Sumpeh loe? Gak yakin saya!
Tapi begitulah hasil survey yang dirilis lembaga survey LSI Denny JA hari ini (14/12/16) “Sekitar 60,3 persen warga Jakarta ingin gubernur baru”. Benarkah demikian?
Saya sendiri menyangsikan survey itu.
Seperti kita ketahui saat ini Gubernur non aktif DKI, Basuki Tjahaja Purnama sedang terbelit kasus yang “diada-adakan”. Kasus “gorengan” yang sialnya sedikit banyaknya mempengaruhi sudut pandang dan prasangka orang Jakarta terutama yang belum melek internet, yang cuma mendengar dari kanan kiri dan percaya begitu saja tiupan angin orang-orang yang “menggoreng” nya tanpa mau mencari tau kebenarannya seperti apa.
Warga yang polos dan lugu akan percaya begitu saja bahwa Ahok menista agama. Apalagi bila yang menyampaikan berita tersebut adalah orang yang mereka percaya tidak akan berbohong. Anak mereka misalnya atau orang yang dituakan atau dihormati dikampung mereka.
Saya jadi teringat dengan adegan FTV yang saya tonton sambi lalu, adegannya menceritakan ada fitnahan yang menyebar begitu cepatnya disebuah kampung, dari ibu-ibu yang kasak kusuk saat belanja sayur, juga bapak-bapak yang ngerumpi sambil ngopi di sore hari.
Persis seperti kasus Ahok, tersebar sangat cepat apalagi ditambah berita ditelevisi dan demo yang berjilid itu. Siapapun yang malas mencari kebenaran dari kasus ini pasti dengan mudahnya berkata “kurang ajar, dia sudah menista agama!”.
Belum lagi dengan kaum sumbu pendek, yang mudah sekali langsung meledak. Sekali kena api, wuss jegerr meledak. Persis seperti sumbu yang pendek.
Tanpa ba bi bu, mereka akan berkeyakinan Ahok salah, menista agama. Tuh salah satu contohnya. Pak Naman Sanip yang sekarang jadi tersangka.
Naman Sanip. Sumbu pendek korban adu domba gaya Inlander
Kasihan juga si bapak ini. Katanya Ia seorang ustad dan penjual bubur. Dihari yang naas itu, Ia yang katanya sedang berjualan bubur spontan meninggalkan dagangannya dan mengejar rombongan Wagub Djarot yang akan kampanye, tujuannya untuk memprotes Ahok karna menista agama. Ia kira yang datang Ahok, ternyata Djarot. Ini kayak kecele 2 kali jadinya. Sudah salah mengira Ahok menista agama, salah pula ia mengira Ahok yang datang. Pusing saya.
Orang-orang seperti Pak Naman ini buanyak banget. Sepertinya mereka tidak mampu bersaing dengan jaman yang sekarang sudah dipenuhi orang-orang yang “tidak waras” yang parahnya menarik-narik mereka yang lugu agar ikut menjadi tidak waras juga seperti mereka.
Bagaimana bila Pak Naman bersumbu panjang? Ia tidak termakan adu domba Inlander. Ia tidak perlu menghabiskan waktu mengurus dan memikirkan kasusnya. Hidup tenang bersama keluarga.
Bila sudah begini siapa yang dirugikan? Pastinya bukan si pengadu domba itu, mereka masih bebas tertawa dan menghembuskan angin kemana-mana. Pedulikah mereka dengan nasib Pak Naman? Tentu tidak.. miris sekali..
Kalau begitu masih ada yang mau menjadi si sumbu pendek? Karna antara lugu dan bodoh itu cuma tersekat benang super tipis. Yang cuma bisa dilihat pakai mikroskop kalau kata pembaca saya.
Rumah Lembang yang selalu penuh
Dukungan di Rumah Lembang
Masih gak yakin rakyat Jakarta mau gubernur baru? Ya nggak lah!
Lihat saja ke Rumah Lembang, tiap saat Ahok atau Djarot ada disana, itu tempat selalu penuh sama warga. Jangankan orang Jakarta, orang luar kota saja ikut kesana kok!
Coba cari calon mana yang diam ditempat tapi masih tetap dikerubuti warganya? Cuma Ahok!
Sepertinya hal ini akan menjadi trendsetter baru bagi kepala daerah yang berhasil membenahi daerahnya. Tak perlu capek keliling kampung jualan janji. Tinggal duduk manis dan warga antre buat bertemu, selfi, menyampaikan dukungan, curhat, bahkan berdonasi. Hampir setiap hari. Cool!
Saya gak yakin kalau calon lain melakukan kampanye seperti Ahok dan Rumah Lembangnya itu bisa sukses, tidak mudah menarik orang dengan sukarela datang kerumah kita tanpa embel-embel. Kecuali kita sudah melakukan banyak hal untuk kebaikan mereka. Itu sudah.
Makan berbayar
Bagaimana dengan makan berbayar? Seperti yang pernah saya tulis disini: https://seword.com/politik/kampanye-ala-ahok-mau-dinner-bareng-bayar-2-juta/
Cuman dinner bareng saja per orang mesti keluar duit 2juta. Padahal kalau buat dipake dinner bareng keluarga kecil bisa makan sampe muntah dihotel berbintang.
