Kamis, 04 Januari 2018

Yang Harusnya Bubar Itu FPI, Bukan Badan SIber dan Sandi Nasional!

Tags






Untuk apa itu pernyataan hoax yang membangun. Yang namanya hoax adalah hoax. Besok kami minta bubarkan itu. Bukan berpihak kepada rakyat. Itu berpihak kepada penguasa, sebagai ajang mesin politik balas dendam. Kami punya suara (alumni) 212 7-8 juta orang. Itu adalah kekompakan di media sosial yang berhasil memenangkan pilkada. (Buktinya) Pilkada di Jakarta dan Banten.

Sumber gambar dan kutipan : https://www.viva.co.id/berita/nasional/993621-fpi-minta-badan-siber-dan-sandi-negara-dibubarkan?utm_source=dlvr.it&utm_medium=twitter


Membaca ini komentar saya :


Tumben FPI sadar kalau hoax adalah hoax. Pertanyaan saya, apakah simpatisan FPI sudah berhenti menyebarkan atau malah membuat hoax terutama mengenai Pemerintah?


Huooooo... Mau membubarkan Badan Siber dan Sandi Negara? Lau sokap alias situ siapa? Apakah FPI adalah Lembaga Tinggi Negara atau Presiden sehingga bisa mendorong agar lembaga seperti ini dibubarkan? Kebiasaan main hakim dan semaunya sendiri memang sepertinya sudah melekat erat dengan ormas satu ini.


Molaikkkkk.. Selalu polanya sama. Kalau ada kesempatan memojokkan Pemerintah pakem yang digunakan selalu "itu tidak berpihak ke rakyat, itu hanya untuk kepentingan penguasa, itu mau balas dendam". Balas dendam ke siapa? Ke FPI? Lah memang FPI pernah melakukan salah apa sehingga menimbulkan dendam Pemerintah?


Lagi-lagi membanggakan 7 juta alumni. Yakin jumlahnya 7 juta? Yakin tanpa supply nasi bungkus dari bohir mereka mau berkumpul sebanyak itu?

Kekompakan di media sosial sehingga menang di Pilgub DKI Jakarta dan Banten. Lho apakah ini pengakuan terselubung bahwa masifnya propaganda intoleransi dan aksi persekusi di media sosial serta beragam unggahan status penuh kebencian, meme yang sangat merendahkan, beragam hoax berisi fitnah adalah yang disebut kekompakan menurut FPI? Kalau iya, wah bangga sekali ternyata dengan apa yang dilakukan.

Saya pribadi kemarin memang menilai ucapan Kepala Badan Siber dan Sandi Negara, Djoko Setiadi tentang Hoax Membangun sangat rentan diplintir pihak-pihak yang memang menunggu keplesetnya Pemerintah. Lah saya sendiri juga agak merasa nggak paham kok dengan yang dimaksud "hoax membangun". Tapi kalau sampai ada pihak yang bersuara akan membubarkan Badan Siber dan Sandi Negara, apalagi yang ngomong FPI melalui Novel Bamukmin, maka yang seharusnya dibubarkan duluan itu justru FPI.

Berdasarkan Perpres Nomor 53 tahun 2017, BSSN didefinisikan sebagai lembaga pemerintah non-kementerian, yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden melalui menteri yang menyelenggarakan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian penyelenggaraan pemerintah di bidang politik, hukum, dan keamanan. Tugasnya adalah melaksanakan keamanan siber secara efektif dan efisien dengan memanfaatkan, mengembangkan, dan mengonsolidasikan semua unsur yang terkait dengan keamanan siber. BSSN juga menyelenggarakan fungsi: penyusunan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi kebijakan teknis di bidang identifikasi, deteksi, proteksi, penanggulangan, pemulihan, pemantauan, evaluasi, pengendalian proteksi e-commerce, persandian, penapisan (menyaring), diplomasi siber, sentra informasi, dukungan mitigasi, pemulihan penanggulangan, kerentanan, insiden dan/atau serangan siber.

Jadi ya memang BSSN ini tugasnya lebih dari sekedar mengurus hoax sekaligus juga menepis tudingan FPI melalui Novel bahwa BSSN digunakan sebagai alat untuk menyebarkan propaganda Pemerintah. Bukan seperti itu kerjanya. Ngurusi hoax itu bukan wilayah BSSN meski mungkin dalam tugasnya akan berurusan juga dengan itu. Tujuan besar BSSN nantinya dapat melihat hal-hal atau kewenangan yang sangat dibutuhkan dalam menjaga kedaulatan infrastruktur IT Indonesia.

Kasus yang ditangani BSSN misalnya jika ada indikasi kejahatan dengan pola scammer seperti yang terjadi di Nigeria. Lewat BSS, negara berusaha menjaga keamanan data masyarakat. Contoh lain misalnya bocornya surat elektronik beberapa politisi penting saat Pilpres AS lalu.

Harus saya akui langkah Presiden Joko Widodo ini cukup brilian. Kita memang harus melihat jauh ke depan. Ancaman kedaulatan negara ke depannya bukan lagi tentara negara lain yang datang dengan senjata terkokang seperti jaman penjajahan dulu. Nggak perlu kirim senjata tinggal mengoyak database keamanan negara maupun sistem IT saja sudah akan membuat negara lain kelimpungan. Karena sekarang perang bukan lagi soal mendapatkan rempah-rempah sebagai komoditas perdagangan.

Hal ini dipikirkan matang oleh Jokowi, namun sepertinya otaknya Novel nggak mikir sejauh itu.





Artikel Terkait


EmoticonEmoticon