Jumat, 09 Maret 2018

Astaga, Sandiaga Salahkan Media Massa/Netizen Dalam Kesalahan Penataan Tanah Abang

Tags




Penataan kawasan Tanah Abang dari awalnya memang sudah mendapatkan kritik karena banyak menimbulkan masalah. Yang pasti pengalihan fungsi trotoar dan jalan sudah melanggar Undang Undang. Belum lagi menghalangi jalan keluar masuk ke rumah-rumah warga setempat dan aktivitas bongkar muat usaha-usaha ekspedisi di sana. Belum lagi menurunnya penghasilan para sopir angkot trayek area itu. Belum lagi membawa ketidakadilan yang dirasakan oleh para pedagang yang sudah pindah ke dalam gedung pasar, di mana pembeli potensial mereka sudah keduluan diambil oleh para PKL yang menempati trotoar. Belum lagi hak pejalan kaki yang dipaksakan untuk diambil demi keberpihakan pada PKL.

Akhirnya sekarang, seperti yang dilansir oleh detik.com, Wakil Gubernur DKI Jakarta sudah mengakui bahwa penataan kawasan Tanah Abang pada tahap pertama dilakukan secara terburu-buru dan kurang sosialisasi. Dia mengatakan penataan ke depan akan didasarkan pada rekomendasi hasil survei. Selagi mengakui hal tersebut, Sandiaga juga menyalahkan media massa dan netizen atas terburu-burunya penataan dan kurangnya koordinasi dengan pihak kepolisian dan pihak terkait lainnya.

"Kita didorong-dorong sama kalian kan, didorong-dorong sama netizen. Akhirnya buru-buru kita belum tersosialisasi yang cukup. Akhirnya belum sempat komunikasi dengan Pak Halim (Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Halim Pagarra), belum komunikasi dengan instansi terkait dengan koalisi pejalan kaki. Ini yang kita nanti akan ngomong dulu," tutur Sandiaga.

Yeeee… Maksudnya gara-gara kita mereka mengambil keputusan seperti itu? Memangnya pengambilan keputusan itu nggak pake mikir dulu? Ok, saya akan ngomong serius.

Ada 2 hal yang salah pada pernyataan Sandiaga di atas. Pertama, soal kapabilitas dan kredibilitas sebagai kepala daerah, ibu kota negara pula. Apakah proses pengambilan keputusan seorang kepala daerah, dalam hal ini Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, itu semata-mata atas dorongan media massa dan netizen? Tanpa kajian yang layak, alias tanya sana sini ke pihak-pihak terkait? Pengambilan keputusan macam apa itu? Bagaimana bisa menjalankan tugas sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, kalau caranya mengambil keputusan tergantung dari dorongan media massa dan netizen. Dan bagaimana pula dengan keputusan-keputusan lain yang sudah diambil, apakah sama kondisinya dengan yang ini? Kalau iya, so warga DKI Jakarta, anda bertumpu pada tangan-tangan yang keliru sekali.

Kedua, soal akuntabilitas. Jadi kalau suatu keputusan terbukti salah di kemudian hari, apakah anda akan selalu menudingkan tangan ke orang lain untuk dijadikan kambing hitam, dalam kasus ini media massa dan netizen? Dalam sebuah organisasi, ini adalah perilaku yang tidak benar dan tidak layak, bos. Di mana akuntabilitas anda? Kan anda yang mengambil keputusan, bukan media massa maupun netizen. Konsisten dong, bertanggung jawab terhadap keputusan yang diambil, benar maupun salah. Kalau salah, ya cari solusi untuk memperbaikinya. Belajar untuk minta maaf kepada warga yang ketimpa musibah gara-gara keputusan anda itu. Ini namanya pemimpin sejati, pemimpin rakyat.

Asli, saya benar-benar takjub, bisa-bisanya membuat pernyataan demikian kepada media. Saya sangsi apakah media massa dan netizen masih punya rasa hormat kepada mereka berdua sesudah pernyataan ini. Atau memang sudah diantisipasi bahwa mereka pasti akan ngomong gitu? Mengakui salah tapi menyalahkan orang lain? Wow, saya kasihan sama warga DKI Jakarta. Punya sih yang namanya pemimpin daerah tapi tidak bisa menunjukkan kepemimpinan yang baik dan benar, yang kredibel, capable dan akuntabel.

Tetapi, maaf, di dalam hati ada sebersit rasa “nyukurin” sama JKT58.

(Sekian)




Artikel Terkait


EmoticonEmoticon