Senin, 31 Juli 2017

SBY Tuding Pemerintah Salah Gunakan Kekuasaan, Jokowi: Sangat Berlebihan

Tags



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo menegaskan, saat ini pemerintahannya tidak memiliki kekuasaan yang mutlak atau absolut.

Hal ini disampaikan Jokowi menanggapi pertemuan antara Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang berlangsung di kediaman SBY, di Cikeas, Kamis (27/7/2017) malam.

Jokowi mengatakan, pertemuan antara ketua umum partai politik adalah hal yang sangat baik.

Namun, ia juga mengingatkan, sebagai bangsa, Indonesia sudah menyepakati secara demokratis untuk menyelesaikan setiap perbedaan dan setiap permasalahan dengan musyawarah dan mufakat.

"Dan perlu saya sampaikan bahwa saat ini tidak ada kekuasaan absolut, kekuasaan mutlak, kan ada pers, ada media, ada juga LSM, ada juga yang mengawasi di DPR," kata Jokowi saat dicegat wartawan usai menghadiri peluncuran program pendidikan vokasi dan industri, di Cikarang, Jumat (28/7/2017).

"Pengawasannya kan dari mana-mana, rakyat juga bisa mengawasi langsung," tambah Jokowi.

Jokowi mengingatkan bahwa undang-undang atau Perppu pun harus disepakati bersama antara pemerintah dan DPR.

Pemerintah tidak bisa menerbitkan UU atau Perppu seenaknya. Termasuk UU Pemilu yang diprotes oleh Partai Demokrat dan Gerindra, juga disetujui oleh mayoritas fraksi di DPR.

"Artinya sekarang tidak ada kekuasaan absolut, mutlak, dari mana? Enggak ada," ucap Kepala Negara.

Oleh karena itu, Jokowi menilai pernyataan SBY soal penyalahgunaan kekuasaan oleh pemerintah sangat berlebihan.

"Sangat berlebihan, apalagi setelah di dewan nanti ada proses lagi, kalau tidak setuju bisa ke MK, iya kan?" kata dia.

Jokowi mengingatkan Indonesia, selain sebagai negara demokrasi, juga adalah negara hukum. Jadi, jika ada yang tidak terima dengan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah, maka jalur hukum sangat terbuka.

"Kalau ada tambahan demo juga enggak apa-apa juga kan, tidak apa-apa, jadi jangan dibesar-besarkan hal yang sebetulnya tidak ada," kata Jokowi.

Dalam pertemuan SBY-Prabowo, kedua petinggi partai itu sepakat untuk bekerja sama mengawasi penguasa agar tidak melampaui batas.

"Saya harus sampaikan bahwa power must not go uncheck. Saya ulangi sekali lagi. Power must not go uncheck," kata SBY usai pertemuan tertutup dengan Prabowo di kediaman SBY, Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/7/2017).

"Artinya apa, kita, kami, harus memastikan bahwa penggunaan kekuasaan oleh para pemegang kekuasaan itu tidak melampui batas, sehingga cross the line (melewati batas), sehingga masuk yang disebut abuse of power (penyimpangan kekuasaan)," ujar Presiden keenam RI itu.



Minggu, 30 Juli 2017

HEBOH!!! Susi, Sri Mulyani, Dan Gatot Bungkam Prabowo, SBY, Dan JK. Simak Penjelasannya!!!!

Tags



Ribut abuse of power yang dilakukan SBY? Ini malah lebih segar lagi. Presiden Jokowi tengah disodori cawapres rahasia. Susi Pudjiastuti dan Jenderal Gatot Nurmantyo. Spanduk duet Jokowi-Gatot telah tersebar di jalan protokol Jakarta. Namun, satu lagi yang masih tersimpan dan akan muncul menjadi kejutan adalah munculnya si kuda putih Susi Pudjiastuti dan Sri Mulyani. Mengejutkan. Hal ini disebabkan Presiden Jokowi adalah seorang Maverick, yang tak bisa diduga langkah-langkahnya.

Presiden Jokowi kini mulai memerhitungkan gerakan politik Prabowo, SBY, JK dan Golkar. Elemen-elemen itu sangat memengaruhi peta politik dan bahkan para calon presiden. Perhitungan dukungan dan pengaruh menjadi salah satu kunci penentuan cawapres pendamping incumbent alias petahana.

Selain faktor tiga manusia di atas, selain sikap Golkar yang oportunis, tantangan yang dihadapi oleh Presiden Jokowi sungguh berat. Sebagian matriks kekuatan dan kelemahan menunjukkan posisi yang masih menguntungkan Presiden Jokowi.

Namun, catatan lain tentang peran para koruptor dan mafia yang mendanai gerakan politik dan kampanye seperti di 2014, keterlibatan bandar narkoba, dan tindakan teroris dan Islam radikal yang mengancam NKRI menjadi perhatian luar biasa. Sinergi kekuatan mereka sungguh besar dan memerlukan tindakan ekstra dari Presiden Jokowi dan para pendukunngnya untuk melawan.


Motivasi Prabowo, SBY, JK, dan Golkar Singkirkan Presiden Jokowi

Prabowo, SBY, Jusuf Kalla, dan Golkar memiliki motivasi khusus yang menarik untuk diperhatikan dan diwaspadai. Prabowo, yang merasa dirinya militer dan jenderal, padahal pecatan militer, memiliki motivasi masih ambisi dan penasaran kalah sama tukang mebel. Belum tuntas kalau dia belum jadi presiden, dengan harga apapun yang harus dibayar. Ingat Pilkada DKI Jakarta sebagai gambaran betapa ambisinya dipraktekkan.

