Buni Yuni, nama Buni Yani meroket dan menjadi buah bibir belakangan ini. Tanpa harus latihan acting ataupun seni peran, Buni Yuni telah menaikan namanya menjadi populer dengan segala studi akademiknya sekaligus “kedunguannya”. Karena manusia selain pintar juga dungu, tergantung beratnya yang mana.
Saya pernah menyajikan dan menuliskan mengenai golongan terpelajar di seword.com yang terjebak dalam persoalan-persoalan dengan perdebatan kurang begitu essensial belakangan ini. Bahkan golongan terpelajar tidak dapat dibedakan lagi dengan “awam” dewasa ini. Dimana seharusnya golongan terpelajar dengan akademiknya harus lebih objektif, ilmiah, dan peka serta sadar akan eksitensinya apalagi jika bica soal “moral”.
Indonesia telah mengenal Buni Yuni lantaran karena telah membuat sumbu yang mau dibakar menjadi cepat terbakar dan membesar. Ia (Buni) sudah disebut telah melakukan tindakan yang melanggar Undang-undang ITE, karena dengan sengaja dan sadar meng-upload dan share video tentang Ahok saat di Kepulauan seribu. Dimana video yang ia unggah tidak sesuai dengan durasi aslinya dan sudah diediting yang kemudian sedemikian rupa dibuat berkesan provokatif.
Jelas yang sudah dilakukan Buni Yuni, membuat persoalan semakin besar, karena masyarakat disugukan dengsn sesuatu yang tidak sesuai fakta pada realitanya di kepulauan seribu yang dilakukan oleh calon gubernur non-aktif DKI Ahok.
Lebih ironis lagi, ketika Novel (24/11/2016) yang lalu mengatakan bahwa “(penetapan tersangka) itu keliru sekali. Buni Yuni kan hanya meng-upload dan share, tidak ada yang aneh”
Bagaimana tidak ada yang aneh? Sudah jelas sekali apa yang di upload telah memancing emosional warga, bahkan yang dilakukan Buni Yani sudah jelas diediting dan tidak sesuai durasi aslinya pada kenyataan yang terjadi di kepulauan seribu. Oke, jika ini tidak aneh, mungkin yang dilakukan Buni Yani lebih tepat disebut menyebarkan informasi “menyesatkan” sekaligus pencemaran nama baik.
Kombes Agus menjelaskan “bukti lampiran 41 obrolan Buni dengan teman facebooknya atas status Buni Yani telah memenuhi unsur kesengajaan dalam menyebarkan informasi yang diduga bermuatan kebencian dan SARA”
Penyidik Polda menjerat Buni dengan pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Dalam hal ini Buni Yani mengajukan praperadilan atas status tersangka yang menimpa dirinya. Dan ini berbeda dengan Ahok yang justru berani dan siap menghadapi proses hukum yang berlangsung.
Buni Yani sudah ditetapkan sebagai tersangka beberapa waktu yang lalu dan tentunya juga akan menghadapi proses peradilan. Sedih sekali nasin Buni Yani, dimana ia sudah berkontribusi dalam yang terjadi belakangan ini untuk menginginkan Ahok ditahan yang membuahkan mobilisasi massa, tetapi disaat Buni terjerat proses hukum, tak ada yang demo gede-gedean buat mendukung membebaskan dia. Sementara Buni sendiri sudah tampak seperti merengek-rengek di akun medsos pribadinya. Begitulah nasib pion dalam papan catur, selalu didepan dan dikorbankan. Seharusnya hal ini dapat mewaraskan kita tentang kasus “penista”. Bahwa hal ini bukan murni agama.
Ormas seperti FPI yang menyebut diri sebagai Front Pembela belum terlihat tindakannya untuk memobilisasi massa buat membela Buni seperti yang dilakukan terhadap Ahok. Malah terus menyibukan diri untuk memprovokasi umat agar Ahok ditahan dan mundur dari Pilgub.
Duhhh Buni Yani, begitulah nasibmu. Entah apakah dirimu ini sadar akan hal itu, dan rengekanmu seperti tak diperdulikan, kata akademik dan terpelajar yang ada didirimu juga tercoreng, memang tak layak untuk dirimu, dan hampir semua menganggapmu dungu. Memang demikianlah “kedunguan” yang dipelihara, sangat mudah dijadikan tumbal.
Disisi lain kejahatan yang teroganisir selalu senantiasa menggunakan berbagai jalan. Jadi nanti dulu kita membahas hal mengenai isu “penista” ini jauh-jauh dengan segala tafsir ataupun keilmiahan, jika bisa dijawab dengan logis dan sederhana. Orang biasa aja mengganggap FPI barbar dan menganggap Buni jelas menyebarkan informasi “meyesatkan”, apalagi jika orang yang ilmu agamanya sudah mempuni dan luas pasti sudah lebih paham siapa yang “penista” sebenarnya.
Buni oh Buni dirimu seperti tampak bunuh diri, kini siapa yang perduli. Kenapa dirimu tidak menyerukan agar FPI ataupun massa aksi tempo hari yang selalu sakit hati, untuk demo membelamu. Dan kini dirimu dibiarkan sendiri. Buni “selamat menikmati” api yang kau nyalakan sendiri. Kini teman-temanmu lagi sibuk bicara tentang boikot sari roti, ketimbang menyadari diri. Itulah “agama” yang kalian bela hingga lupa diri dan kedunguan menjadi abadi.
Bagaimana mungkin jika golongan terpelajar ataupun menyebut diri sebagai pembela bisa dikatakan waras KALAU ilmu yang dipakai “ontalektual dan sapilogi”
Jumat, 16 Desember 2016
Aduhh Buni Yuni, Gak Ada Demo Besar Buat Membelamu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon