Jumat, 02 Februari 2018

Mengapa Nama SBY Dikaitkan dengan Kasus E- KTP? Simak Alasannya...

Tags





Dugaan korupsi pengadaan e-ktp boleh disebut sebagai skandal korupsi besar yang terjadi di republik ini. Diduga terjadi kerugian negara sekitar Rp.2,6 Triliun. Lebih dahsyat lagi kerugian negara itu telah diskenariokan sejak awal sehingga sejumlah dana tersebut mengalir dengan mulus ke kocek para anggota/ mantan anggota DPR RI dan sejumlah pejabat di Kemendagri.

Pengadaan e ktp yang dananya bersumber dari APBN itu senilai Rp.5,9 Triliun dan 51% dari anggaran tersebut digunakan untuk pengadaan e-ktp sedangkan 49 % dibagi habis oleh para anggota/ mantan anggota,pejabat Kemendagri dan pengusaha. Nama nama penerima dana itu telah diungkapkan oleh Jaksa KPK dalam dakwaannya pada Pengadilan Tipikor,9 Maret 2017. Kita tentu masih mengingat nama nama yang disebut pada dakwaan jaksa itu.

Diantara nama nama yang diungkapkan tidak ada disebut sebut nama Susilo Bambang Yudhoyono. Seperti diketahui sumber dana pengadaan e ktp tersebut dibebankan pada APBN 2011.Hal ini berarti pengadaannya terjadi pada masa pemerintahan SBY dengan Mendagri nya Gamawan Fauzi. Nama SBY dimunculkan oleh Mirwan Amir pada sidang pengadilan tipikor ,Kamis ,25 Januari 2018. Saat itu Marwan ,mantan politisi Partai Demokrat itu menjadi saksi untuk Setya Novanto.

Sebagaimana disarikan dari pemberitaan Kompas.com,31/1/2018,Marwan mengatakan pernah meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menghentikan proyek pengadaan KTP Elektronik ( e-KTP) .Namun permintaan itu ditolak. Menurut Marwan ,saat itu ia mendengar informasi dari pengusaha Yusnan Solihin bahwa ada masalah dalam pelaksanaan proyek e-ktp.

Informasi itu kemudian disampaikan kepada SBY saat ada kegiatan di kediaman SBY di Cikeas,Jawa Barat. Namun menurut mantan Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar ) DPR itu,SBY menolak menghentikan proyek e-ktp yang sedang berlangsung .Alasannya ,karena saat itu menjelang pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah.
Seperti diketahui dalam dakwaan Jaksa yang dibacakan di Pengadilan Tipikor ,Kamis ,9/3/2017, Mirwan Amir disebut menerima dana sebesar 1,2 juta dollar AS.

Berkaitan dengan keterangan Mirwan Amir tersebut banyak juga pihak yang meragukan keterangannya yang menyatakan pernah membicarakan hal tersebut dengan SBY. Kalau ditelisik ,muncul kesan seolah olah ,Mirwan ingin mengemukakan ,andainya SBY menghentikan proyek pengadaan e-ktp maka mega skandal korupsi itu tidak akan terjadi. Kalau dicermati sesungguhnya sudah lama ada keinginan agar setiap penduduk negeri ini punya Kartu Tanda Penduduk ( KTP) yang punya skala nasional.Artinya setiap orang hanya punya satu KTP .

Sebelumnya bisa terjadi seorang penduduk bisa mempunyai lebih dari satu KTP oleh karena tidak ada sistim nasional yang mengawasinya.
Sebelum berlakunya e-ktp ,seorang penduduk bisa punya ktp di beberapa daerah. Pada masa itu yang menerbitkan atau yang menanda tangani ktp berada di berbagai instansi sesuai kebijakan masing masing daerah.

Adakalanya di suatu daerah,yang menanda tangani ktp adalah camat sedangkan di daerah lain yang menanda tanganinya adalah Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Kemudian ktp yang diterbitkan di daerah daerah itu tidak terpantau secara nasional. Dengan e-ktp maka bisa dicegah seorang penduduk untuk memiliki ktp ganda.