SBY. Dia memiliki motivasi dendam masa lalu karena sadar selama 10 tahun tidak berguna sama sekali bagi bangsa selain proyek mangkrak. Ratusan proyek seperti Candi Hambalang, pelabuhan, listrik, jalan, jembatan, pada mangkrak.

Lebih jengkel lagi hanya 2,8 tahun, Presiden Jokowi mampu menyelesaikan proyek puluhan tahun. Pun Jokowi kalau dibiarkan dua periode maka akan menamatkan karir Agus, nasib anak mami Ibas yang disebut soal Hambalang, dan wajah kegagalan 10 tahun makin diungkap.

Makin lama memerintah, Presiden Jokowi akan makin memermalukan diri SBY. Hal yang sebenarnya kalau dia legowo dan tidak menjadi provokator, bisa membuat dirinya nyaman dan terhormat. Namun memang takdirnya dia bukan untuk dihormati dan dihargai.

Jusuf Kalla. Dia tetap masih berambisi berkuasa, untuk paling tidak keluarganya: Aksa Mahmud dan Erwin Aksa digadang melanjutkan kiprah politik. Bagi saudagar dan pentolan DMI dan HMI ini, politik adalah alat untuk kuat di bisnis dan sebaliknya. Dua kali menjabat sebagai wapres, kelakuannya nyaris sama: menelikung dan menusuk dari belakang. Buktinya adalah pilkada DKI Jakarta, sebagai orang Golkar dia malah mendukung Anies-Sandi, yang nota bene musuh Ahok dan Jokowi. Yang menyeramkan adalah dia melakukan pembiaran masjid digunakan sebagai tempat kempanye, ide keblinger Eep Saefullah Fattah.

Maka sejak awal memerintah Presiden Jokowi tidak memberikan kewenangan sama sekali buat JK. JK hanya sebagai ban serep sebenarnya, persis seperti masa para wapres eyang saya Presiden Soeharto. Ini yang kadang membuat dia marah dan blingsatan bermanuver di luar. Presiden Jokowi tahu dan paham cara menjinakkannya.

Golkar. Partai ini memiliki motivasi selalu menempel ke kekuasaan. Maka dalam mendukung Presiden Jokowi pun, dukungan Golkar adalah cara menyelamatkan diri dengan bermain di dua kaki. Secara formal mendukung Jokowi, namun ketika Jokowi kalah akan ditinggalkan.

Golkar hanya melakukan testing the water dan tidak 100% akan mendukung Jokowi di 2019. Jika ada perubahan politik, maka Golkar akan dengan ringan berpindah mendukung calon lain.

Untuk itu, maka Presiden Jokowi tidak main-main untuk bertindak tegas dengan menghantam dan menyingkirkan Setya Novanto. Ini langkah pengamanan mutlak agar sikap Golkar seperti di Pilkada DKI 2017 tidak terulang di 2019. Saat itu, Golkar resmi mendukung Ahok, namun dalam kenyataannya, Abu Rizal Bakrie dan semua sumber daya dan dana diarahkan ke Anies oleh Erwin dan Aksa Mahmud, orang JK dan Golkar.

Kerapuhan Prabowo

Prabowo sebenarnya terlalu dibesar-besarkan ketokohannya. Yang menyebutnya sebagai penantang terkuat Presiden Jokowi pun hanya survei yang menjangkau perkotaan. Yang di pedesaan terpecah menjadi dua. Melek politik dan apolitik.

Bukti rapuhnya Prabowo adalah selalu terbakar dalam setiap peristiwa politik. Dalam setiap kesempatan, jika kepentingannya terusik, maka muncul sikap aslinya: berteriak. Pun jika mengalami kebahagiaan,misalnya peristiwa kemenangan Anies-Sandi dianggap kemenangan besar dirinya. Padahal kemenangan di Pilkada DKI dilakukan dengan kampanye memecah-belah penuh SARA.

Kerapuhan itu muncul ketika Perppu ormas dan UU Pilpres yang merugikan skenario pencalonan pecah-belah melawan Presiden Jokowi gagal total. Rancangan awalnya jika presidential threshold NOL adalah Prabowo maju, Agus nyapres. Para pendampingnya cawapres bisa Gatot Nurmantyo, bisa Sohibul PKS. Bahkan skenario paling top adalah Prabowo-Agus, dan Gatot-Sohibul.

Dengan ketiga calon yakni, Jokowi, Prabowo, dan Agus, diharapkan terjadi peristiwa seperti Pilkada DKI. Cara dan metoda kampanye sama: SARA, memecah-belah, dan merusak kesatuan masyarakat. Itu demokrasi menurut SBY dan Prabowo.

Sebenarnya, Prabowo bukanlah seorang demokrat, bukan penganut demokrasi. Baginya, demokrasi adalah kemenangan dirinya, keuntungan buat dirinya, kebaikan buat dirinya, dukungan buat dirinya. Contoh yang menguntungkan adalah UU MD 3. Maka ketika proses di DPR kalah soal UU Pilpres 2019 nanti, serta-merta dia menyebut tidak demokratis, tidak mau terlibat, menyebutnya sebagai lelucon. Demokrasi banginya adalah ketika dia dan partainya menang di DPR dan pilkada atau pilpres.

