua hal yang ada di bumi ini.

Namun di Indonesia, kita melihat betapa keagungan Alquran dan kemuliaan Islam bisa diseret-seret hanya untuk kepentingan politik, demi meraih suara. Sebab agama Islam adalah agama yang dianut oleh mayoritas rakyat Indonesia. Ngeri!

Kalau dipikir-pikir, berani sekali ya kelompok 411 dan 212 ini. tidak takut dan tidak segan mengatasnamakan sebagai aksi bela Islam, bela Alquran, padahal hanya untuk pengerahan massa demi kepentingan politik. Lebih ngeri lagi karena mereka tidak kapok, mereka ingin mengulang dan melakukannya lagi di tahun-tahun mendatang.

Astaghfirullah… ampunilah kami warga Indonesia. Tapi kalaupun Engkau murka, maka hukumlah mereka-mereka saja. Dan kemurkaanMU sudah mulai nampak dari dibukanya aib sang ulama yang dijunjung tinggi oleh alumni 212, sampai membuatnya terbirit-birit kabur ke luar negeri. 


Begitulah kura-kura.


Artikel Terkait


EmoticonEmoticon