Dengan e- ktp ,seorang penduduk telah punya NIK (Nomor Induk Kependudukan) yang terdiri dari 16 angka dan memuat berbagai informasi seperti wilayah penerbitan ktp,tanggal lahir,jenis kelamin dan sebagianya.Dengan demikian satu NIK hanya untuk satu orang dan tidak mungkin ada NIK yang sama untuk orang yang berbeda. Selanjutnya untuk menerbitkan e -ktp harus melalui serangkaian proses yang disebut dengan perekaman data e-ktp yang salah satu diantaranya adalah perekaman kornea mata melalui alat yang disediakan untuk itu.

Dengan proses yang demikian tidak mungkinlah satu orang penduduk punya ktp ganda. Kemudian didalam e- ktp itu sendiri ada chip yang juga memuat berbagai informasi tentang pemiliknya. Dengan kriteria yang demikian sesungguhnya e-ktp merupakan sesuatu yang memberi manfaat tidak hanya untuk pemilik nya tetapi juga untuk bidang bidang lainnya.

Andainya e-ktp yang demikianlah yang disediakan, tentu tidak ada alasan bagi Presiden SBY untuk menghentikan proyek tersebut. Bahwa ternyata kemudian pengadaan e- ktp menjelma menjadi mega skandal korupsi tentu tidak ada kaitannya dengan SBY sebagai presiden. Walaupun dakwaan jaksa menyebut telah terjadi kerugian negara sekitar Rp.2,6 T tetapi saya belum dapat gambaran bagaimana kerugian negara itu terjadi.

Dalam pengadaan barang dan jasa ,kerugian negara bisa terjadi karena berbagai hal. Pertama ,jumlah pengadaan riil barang lebih kecil dari yang tertera pada dokumen tender. Misalnya pada dokumen tender disebut 1.000 buah tetapi barang yang diadakan hanya 900 dan selisih 100 dikorupsikan.
Kedua,harganya di mark up.

Misalnya harga satuan yang normal adalah X rupiah tetapi harga pada tender dinaikkan menjadi X + 10 ,dan yang sepuluh inilah yang kemudian di bagi bagi.
Ketiga ,konten pengadaannya dikurangi. Misalnya dalam pengadaan e - ktp ,sebuah e-ktp ditenderkan dengan harga X rupiah lengkap dengan chip dan sebagainya.Tetapi ada konten yang dikurangi .

Misalnya chip tidak sesuai dengan ketentuan sedangkan harganya tetap seperti yang tertera pada dokumen tender. Hal hal tersebut mengisyaratkan bahwa keseluruhan proses tehnis pengadaan e-ktp itu berada ditangan pejabat yang berwenang untuk itu yakni pejabat di Kementerian Dalam Negeri dan hal tersebut bukanlah dalam lingkup pekerjaan seorang presiden.

Bahwa kemudian dakwaan jaksa menyebut banyak sekali anggota DPR RI yang terlibat dalam dugaan kasus korupsi itu antara lain Setnov maka kuat dugaan skenario korupsi itu di desain antara anggota parlemen dengan pejabat kemendagri. Karenanya tidak pada tempatnyalah mengaitkan SBY dengan kasus korupsi yang demikian.
Apalagi seperti yang diutarakan sebelumnya ,dalam dakwaan jaksa ,nama presiden ke -6 tersebut tidak ada disebut sebut.

Bahwa SBY menolak untuk menghentikan proyek pengadaan e-ktp bukan berarti ia terlibat dalam kasus itu.
Kita belum tahu apa alasan Mirwan Amir menyebut nama SBY dalam persidangan kasus korupsi itu. Mungkin ia bermaksud ingin menyeret presiden kelahiran Pacitan itu dalam kasus mega korupsi yang menjadi pembicaraan hangat itu.


Salam Persatuan!



Artikel Terkait


EmoticonEmoticon