Kerapuhan SBY

SBY. Nah manusia yang satu ini tidak perlu banyak diulas. Terpenting adalah manusia ini adalah sosok yang paling berbahaya bagi demokrasi di Indonesia. SBY inilah yang ingin pilgub dan pilkada kota dan kabupaten dipillih oleh para anggota DPRD. UU MD 3 juga rancangan dirinya. Pikiran dan otaknya kebanyakan hanya menghitung keuntungan bagi dirinya, untuk partainya, untuk golongannya, dan untuk keluarganya. Makanya Partai Demokrat dianggap sebagai perusahaan pribadinya.

Nah, sikap yang tidak jelas, peragu ini ditambah dengan karakter pengecutnya. Dia tidak berani menyebut nama biasanya. Beraninya menyindir. Tidak langsung menyebut Presiden Jokowi, misalnya dalam hal abuse of power. Dia menyebut pemerintah. Itu alat untuk ngeles.

Sikap itu masih ditambah lagi dengan culas dan tegaan. Keculasan SBY terbukti dengan memanfaatkan para orang di sekelilingnya untuk bekerja demi Demokrat. Mereka mengunpulkan uang untuk partai, membesarkan partai. Namun dengan teganya mereka dijebloskan ke bui.

Karenanya, dalam skenario SBY, Agus harus nyapres di 2019. Syaratnya UU Pilpres PT harus NOL. Soalnya partainya tidak bisa mengusung sendirian, harus berkoalisi. Dengan PAN berkoalisi tak sampai. Pupus sudah maju sendiri. Kecewa dan marah. Nuduh macem-macem.

Padahal sesuai rancangan mirip Pilkada DKI 2017, Gerindra dan Demokrat memajukan capres sendiri dulu. Putaran kedua mereka berkoalisi. Hingga akhirnya Jokowi kalah. Itu rancangan mereka. PT 20-25% maka plan A gagal total.

Kerapuhan Golkar

Golkar. Golkar memiliki kerapuhan karena dikuasai oleh Aburizal Bakrie dan Setya Novanto. ARB ini menggalang arah politik sendiri. Kekuatan Setya Novanto digerogoti. Sejatinya ARB tidak rela posisinya diambil olehnya. Hanya ada 2 orang berpengaruh di Golkar, selain ARB, Setya Novanto dan Jusuf Kalla. Sementara faksi lain dikuasai oleh Jenderal Luhut Pandjaitan yang mendukung Presiden Jokowi.

Golkar pecah menjadi (1) faksi ARB-JK, (2) faksi Setya Novanto, (3) faksi Muda dan LBP, membuat posisi Golkar sebenarnya sangat rapuh. Fakta ini memaksa bahwa dukungan Golkar tidak akan sepenuhnya membuat peta politik menguntungkan Presiden Jokowi. Hanya LBP saja yang bisa dipercaya sepenuhnya oleh Presiden Jokowi.

Susi Pudjiastuti, Sri Mulyani atau Gatot atau Moeldoko Cawapres Jokowi 2019

Melihat peta kekuatan politik di atas, sesungguhnya Presiden Jokowi hanya memerhitungkan dukungan pemilih dalam menentukan cawapresnya. Maka popularitas Presiden Jokowi dan hasil kinerja, serta strategi kampanye yang tepat sejak saat ini, akan menjadi penentu keputusan menunjuk cawapres.

Dalam pilpres yang serentak dengan pileg, maka hanya popularitas dan kinerja yang didukung oleh rakyat yang menentukan. Parpol akan sangat tergantung dengan lobby untuk menentukan capres kompromi – dengan tidak menunjuk orang partai. Maka pilihannya ada pada Presiden Jokowi.

Dilihat pertarungannya, maka pertimbagan militer menjadi menentukan. Jika rakyat menghendaki cawapres militer maka pilihan ada pada beberapa jenderal TNI. Jenderal Moeldoko dan Jenderal Gatot Nurmantyo. (Ini untuk mengimbangi gagah-gagahannya Prabowo yang sok ala militer padahal dia sudah dipecat dari militer. Agus pun bukan militer karena mengundurkan diri. Pangkat keduanya sudah dicopot.)

Pilihan Jenderal Moedoko dan Jenderal Gatot ini sekaligus sebagai pilihan cerdas memasang jerat. Jika Gatot maju bersama AHY, maka Moeldoko akan maju sebagai wapres Jokowi. Namun jika tidak, pilihan menjadi cair yakni Sri Mulyani atau Susi Pudjiastuti.

Memang dari sisi dukungan politik, Susi dan SMI tidak tampak nyata. Namun melihat catatan brilian dan kampanye yang tepat, pilihan Presiden Jokowi menunjuk Susi atau SMI akan menyulitkan serangan para lawan politik baik Prabowo, SBY, bahkan Golkar dan JK.


Ingat Presiden Jokowi adalah seorang maverick. He is a maverick yang susah ditebak insting politiknya yang luar biasa. Jadi Susi Pudjiastuti, Sri Mulyani Indrawati, Jenderal Gatot Nurmantyo, atau Jenderal Moeldoko bisa menghempaskan semua rancangan Prabowo, SBY, JK, dan Golkar. Salam bahagia ala saya.



Gara-Gara Ibu dan Adik Telat Check In, Oknum TNI Mengamuk Lalu Hajar Petugas Avsec Bandara Soekarno-Hatta

Tags



jpnn.com, TANGERANG - Seorang oknum anggota TNI AL memukul petugas Aviation Security (Avsec) di Terminal 2 F, Gate 4, Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (30/7) pagi.

