TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Dewan Syuro DPD Front Pembela Islam (FPI) DKI Jakarta Novel Bamukmin menilai sidang perdana dugaan penistaan agama berbau politik.
Menurutnya, Ahok dalam persidangan justru menyempatkan diri untuk menyampaikan program kerjanya.
"Siang tadi hanyalah sebagai ajang kampanye dan ajang curhat (curahan hati, red). Sehingga mereka bikin tuduhan lagi kepada umat Islam dan ulama bahwa umat Islam yang bersikap dan turun ke jalan adalah untuk menjegal karier politik Ahok," kata Novel saat dihubungi, Jakarta, Selasa (13/12/2016).
Novel melanjutkan, sidang tersebut juga sarat dengan kepentingan politik, padahal ormas Islam hanya menginginkan sidang berjalan dengan undang-undang yang berlaku.
Ia juga menduga kemungkinan besar Ahok bebas lantaran dakwaan jaksa dianggap tidak berat.
"Dakwaan jaksa sudah betul bahkan cenderung lemah. Padahal masalah politik adalah ketika Ahok sampaikan belum ditetapkan sebagai calon gubernur DKI Jakarta," kata Novel.
Seperti diketahui, Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), menjalani sidang perdana kasus dugaan penodaan agama yang didakwakan kepadanya di Pengadilan Negeri Jakarta Utara yang digelar di bekas gedung PN Jakarta Pusat di Jalan Gajah Mada, Selasa (13/12/2016).
Dalam nota keberatannya, Ahok memaparkan sejumlah kebijakannya yang menguntungkan bagi umat Islam.
Sebelum menjadi pejabat, Ahok mengaku sering menyisihkan penghasilannya untuk pembangunan masjid di Belitung Timur.
"Dan kebiasaan ini, tetap saya teruskan saat saya menjabat sebagai anggota DPRD tingkat II Belitung Timur, dan kemudian sebagai Bupati Belitung Timur. Saya sudah menerapkan banyak program membangun masjid, musala dan surau. Bahkan merencanakan membangun pesantren, dengan beberapa kiai dari Jawa Timur," kata Ahok dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rabu (13/12/2016).
Ahok menjadi terdakwa kasus dugaan penodaan agama. Meski tidak beragama Islam, Ahok mengaku selalu membayar zakat, yakni dengan menyisihkan 2,5 persen penghasilan untuk sedekah.
Ahok juga menyerahkan hewan kurban atau bantuan daging untuk Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha.
Di samping itu, setelah menjadi pejabat, Ahok mengeluarkan kebijakan untuk menggaji guru-guru pengajian, dan memberangkatkan haji penjaga masjid/musala (marbut atau muazin) serta penjaga makam.
"Hal-hal yang telah saya lakukan di Belitung Timur, saat menjabat sebagai bupati, saya teruskan ketika tidak menjadi bupati lagi, sampai menjadi anggota DPR RI daerah pemilihan (dapil) Bangka Belitung, sebagai wakil gubernur dan juga, sebagai gubernur DKI Jakarta saat ini pun tetap saya lakukan," ujar Ahok.
Ahok juga mengatakan bahwa ia membuat kebijakan yang memulangkan PNS dan pegawai pada pukul 14.00 saat bulan Ramadhan.
Selain itu, dalam eksepsinya, Ahok menyebut ingin melihat Balai Kota DKI Jakarta memiliki masjid yang megah. Oleh karena itu, ia membangun Masjid Fatahillah di Balai Kota.
Selain di Balai Kota, Ahok mengaku membangun masjid di setiap rusun yang didirikannya, salah satunya di Rusun Daan Mogot.
Ada masjid seluas 20.000 meter persegi yang disebutnya mampu menampung semua umat Muslim yang tinggal di Rusun Daan Mogot.
Ahok ingin menjadikan masjid tersebut sebagai salah satu masjid raya di Jakarta. Ahok menyatakan, ia akan terus membangun masjid raya di setiap rusun.
Dalam pertemuan-pertemuan dengan tokoh Islam maupun pengurus Dewan Masjid Indonesia di Balai Kota, Ahok mengaku sering menyampaikan kebijakannya untuk membeli lahan di sekitar masjid demi perluasan masjid.
Kata Ahok, di bawah kepemimpinannya, para marbut dan penjaga makam juga diumrahkan oleh Pemprov DKI Jakarta. Para PNS juga dijadikan pendamping haji kloter DKI Jakarta.
"Saya berharap bisa melaksanakan amanah orangtua dan orang tua angkat saya untuk melanjutkan tugas saya sebagai gubernur di periode yang akan datang, sehingga cita-cita saya untuk memakmurkan umat Islam di Jakarta dapat terwujud," kata Ahok.(Nibras Nada Nailufar/Kompas.com)
EmoticonEmoticon