Pasca ditangkap Polisi dan sebagian ditahan, para tersangka dugaan “Makar” ramai-ramai beralibi. Para tersangka dugaan “Makar” bersama pengacaranya berupaya membangun opini dengan cara sejuta alasan mau dijadikan alibi bahwa tidak mungkin melakukan aksi makar.
Mengherankan, jiwa nasionalis para tersangka dugaan “Makar” mendadak muncul disaat dijadikan tersangka, seolah-olah nasionalis tidak mungkin melakukan aksi makar.
Penyebabnya adalah status tersangka telah disematkan kepada mereka sehingga ada rasa tidak nyaman dan ada kekhawatiran menghadapi proses hukum yang panjang dan hadiah penjara menunggu didepan mata.
Tersangka dugaan “Makar” berani berbuat, seharusnya berani bertanggung jawab seperti yang ditunjukkan Ahok walaupun tuduhan yang diterimanya tidak ada unsur penistaan seperti yang disangkakannya harus diterima dengan pahit
Jika dibandingkan dengan sosok Ahok, disaat Ahok dijadikan tersangka dugaan penistaan agama justru dia berterima kasih kepada Polisi, tidak mengajukan praperadilan, siap fight di pengadilan dan minta sidang terbuka.
Terlihat jauh sekali perbedaan kelas “Taat Hukum” antara tersangka dugaan “Makar” dengan Ahok. Berbondong-bondong melakukan aksi alibi untuk meyakinkan publik bahwa tidak mungkin melakukan makar seperti contoh :
Pertama, Pernyataan Habiburokhman pengacara Ratna Sarumpaet "Pak Bintang (Sri Bintang Pamungkas) usianya 70 tahun, Kivlan Zein 70 tahun, Ratna sekitar 60-an mendekati akhir, masa aki-aki dan nini-nini dituduh makar? Ini intelijennya bagaimana?"
Habiburokhman mungkin lupa bahwa diluar sana banyakaki-akidannini-nini terlibat kasus kriminal, pelecehan sexual, korupsi dan lain-lain yang justru bisa dilakukan sendiri-sendiri, apalagi seperti aksi makar yang dirancang beramai-ramai adalah hal yang tidak sulit.
Artinya, dalam melakukan aksi negatif atau melakukan kasus pidana tidak bisa diukur dengan melihat usia uzur (aki-akidannini-nini) maupun usia muda(ABG).
Semestinya yang sudah aki-aki dan nini-nini mendekati akhir seperti pernyataan Habiburokhman lebih memperbanyak ibadah menambah pahala, kumpul keluarga momong cucu, menghabiskan waktu ke hal yang positif buat bangsa dan Negara, serta memberi teladan ke generasi muda.
Kenyataannya, Beberapa generasi muda seperti Ahmad Dhani, Habiburokhman dan kawan-kawan harus terkontaminasi hawa negatif dari prilaku aki-akidannini-niniyang tidak pernah “MOVE ON” sejak Pilpres 2014.
Kedua, Pernyataan Rachmawati soal aliran dana Rp 300 juta "Demo kan perlu makan dan minum, tapi kan sekedarnya. Uang segitu nggak cukup buat makar, itu cuma cukup buat makan bakso dan air mineral buat orang demo,"
Rachmawati mungkin lupa bahwa Massa yang sudah ada di aksi 212 adalah massa dibawa control gerakkan GNPF MUI dibawa naungan beberapa anggota MUI dan FPI seperti Rizieq, Zaitun Rasmin (MUI), Bachtiar Nasir (MUI) dan lain-lain.
Kalau hanya sebesar Rp 300 juta dibagikan per orang Rp 100 ribu maka jumlah massa menjadi 3 ribu orang khusus mengepung gedung DPR/MPR jelas sudah cukup dan ditambah massa lain yang tidak mengerti digiring dibawa koordinasi tokoh masing-masing. Kenapa tidak cukup dan tidak mungkin?
Bukankah aksi 411 bisa menghimpun dana sekitar Rp 100 miliar melalui koordinator Bachtiar Nasir?
Rp 300 juta hanya untuk satu tokoh”Rachmawati”, bagaimana dengan tokoh-tokoh lain?
Ketiga, Pasca jadi tersangka Ahmad dhani berpendapat soal pertemuannya dengan beberapa tokoh "Jadi dalam Berita Acara Pemeriksaan saya membawa tugas, bahwa saya menjaga keselamatan Ibu Rachma dan Lily Wahid," (sumber)
Memangnya Ahmad dhani siapa? Bukankah dia seorang sipil dan musisi yang ikut-ikutan kedunia politik yang notabennya masih dibawah kelas Rachmawati dan Lily Wahid?
Apakah ada yang mengancam mereka sehingga keselamatannya perlu dijaga oleh seorang Ahmad dhani?
Siapa yang mau ancam mereka? Bukankah Sri Bintang Pamungkas dan Cs yang mengancam dengan melalui poin-poin berikut :
1. Menyatakan berlakunya kembali Undang-Undang Dasar 1945 Asli diseluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Mencabut Mandat Presiden dan Wakil Presiden RI yang sekarang,masing-masing dijabat oleh Joko Widodo dan Jusuf Kalla
3. Mengangkat Penjabat Presiden Republik Indonesia yang baru, yang sekaligus menjadi Ketua Presidium Republik Indonesia dengan wewenang menyusun Pemerintah Transisi Republik Indonesia
Justru Negara ini terancam dengan poin diatas.
Sebelum menjadi tersangka, pernyataan-pernyataan para tersangka dugaan “Makar” begitu lantang, keras, tajam dan kejam.
Setelah menjadi tersangka, ramai-ramai membantah tidak melakukan makar, apakah mereka berubah menjadi ciut dan takut?
Sebagian contoh kecil alibi diatas sudah terlambat dan percuma karena Polisi sudah memiliki banyak bukti dugaan “Makar” berupa video, foto, ditambah dugaan transfer dana dan bukti lain.
Siapa yang akan menyusul menjadi tersangka lagi? Apakah Rizieq FPI ikut menyusul dengan alibi yang dibangun "Kami sepakat bahwasanya, jika ada gerakan 2 Desember di luar kesepakatan yang sudah dibuat, maka kami nyatakan bukan bagian dari aksi bela Islam III,"
Keakraban yang sangat indah dan menyejukkan diantara mereka.
Lebih baik para tersangka dugaan “Makar” mempersiapkan diri beralibi di pengadilan agar kesaksiannya sinkron dengan kesaksian satu dengan kesaksian yang lain.
Bagi penggemar sinetron “Pengadilan Makar” siapkan bekal untuk tertawa, siapa tahu ada tersangka kepleset lidah mengucap “Makar” menjadi “Dzakar”.
EmoticonEmoticon