Akibat tindakan itu, korban mengalami luka ringan di bagian bibirnya.

Menurut informasi yang diperoleh Indopos (Jawa Pos Group), peristiwa naahs tersebut terjadi ketika korban yang bernama Nur Fauzi sedang bertugas di bagian x-ray Terminal 2 F. Saat itu pelaku yang bernama Sertu MH sedang mengantar orang tua dan adik iparnya yang akan menggunakan pesawat Sriwijaya ke Jayapura.

Saat itu pelaku mengaku akan membantu orang tua dan adik iparnya itu untuk melakukan check-in. Namun pelaku dilarang masuk oleh korban dan diarahkan untuk minta izin ke officer in charge (OIC). Namun di sana, pihak OIC tidak memperkenankan pelaku untuk masuk menemani keluarganya.

Karena itu, pelaku yang berdinas di Koarmabar ini kembali mendatangi korban sambil menunjukkan kartu anggotanya. Akhirnya, Husein pun diperkenankan untuk masuk mengantar keluarganya. Hanya saja ketika pelaku berhasil masuk, petugas Sriwijaya Air menyatakan pihak keluarga sudah terlambat melakukan check-in dan akan diterbangkan dengan pesawat berikutnya namun harus membayar tambahan biaya sebesar Rp 9 juta.

Mendapat jawaban itu, pelaku tidak terima dan langsung mendatangi Nur Fauzi dan langsung memukulnya. ”Gara-gara sampeyan, keluarga saya terlambat berangkat!,” ujarnya. Merasa tidak bersalah kemudian korban mengatakan hal yang tidak mengenakan. ”Hal itu bukan urusan dirinya,” ucap Nur Fauzi.

Tanpa basa-basi lagi, oknum TNI AL itu langsung memukul korban dan tepat mengenai bibir hingga berdarah. Belum puas, pelaku kembali mengarahkan bogem mentahnya ke muka korban. Beruntung korban berhasil menangkis dan sejumlah rekan korban mencoba melerai pertengkaran itu.

”Petugas kami mengizinkan anggota TNI AL ini masuk ke arena check-in karena sudah menunjukan identitas. Memang masalahnya petugas kami jadi korban karena menegakan aturan,” terang Chief of OIC Bandara Soetta, Sugeng Haryadi kepada INDOPOS (Jawa Pos Group), kemarin (30/7).

Akibat peristiwa itu, keduanya segera dibawa ke Markas Avsec Bandara Soekarno-Hatta. Namun karena pelaku adalah anggota militer maka kasusnya langsung dilimpahkan Satpomgar TNI AL. (gin/cok)



Tamparan Keras Menteri Agama Lukman kepada Hidayat Nur Wahid yang Serang Jokowi Soal Dana Haji

Tags




Revolusi Mental Jokowi akhirnya merambah ke persoalan haji dan umroh. Jokowi melakukan gebrakan dengan sebuah rencana untuk mengalokasikan dana haji ke pembangunan infrastruktur. Jokowi melihat ada peluang memperoleh tambahan pendapatan begara dari pengelolaan haji dan umroh yang dilakukan oleh Kementerian Agama.

Gebrakan Jokowi tentu tidak asal dan sudah mempertimbangkan banyak hal. Terlebih, selama ini dana haji justru menjadi sasaran korupsi. Mantan Menteri Agama Suryadharma Ali termasuk orang yang melakukan korupsi dana haji. Untuk menghindari hal ini terjadi lagi, Jokowi memiliki pandangan agar dana haji dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur.

Seperti yang terjadi sebelumnya dimana apa yang coba Jokowi lakukan pasti akan mendapat respon negatif dari tokoh-tokoh partai oposisi. Rencana Jokowi ingin mangalokasikan dana haji untuk pembangunan pun tidak luput dari protes dari orang-orang yang sama dan itu-itu saja.


Hidayat Nur Wahid menjadi tokoh politik yang menolak dana haji digunakan untuk infrastrukur. Menurut dia, rencana tersebut menurut Hidayat sangat tidak tepat, sehingga seharusnya tidak dilaksanakan. Kata Hidayat, dana haji yang notabene milik umat, seharusnya digunakan untuk kepentingan umat seperti menjadikan ongkos haji semakin murah atau membantu mempermudah jamaah haji asal Indonesia dalam melaksanakan ibadah di Makkah.

Hidayat juga mengatakan penggunaan dana haji untuk investasi pembangunan infrastruktur, bisa menimbulkan keresahan. Apalagi, saat ini banyak kalangan umat Islam yang merasa dicederai aspirasinya dan tidak diakomodasi oleh pemerintah.

Jika kita pahami narasi Hidayat selama ini, kita tidak kaget ketika dia menolak kebijakan Jokowi. Bukan apa-apa sebenarnya. Ini soal bagaimana bisa terus memperburuk citra Jokowi. Sebaik apapun program Jokowi hampir pasti akan Hidayat tentang.

Agar lebih meyakinkan, Hidayat mencoba berargumen selogis mungkin meskipun dipaksakan. Dia bukanlah pengelola haji, namun merasa tahu betul bagaimana pengelolaan haji yang selama ini menjadi wewenang Kemenag.

Alasan bahwa jika umat Islam akan resah jika dana haji digunakan untuk pembangunan infrastruktur adalah klaim sepihak. Dia sama sekali belum melakukan survey. Apa benar masyararakat akan resah jika dana haji digunakan untuk pembangunan infrastruktur? Beruntung belum ada yang melakukan survey. Jika ternyata nanti masyarakat justru mendukung, apa dia masih berani menampakkan batang hidungnya?