Hebatnya banyak tuh yang mau bayar bahkan sampe 40jt/orang. Demi dinner dan selfi bareng Ahok. Tentu juga demi kelanjutan pembangunan Jakarta yang sudah mulai lebih bermartabat belakangan ini.
Kabar terbaru, panitia mengumpulkan donasi sebanyak 1.5M saat dinner with Ahok digelar malam tadi, jauh melebihi target yang hanya 500juta rupiah. Memang bukti kerja nyata tidak bisa mengalahkan “tiupan angin”.
Skateboarder ingin merayakan peresmian RPTRA Kalijodo bersama Ahok
Skatepark bertaraf internasional di RPTRA Kalijodo
Masih ingat Kalijodo? Tempat prostitusi peninggalan penjajah? Yang puluhan tahun “hidup” berdampingan bersama umat “beragama”. Yang bahkan kaum sesapian dan yang secingkrangan dengannya saja, yang doyan banget teriak “kafir kafir kafir” itu tidak terusik melihatnya.
Puluhan tahun berdiri klub-klub malam dan warung remang-remang yang menyediakan jasa titik-titik disamping rumah warga yang temboknya berdempetan dengan kamar anak usia sekolah, yang kalau malam hingar bingar.
Saya pernah membaca ada seorang kakek yang rutin mendatangi Kalijodo setiap malam setiap hari tanpa kecuali. Mungkin si kakek belum merasa “hidup” bila belum berkunjung ke Kalijodo sekali saja dalam sehari karna kabarnya Ia bisa bolak-balik datang dan pergi sampai 3kali dalam sehari. Sudah seperti minum obat. Pun sering dicari anak cucunya disuruh pulang kerumah. Bila si kakek menghilang carilah di Kalijodo pasti ketemu.
Tempat yang begitu-begitu ndak ada yang demo. Heran saya, padahal jelas-jelas didepan mata dan merusak otak anak-anak kampung sekitarnya.
Dibawah tangan “dingin” Ahok, Kalijodo berubah. Drastis! Jadi cantik dan membanggakan.
Saking bangga dan senangnya Para skateboarder ingin merayakan peresmian RPTRA Kalijodo bersama sang Gubernur. Mereka hanya ingin berterima kasih dan tidak ada alasan politis terkait Pilkada. Karena pada masa kepimpinan Ahok, mimpi mereka untuk memiliki Skatepark Publik bisa terwujud.
Menurut mereka, Sakteboarder dari kota lain merasa iri karna kini Jakarta memiliki Skatepark sendiri. Berstandar internasional lagi!
“Semoga RPTRA Kalijodo cepat selesai supaya warga senang” ucap salah seorang warga.
Perubahan yang dirasakan warga
Bukan saja warga Jakarta yang mengakui perubahan positif di kepemimpinan Ahok-Djarot. Warga luar kota pun mengakuinya.
Jujur saja, saya sedikit bangga dengan kebersihan dan mulai menghilangnya kekumuhan di Jakarta. Dulu, Jakarta itu identik dengan semua yang buruk-buruk. Banjir, macet, kumuh, kotor, tidak aman dan masih banyak lagi.
Kalau lewat tempat kumuh di Jakarta saya suka malu sendiri. “Apa kata orang-orang luar negri ya?”
Kalau mau dibandingkan dengan Singapura jauh sekali.. karna harga tanah yang setinggi langit, penduduk Singapura kebanyakan hanya mampu membeli apartemen. Apartemen dimana-mana, mayoritas warga ditampung disana. Hampir tidak ada tempat kumuh di Singapura, bahkan sampai ke pelosok dan perbatasannya.
Mau bandingkan dengan Kuala Lumpur di Malaysia? Percaya atau tidak, disana pun pemerintah menampung banyak warga di apartemen. Tidak ditemukan pemukiman dibantaran sungai.
Apalagi Malaysia berusaha selalu mengejar Singapura, walaupun kemelut dalam negri hampir sama dengan Indonesia, tapi orang-orang disana masih lebih waras karna masih ingat untuk mengejar ketertinggalan.
Jakarta kapan? Jakarta saat ini sedang menuju perbaikan dan akan terus berubah maju bila pembanguan tetap dilanjutkan gubernur yang sama.
Bagaimana bila ganti gubernur? Gak yakin saya pembangunan akan se massif ini. Warga Jakarta, perubahan baik apa yang kalian rasakan dikepemimpinan Pak Ahok-Djarot? Benarkah kalian ingin gubernur baru?
Pilih Gubernur kok coba-coba!
Kemarin malam saya nonton debat Cagub di Net TV. Saat itu yang hadir cuma dua orang saja karna si anak Pepo absen lagi. Entah kemana.
Dari penjelasan keduanya sangat terlihat jelas mana yang sudah tau “medan” dan solusinya, mana yang masih seperti text book dan meraba-raba. Mana yang sudah mengerjakan dan mana yang masih menjanjikan.
Jadi warga Jakarta, apakah benar kalian mau gubernur baru? Gubernur yang masih coba-coba? Semoga tidak yaa..
Kamis, 15 Desember 2016
Benarkah Warga Jakarta Menginginkan Gubernur Baru?
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
EmoticonEmoticon