Kamis, 09 Februari 2017

Ini Skenario Terselubung dan Jahat dalam Aksi 112






Kapolri Tito Karnavian telah berhasil menekuk FPI dan membuat FPI bertekuk lutut kepada Tito. Bertekuk lututnya FPI ini tak lepas dari peran Jokowi, yang melepaskan anak kesayangannya itu untuk melakukan manuver-manuver bebas jelang aksi 112 karena akan mengancam Pilkada DKI Jakarta, karena dilakukan di masa tenang. Masa tenang diisi dengan zikir dan tausiah. Tetapi terlepas dari manuver bebas Tito, Tito ternyata dipermainkan oleh penyelenggara dikarenakan zikir dan tausiah itu berabalut kepentingan politik pihak-pihak tertentu.

Zikir dan tausiah adalah kegiatan yang sangat mulai tetapi kegiatan keagamaan yang muli itu menjadi tercoreng dan terkotori dengan kepentingan-kepentingan politik yang dibungkus dalam kegiatan keagamaan. Ternyata, sekalipun rencana aksi long march telah dilarang ddan diubah menjadi zikir dan tausiah, ternyata itu tidak menyurutkan tujuan awalnya karena tetap saja kegiatan yang mulia tersebut dibungkus dengan kepentingan politik dalam Pilkada DKI.

Kegiatan keagamaan yang dibungkus dengan kepentingan politik tertentu itu terlihat dari ajakan penerapan Al-Maidah 51 dengan kata lain akan mengajak umat Islam yang hadir dalam zikir dan tausiah, yakni wajib memilih pemimpin muslim dan haram memilih pemimpin kafir. Jelas ajakan untuk tidak memilih pemimpin yang dianggap kafir adalah untuk menganggu Pilkada DKI Jakarta, mempengaruhi, mengoyang sekaligus mencuci otak para calon pemililih agar mengikuti ajakan sesuai dengan ajaran dalam agama Islam, khususnya umat yang hadir yang akan dicuci otaknya agar sebagai umat Muslim harus memegang teguh perintah dari Al-Qur’an, mengenai Al-Maidah 51, yang disampaikan dalam kegiatan keagamaan tersebut.

Mengapa otak para umat yang hadir akan dicuci? karena yang akan hadir dalam kegaiatan keagamaan semuanya orang-orang yang selama ini menentang keras dan melawan Ahok, yakni dari FPR dan GNPF MUI, termasuk Rizieq Shihab salah satunya yang hadir dalam kegiatan penuh politus tersebut, karena sudah bisa dipastikan Rizieq cs akan mencuci otak umat-umat yang hadir, karena sejalan dengan Rizieq pula lah yang menyebabkan Ahok terpaksa menjadi terdakwa, akibat aksi 411 dan 212. Dan skenario terselubung itu jelas diluar dugaan Tito dan Jokowi, karena yang diketahui keduanya, tidak ada menyinggung kewajiban memilih pemimpin muslim dan haram memilih pemimpin non muslim yang dianggap kafir oleh penyelenggara kegiatan keagamaan tersebut.

Cara yang digunakan penyelenggara kegiatan keagamaan berbaulut kepentingan politik yang jahat dan busuk serta licik ini memang cerdas, karena jika ajakan itu disampaikan dalam kegiatan keagamaan yang sepintas begitu mulia, tetapi tidak menjadi tidak mulia jika melihat skenario mengelorakan Al-Maidah dalam zikir dan tausiah tersebut.


Yang hadir akan tercuci otaknya karena akan diberikan penjelasan panjang lebar mengenai Al-Maidah 51, oleh kelompok-kelompok yang anti-intoleran, anti-pancasila dan anti-NKRI tersebut, dikarenakan niat dari penyelenggara keagamaan yang berdalih hanya berzikir dan bertausiah ternyata bukan zikir dan tausiah dalam arti sebenaranya tetapi ada penyelipan tujuan politiknya yakni untuk merusak kerukunan antar umat beragama, dan mengancam keutuhan NKRI, karena menyatakan pemimpin non-muslim kafir. Mengelorakan kata ‘’kafir’’ berarti mengancam rusaknya kerukunan antar umat beragama.

Karena yang dimainkan dalam kegiatan keagamaan dengan dalih hanya zikir dan tausiah, diskenariokan untuk meretakan hubungan antar umat beragama, karena jika dikatakan bahwa pemimpin non muslim kafir, itu artinya tidak hanya pemimpin non muslim saja , tetapi masyarakat yang tidak menganut agama Islam, dianggapnya kafir. Dan ini adalah skenario terselubung dan tidak diduga-duga, karena esuai rencana yang telah diketahui bersama, kegiatan keagmaaan hanya akan diisi dengan zikir dan tausiah tanpa harus mengelorakan penerapan Al-Maidah 51, yang ujungnya ingin mencuci otak agar tidak memilih Ahok. Sungguh acara berbalut keagamaan yang tidak tulus dan tidak suci.

Tentu kegiatan keagamaan berbalut kepentingan politik itu sudah begitu jahat dikarenakan itu disampaikan jelang pencoblosan Pilkada DKI 2017, menyampaikan penerapan Al-Maidah 51 dalam kegiatan keagamaan yang tujuannya tak lain dan tak bukan adalah hanya untuk membuat masyarakat terpengaruh dan dicuci otaknya, bahwa pemimpin non-muslim adalah kafir. Padahal penyebutan kafir terhadap non-muslim jelas termasuk penghinaan terhadap agama manapun termasuk Katholik, Kristen, Hindu, Buddha dan Konghucu. Dan penyelenggara kegaiatan keagamaan itu sama sekali tidak menghormati kebhinekaan.

Dan ajakan-ajakan agar mengelorakan penerapan Al-Maidah 51, menujukan bahwa kegiatan keagamaan pada 112, tidak murni dan tidak suci karena buka untuk berzikir dan bertausiah saja, tetapi untuk mengasut calon pemilih agar tidak memilih pemimpin non-muslim, Ahok,karena dianggapnya kafir.

Dan yang terlihat jelas kegiatan keagamaan itu jauh dari pancasila, jauh dari kebhinekaan, jauh dari toleransi, dengan kata lain ingin membenturkan agama yang satu dengan agama yang lainnya. Mengajak umat yang hadir agar tidak memilih pemimpin kafir, itu artinya penyelenggara secara terang-terangan ingin mendiskreditkan sekaligus membenturkan hubungan antar umat beragama, dan ini jelas sikap penyelenggara kegiatan keagamaan tersebut adalah menentang dengan begitu keras Pancasila dan UUD 1945, karena menganggap non-muslim ,kafir. Sungguh memperihatinkan.




Artikel Terkait


EmoticonEmoticon