Sebagai pengelola haji, Menteri Agama Lukman Hakim membungkam argumen Hidayat dengan penjelasan yang sangat gamblang. Pada intinya, pengalokasian dana haji untuk pembangunan infrastruktur tidak menyalahi aturan. Beliau mengatakan bahwa dana setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) boleh dikelola untuk hal-hal yang produktif, termasuk pembangunan infrastruktur. Kebolehan ini mengacu pada konstitusi maupun aturan fikih.

Lukman mengatakan dana haji boleh digunakan untuk investasi infrastruktur selama memenuhi prinsip-prinsip syariah, dan penuh kehati-hatian. Syarat lainnya, yaitu jelas menghasilkan nilai manfaat.

Pernyataan Lukman tidak asal dan mengada-ada. Beliau mengutip hasil Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa Se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Status Kepemilikan Dana Setoran BPIH Yang Masuk Daftar Tunggu (Waiting List). Keputusan itu menyebutkan dana setoran BPIH bagi calon haji yang termasuk daftar tunggu dalam rekening Menteri Agama boleh di-tasharruf-kan untuk hal-hal yang produktif (memberikan keuntungan), antara lain penempatan di perbankan syariah atau diinvestasikan dalam bentuk sukuk.

Beliau menyatakan hasil investasi itu menjadi milik calon jamaah haji. Pengelola berhak mendapatkan imbalan yang wajar atau tidak berlebihan. Namun demikian, Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) tidak boleh digunakan untuk keperluan apa pun, kecuali untuk membiayai keperluan yang bersangkutan.

Saya rasa penjelasan ini sudah sangat gamblang dan meruntuhkan argumen Hidayat. Kesimpulannya, ada dana BPIH yang itu harus digunakan untuk kepentingan orang yang haji, dan ada dana yang masuk ke pengelola sebagai imbalan. Uang imbalan ini yang oleh Jokowi rencananya akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur.

Selaku pengelola, Kementerian Agama berhak mendapat imbalan dari orang yang akan berhaji. Untuk pengelolaan uang tersebut digunakan untuk apa, itu menjadi wewenang Kementerian Agama. Ketika Kemenag sepakat dengan Jokowi untuk menggunakan dana tersebut untuk pembangunan infrasrtuktur, mengapa Hidayat yang sewot? Hidayat bukanlah pengelola haji dan tidak berhak ikut campur urusan yang bukan menjadi tanggung jawabnya.

Bahwa dia beralasan bahwa pengalokasian dana haji untuk pembangunan insfrastrukur akan meresahkan masyarakat, itu hanya klaim sepihak. Mungkin yang dia maksud bukan meresahkan masyarakat secara umum, namun masyarakat yang berada di kubu mereka yang resah melihat Jokowi terus melakukan pembangunan. Salah satu upaya untuk mencegah agar Jokowi tidak terus membangunn adalah dengan menolak rencana Jokowi mengalokasikan dana haji untuk pembangunan infrastruktur dengan mengkambing hitamkan masyarakat.




Jumat, 28 Juli 2017

2009 Kalah, 2014 Kalah, Apakah Membuat Prabowo Frustasi Hingga Sebut PT 20% Lelucon Politik?

Tags




Meski diwarnai aksi walk out dari Fraksi Demokrat, Gerindra, PKS, serta fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pemilu akhirnya resmi disahkan dalam rapat paripurna di Gedung DPR RI (Jumat, 21/7).

Rapat paripurna yang sekiranya dipimpin Fadli Zon namun kemudian digantikan oleh Ketua DPR Setya Novanto karena Fadli Zon ikut walk out bersama fraksinya itupun memutuskan RUU Pemilu dengan presidential threshold (PT) 20% kursi di DPR.

“Dengan ini diputuskan hasil RUU pemilu mengambil paket A minus 1. Apakah dapat disetujui?” tanya Novanto dari mimbar paripurna, Jumat (21/7/2017).


“Setuju….” jawab anggota di sidang paripurna.

Berikut isi paket A: (1) Presidential threshold: 20-25 persen, (2) Parliamentary threshold: 4 persen, (3) Sistem Pemilu: terbuka, (4) Dapil magnitude DPR: 3-10, (5) Metode konversi suara: sainte lague murni.

“Apakah RUU Pemilu dapat disahkan jadi UU?” tanya Novanto.

“Setuju!” jawab anggota.

Namun sayangnya, Keputusan rapat paripurna DPR RI yang mengesahkan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) 20 persen sebagai syarat mengajukan calon Presiden untuk Pemilu tahun 2019 mendatang itu rupanya membuat banyak pihak kecewa, panik, naik tensi, dan mungkin juga stres.

Salah satu orang yang paling terlihat jelas menunjukkan rasa kecewanya kepada publik adalah Prabowo Subianto. Ketua Umum Partai Gerindra itu bahkan menilai ambang batas 20 persen untuk mencalonkan Presiden adalah sebuah lelucon politik.

“Presidential threshold 20 persen, menurut kami, adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia,” ujar Prabowo usai bertemu Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di kediaman SBY, Puri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, Kamis (27/7/2017) malam.

