Minggu, 12 Februari 2017

Akting FPI yang Sangat Memuakkan di Aksi 112




Melihat berita bahwa FPI memberi jalan pasangan yang hendak menikah di Katedral, bagi sebagain orang mungkin akan memberikan apresiasi positif kepada FP. Namun bagi saya, hal itu tidak lebih dari lelucon murahan. Beikut beritanya.

Toleransi ditunjukkan massa FPI peserta aksi 112. Pasangan yang hendak menuju Katedral untuk menikah diberi jalan. Tak hanya itu, pasangan itu juga dikawal bahkan dipayungi.

Seorang peserta aksi, Syarifudin, menuturkan pasangan yang hendak menikah itu awalnya terlihat berjalan pelan dari arah Lapangan Banteng menuju Katedral. Si pria mengenakan jas warna silver, sedangkan pengantin wanita mengenakan kebaya putih dengan rambut disanggul dan membawa bunga.

Tak lama kemudian, ada peserta aksi yang mendekati pasangan itu, menawarkan pengawalan hingga ke Katedral. Pasangan itu pun dikawal, bahkan dipayungi agar terlindung dari hujan.

“Banyak yang ngawal sampai mereka masuk ke Katedral, sampai tamu-tamunya juga dibantuin masuk ke dalam,” ujar Syarifudin yang ditemui di dekat Masjid Istiqlal, Sabtu (11/2/2017).

Peserta aksi 112 lain yang juga melihat peristiwa itu, Ilham, membenarkan cerita Syarifudin. Ilham menegaskan peristiwa itu adalah bukti toleransi umat Islam terhadap umat lain.

“Yang kita benci itu bukan agamanya, tapi orangnya. Kalau kita benci agamanya, nggak mungkin mereka (pengantin -red) kita kawal,” ujar Ilham.

https://news.detik.com/berita/d-3419794/massa-fpi-kawal-pasangan-yang-ingin-menikah-di-katedral

Ada beberapa poin yang akan saya bahas terkait apa yang dilakukan oleh FPI tidak lebih dari sandiwara murahan.

Pertama, FPI ingin melakuakan sesuatu yang bisa menjadi pembenaran bahwa aksi yang mereka lakukan adalah bermartabat dan tidak melanggar hukum. Mereka melihat peluang saat kebetulan ada pasangan non-muslim yang akan menjalankan pernikahan di Katedral. Mereka mencoba menunjukkan ke khayalak bahwa mereka juga sangat toleransi kepada umat non-muslim. Ini sesuatu yang tidak biasa dilakukan oleh FPI.

Mereka juga ingin mengambil hati masyarakat non-muslim bahwa mereka sangat toleransi terhadap non-muslim. Benarkah seperti itu?

Kita tentu ingat bagaimana mereka begitu membenci orang-orang non-muslim. Bagaimana mereka melakukan intimidasi melarang umat Islam memakai baju sinterklas dan mengucapkan selamat natal. Mereka juga melakukan sweeping jika ada umat Islam yang memakai atribut natal. Padahal memakai atribut natal tidak serta merta dikatakan telah murtad, namun ini hanya sebagai bentuk toleransi dan penghargaan terhadap sesama umat beragama.


Apakah ini bentuk toleransi? Ini bentuk kebencian yang nyata. Mereka terus mengusik orang-orang non-muslim di Indonesia.

Jadi apa yang mereka lakukan adalah sesuatu yang tidak biasa mereka lakukan. Sesuatu yang tidak biasa dilakukan namun tiba-tiba dilakukan pasti ada udang di balik batu. Mereka ingin memperbaiki citra mereka di khayalak dari ormas yang radikal berubah menjadi ormas yang toleran.

Kedua, mereka sering menghina Banser NU yang hobinya mengamankan gereja saat perayaan natal. Ketika mereka tiba-tiba sok menjadi pahlawan dengan mengawal pasangan non-muslim yang akan menikah, mereka sedang menjilat ludah sendiri. Mereka menghina Banser NU yang suka mengamankan gereja, namun mereka sendiri juga tiba-tiba sok akrab dengan non-muslim. Saya rasa hal ini memang sangat disengaja.

Ketiga, mereka mengatakan mereka membenci orangnya, bukan agamanya. Ini merupakan sindiran mengapa mereka melakukan aksi untuk menjegal Ahok. Ini pernyataan yang ambigu. Mereka sering membuat standar ganda.

Di satu sisi, mereka menggembor-gemborkan agar warga Jakarta tidak memilih Ahok karena umat Islam haram memilih pemimpin non-muslim. Harusnya kalau ucapan mereka konsisten bahwa yang mereka benci adalah perilakunya, bukan agamanya, saya kira tak ada masalah ketika ada non-muslim yang mencalonkan diri sebagai gubernur. Selain undang-undang juga menjamin haknya, larangan memilih pemimpin non-muslih masih debatabele. Tidak sedikit ahli tafsir yang sepakat dengan pendapat diperbolehkannya memilih pemimpin non-muslim.

Untuk menangkal argumen di atas, mereka menambahkan standar baru. Kemudian mereka membuat standar bahwa mereka bukan membenci agama Ahok tapi perilakunya. Padahal mereka sebelumnya menyatakan bahwa haram memilih pemimpin non-muslim secara mutlak tanpa embel-embel apa pun. Ketika faktanya banyak ahli tafsir yang tidak sepakat dengan pendapat mereka, mereka membuat standar tambahan bahwa Ahok tidak layak jadi Gubernur karena perilakunya buruk.

Gerakan mereka untuk menjegal Ahok sangat masif dan terencana. Ada kekuatan politik yang tidak ingin Ahok menjadi gubernur. Setelah mereka gagal menyerang agama Ahok, mereka membidik perilakunya. Perilaku Ahok mereka jadikan alasan untuk terus melakukan aksi-aksi untuk menjegal Ahok.

Alasan ini juga sebenarnya sangat mudah dibantah. Apakah perilaku Ahok buruk? Saya rasa warga asli Jakarta tidak sedikit yang telah merasakan bagaimana Ahok mampu memperbaiki kondisi Jakarta. Bahwa Ahok orangnya dinilai kurang sopan, bicaranya kasar, ceplas-ceplos, dan gampang marah saya rasa itu bagian dari kelemahan dia yang sangat wajar dan manusiawi. Rizieq Syihab yang katanya ulama juga memiliki gaya bicara yang kasar, mengintimidasi, lantang, dan sering melakukan penghinaan.

Kesimpulannya, aksi pengawalan FPI kepada pasangan non-muslim yang akan menikah tidak lebih sandiwara murahan dan pencitraan. Mereka ingin memperbaiki citra mereka yang sudah terlanjur buruk di mata masyarakat muslim, maupun non-muslim.

Mungkin seperti itu….



Artikel Terkait


EmoticonEmoticon