Pertanyaannya, Apakah ini karena pada Pilpres 2009 dan 2014 Prabowo kalah sehingga membuat Prabowo Frustasi sampai-sampai menyebut PT 20% lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia? Wong faktanya pada saat Pilpres tahun 2009 dan tahun 2014 Presidential threshold yang dipakai juga jg 20 % kok. Jadi kenapa ujuk-ujuk untuk tahun 2019 malah dibilang lelucon? Aneh bukan?


Tapi meskipun Prabowo sudah mengatakan Presidential threshold 20 persen adalah lelucon politik yang menipu rakyat Indonesia, kita tidak perlu terlalu menanggapinya.

Jadi Kita maklumi sajalah. Bisa dibilang, wajar saja sebenarnya kalau Prabowo Subianto adalah yang paling terekspos rasa kecewanya di mata publik. Pasalnya, sudah dua kali Prabowo kalah dalam pertarungan untuk menggapai singgasana Kepresidenan. Mungkin juga karena tidak ingin kalah untuk yang ketiga kalinya.

Ya, dengan rasa kecewa Prabowo yang sampai mengemuka ke publik tersebut, anggap saja ini membuktikan bahwa Prabowo sudah pesimis untuk bisa ikut kembali dalam pertarungan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019. Apakah benar demikian? Tentu hanya Pak Prabowo yang bisa menjawabnya.

Di pihak lain, SBY mungkin juga merasakan hal yang sama seperti Prabowo. Sampai-sampai kedua mantan Jenderal ini harus bertemu. Tapi mungkin masih lebih mendingan SBY dibanding Prabowo, karena SBY sudah pernah menikmati 2 periode sebagai Presiden dan juga sempat menikmati kemenangan dengan Presidential threshold 20 persen di tahun 2009. Hanya saja SBY juga mungkin agak sedikit kebingungan ketika ingin mencalonkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) ataupun Ibu Ani Yudhoyono di tahun 2019 dengan Presidential threshold 20-25 persen yang terbilang sangat sulit diraih jika mengacu pada konstelasi politik saat ini.

Dengan kondisi politik yang kembang-kempis saat ini, bagi Demokrat, Gerindra, PKS, PAN serta partai-partai gurem lainnya tentu sangat ingin kalau Presidential threshold itu 0 persen saja. Ini tentu akan menguntungkan bagi mereka terkhususnya mereka-mereka yang sudah terbaca sangat berniat mencalonkan diri di Pilpres 2019. Kita tahulah siapa-siapa yang getol ingin mencalonkan diri dan siapa-siapa yang ingin mencalonkan keluarganya. Apalagi bagi Prabowo yang sudah gagal dua kali dalam pertarungan Pilpres tentu sangat ingin maju kembali.

Namun keinginan segelintir orang yang hanya ingin ikut Pilpres tanpa modal Presidential threshold tentu untuk saat ini belum bisa diakomodir.

Hal ini dikarenakan Presidential threshold 0% rentan membuahkan masalah yang kompleks dalam percaturan politik nasional ke depannya. Sebagian dari masalah yang kemungkinan timbul dari penerapan Presidential threshold 0% itu juga sudah dijelaskan oleh Presiden Joko Widodo.

Jadi, lebih baik kita mendengarkan apa yang sudah dikatakan oleh Presiden Jokowi. Soal Presidential threshold mau digugat itu urusan lain. Silakan berusaha menggugat dan mengikuti mekanisme hukum yang berlaku.

Politik itu memang dinamis. Namun menurut saya Presidential threshold 0 persen masih belum tepat dipergunakan untuk Pemilu tahun 2019 mendantang. Sebaliknya, Presidential threshold 20 persenlah yang lebih realistis dan lebih relevan untuk digunakan untuk Pilpres tahun 2019.


Begitulah seharusnya.



Strategi Busuk “Meng-Ahok-kan” Jokowi

Tags




Anda mau mem-bully saya sebagai orang yang ngga bisa move on, silakan. Atau anda mau kafir-kafirken ane sebab bela Ahok, tak masalah. Sebagai pembenci Ahok, penguasa suci kebenaran, paling islam, anda bebas berkata-kata.

Saya tak akan pernah merubah sikap dan keyakinan. Bahwa sejak awal, bukan Ahok yang menista Islam, Qur’an, dan ulama. Demi Allah, saya berlepas diri dari orang-orang muslim yang telah menghina, merendahkan, melecehkan, dan menistakan Ahok atas nama Islam. Selebihnya, urusan siapa yang benar di hadapan Tuhan, kelak kita pertanggung jawabkan masing-masing.

Bahwa bila saya ungkit kembali perkara ini, tidak lain karena cara-cara keji dan mungkar terus-menerus diproduksi untuk menjatuhkan orang lain, dalam hal ini menjatuhkan Jokowi. Dengan siasat dan cara yang sama, Jokowi hendak ditumbangkan.


Model manajemen isu, penyebaran berita, fitnah, dan bullying, yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk membunuh karakter di satu sisi, dan meletupkan emosi massa di sisi lain, sesungguhnya tak kalah kejinya dengan kudeta militer yang berdarah-darah.

Ahok telah berhasil dibunuh karakternya, disingkirkan dari jabatannya, dihabiskan untuk tidak terpilih kembali sebagai gubernur, dan harus dipenjara, hanya semata-mata karena opini busuk, sadis, dan keji bahwa ia telah menista agama.

Tentu saja Jokowi akan sulit dinistakan jika senjata yang ditusukkan ke dadanya adalah ia menista agama. Namun bukan di sini poinnya. Poinnya adalah bagaimana bisa menyingkirkan Jokowi melalui manajemen isu, berita, fitnah, dan bullying itu.

Tentang apa isu yang diangkat, ini juga tidak penting. Sebab yang terpenting adalah teraduknya sentimen massa, meletupnya emosi massa, untuk mengatasnamakan rakyat bersama, dan menjatuhkan Jokowi.

Amin Rais yang konon hari ini memimpin aksi berangka-angka kayak togel itu, berusaha masuk melalui isu Perppu. Massa presidium aksi 212, tentu saja para cherleader yang memantik emosi. Politisi busuk macam FH dan FZ memantik emosi massa, melalui bacotannya di media. Sedang SBY dan Prabowo telah mulai menunjukkan persekutuannya sebagai “alarm kebangkitan” dari apa yang nanti akan diskenariokan sebagai “situasi yang gawat darurat” terhadap bangsa dan negara ini.

Seingat saya, terakhir kali SBY muncul di media, dan curhat seperti biasa, adalah jelang pencoblosan Pilkada DKI putaran pertama. Seperti biasa, doi berkata-kata dengan lirih, sambil nahan-nahan emosi, seakan dunia runtuh di atas kepalanya. Dia bela anaknya, AHY, dari berbagai serangan. Hasilnya? Suara yang memilih AHY jeblok bukan kepalang.


Sejak itu, sang mantan seperti tenggelam. Entah apa yang dirasakannya dengan kekalahan telak yang diderita anaknya.Saya hanya bisa prihatin! (satu tangan taruh di atas dada).

Namun dunia mencatat, (setidak-tidaknya gue yang nyatet): Begitu ada hal yang menyasar peri kehidupan penguasa 2 periode ini, serta-merta dia akan bikin siaran pers. Curhat lagi. Curhat lagi. Istrinya pun seperti tak kalah. Emang keluarga ini harmonis sekali.

Bila anda menandai SBY melalui album-album nyanyiannya, saya kok cuman teringat kebiasaannya curhat-curhat di media. Jadi berapa ribu keping sih albumnya itu terjual??

Nah, kini, setelah kurang lebih 6 bulan berlalu, sang mantan muncul lagi. Rupa-rupanya punya amunisi baru. Disuntik semangat hasil pertemuan dengan Prabowo.

Maka seperti biasa, SBY beri pesan-pesan politik. Sasarannya kepada siapa lagi kalau bukan kepada Jokowi?

Wahai rakyat Indonesia! Ada apa dengan SBY? Begitu besar prestasinya sewaktu jadi penguasa, yang saya catat adalah prestasi mangkrak-mangkrak, penguatan dan pembiaran ormas-ormas radikal, politisi-politisi dari partainya yang terlibat korupsi, juga bikin acara perubahan menyebut China sebagai Tiongkok!!

SBY dan Prabowo kini sudah ketemu. Bisa jadi inilah waktu bagi para pesakitan mengerahkan segala daya dan dana untuk “meng-Ahok-kan” Jokowi.



Sungguh, semua itu saling berhubungan. Dikelola begitu rupa oleh aktor-aktor intelektual busuk yang bisa jadi orang-orang yang sama, yang telah berhasil menzalimi Ahok.

Lantas, apakah kita diam saja?

Pelajaran mahal dari kasus Ahok, sebagian besar barisan pendukung Ahok terlalu percaya diri bahwa akal sehat, nalar kewarasan, mampu menjaga Ahok untuk terus memimpin Jakarta. Faktanya, akal sehat kalah dengan akal somplak di Jakarta.

Oleh karena itu, bani kecebong selayaknya jangan terlalu bangga dan percaya diri dengan keberhasilan yang diraih Jokowi hingga saat ini. Bagaimanapun, kebenaran yang tidak dikelola secara baik dan bersama-sama, akan dikalahkan oleh kebusukan yang di-manage sedemikiah rupa.

Bukan saatnya lagi untuk diam. Tetapi, bukan hanya tidak diam yang diperlukan, melainkan bersekutu, berjama’ah, bergandeng tangan, bersama-sama melawan isu, berita, fitnah, atau hoax-hoax yg sengaja dikelola.

Logika memang mestinya dilawan logika. Karena pola mereka adalah fentungan yg dipake, maka dengan tetap menjadi waras, fentungan harus dilawan dengan besi!!


Sri Mulyani: Kalau Indonesia Tidak Boleh Berutang, Saya Usulkan Anggaran DPR yang Pertama Dipangkas

Tags



Banyak yang nyinyir dengan utang Indonesia yang mencapai Rp3.706,52 triliun. Media-media memberitakan bahwa utang Indonesia kian membengkak di bawah pemerintahan Jokowi. Ada juga yang bilang di masa pemerintahan Jokowi utang Indonesia adalah yang paling besar. Para ahli ekonomi (mau pun yang bukan) mengusulkan agar Indonesia membiayai anggaran dengan kekuatan sendiri tanpa mengandalkan utang luar negeri. Apakah bisa?

Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani bisa saja Indonesia tidak berutang, tapi dengan satu syarat harus ada pemangkasan anggaran. Sri Mulyani juga mencontohkn bahwa penerimaan negara tahun 2017 sebesar Rp1.736 triliun, dan belanja negara sebesar Rp2.133,2 triliun. Maka diperkiraan ada defisit anggaran tahun 2017 sebesar Rp397,2 triliun atau 2,92 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Karena ada defisit anggaran sebesar Rp397,2 triliun maka Indonesia perlu mendapat pinjaman dari pihak luar, bisa dengan cara bilateral, dari Bank Dunia atau pun Indonesia menjual Surat Utang Negara (SUN). Kalau tidak mendapat pinjaman dari luar, maka Indonesia tidak akan dapat menutupi defisit anggaran yang ada.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun memberikan tantangan, jika defisit anggaran yang ada tidak ditutup dengan utang maka salah satu caranya adalah dengan memotong anggaran belanja negara. Jadi Kementerian Keuangan harus memotong sekitar Rp397,2 triliun.

“Kira-kira kalau (anggaran yang dipangkas) hampir Rp 400 triliun, (anggaran) apa dulu yang kami potong? Saya minta, kita buat polling,” kata Sri Mulyani, di Forum Merdeka Barat 9, Jakarta Pusat, Kamis (27/7/2017), yang mana dikutip dari kompas.com.

Ya, pertanyaan pertama adalah anggaran mana yang harus dipangkas? Menurut Sri Mulyani gaji tidak bisa dipotong terutama gaji TNI/Polri, gaji guru juga tidak boleh dipotong. Anggaran pendidikan atau kesehatan juga tak mungkin untuk dipotong, lalu anggaran mana yang harus dipangkas?

“Gaji kan enggak mungkin saya potong. Kalau gaji, bayar listrik, gaji TNI/Polri, gaji guru enggak boleh saya potong, apa anggaran pendidikan atau kesehatan boleh saya potong?” kata perempuan yang akrab disapa Ani tersebut.


Bukan itu saja, Kementerian Keuangan juga tidak mungkin memangkas bantuan sosial dan pembangunan infrastruktur. Kalau dipangkas maka proyek-proyek seperti Mass Rapid Transit (MRT) dan Light Rail Transit (LRT) akan mangkrak. Tentu hal-hal penting ini tidak mungkin akan dipangkas oleh Kementerian Keuangan. Kalau sampai terjadi, apa bedanya dengan era SBY yang infrastrukturnya banyak yang mangkrak? Padahal saat itu SBY juga banyak berutang, bahkan ketika dilantik saja Presiden Jokowi sudah mendapat warisan utang sebesar Rp2.700 triliun.

Karena Kementerian Keuangan tidak mungkin memangkas anggaran belanja yang berkenaan dengan gaji TNI/Polri, gaji guru, anggaran pendidikan, anggaran kesehatan, anggaran infrastruktur maka anggaran manakah yang bisa dipangkas jika Indonesia tidak menutupi defisit anggarannya dari utang?

Saya sih mengusulkan agar seluruh anggaran belanja DPR distop saja. Toh selama ini tidak ada hasil yang positif dari kinerja DPR-RI. Pembahasan-pembahasan Undang-undang pun terkesan molor. Bahkan Rancangan Undang-undang tentang terorisme pun sampai sekarang belum juga disahkan oleh DPR. Padahal Undang-undang tersebut sangat urgen karena ancaman terorisme sudah sangat mengkhawatirkan. Tapi, DPR masih terkesan santai-santai saja.

Malahan sekarang DPR sedang menggebu-gebu untuk memperlemah KPK. Hak Angket KPK digulirkan karena ada anggota DPR yang dijadikan tersangka oleh KPK. Bahkan Ketua DPR sendiri pun sudah ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP. Tak tanggung-tanggung untuk mengadakan Hak Angket kepada KPK saja DPR menganggarkan dana sebesar Rp3,1 milyar rupiah. Padahal Hak Angket tersebut hanya ingin menunjukkan bahwa DPR masih sebuah lembaga yang punya power di Indonesia. Apa iya? Malahan oleh rakyat Indonesia DPR sudah tidak mempunyai legitimasi lagi. Dan rakyat Indonesia tidak merasa diwakili oleh mereka.

Makanya jika Indonesia tidak lagi boleh berutang untuk menutupi defisit anggaran belanjanya, dan harus memangkas anggaran belanjanya maka yang pertama-tama yang harus dipangkas adalah anggaran belanja DPR. Kalau bisa semuanya, karena tidak ada yang positif yang dihasilkan oleh DPR selama ini.

Apakah pembaca setia Seword setuju?

Saya kira begitu saja…



Kamis, 27 Juli 2017

Wakil Ketua KPK pastikan Setya Novanto akan ditahan

Tags



Merdeka.com - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah fokus menyelesaikan berkas tersangka kasus korupsi e-KTP atas nama Setya Novanto. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan memberi sinyal bakal menahan Setya Novanto jika berkas perkara lengkap.

"‎Soal SN, penyidik masih konsentrasi menyelesaikan berkas, saksi-saksi sudah dipanggil beberapa. Kalau sudah sempurna baru bisa diajukan untuk disidangkan. Kita masih tunggu dari penyidik, kalau sudah tercukupi, biasanya nanti sebelum persidangan baru ditahan," kata Basaria di Jakarta, Kamis (27/7).

Dia menambahkan, perihal penahanan Setya Novanto seluruhnya‎ adalah kewenangan dari penyidik dan tidak bisa diganggu gugat. "‎Tapi semua tergantung penyidik, kalau sudah dekat persidangan pasti (ditahan)," tegasnya.

‎Sebelumnya Juru Bicara KPK, Febri Diansyah menjelaskan, penetapan tersangka tidak serta merta dibarengi dengan penahanan.

"Sama dengan kasus yang lain, ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka tidak otomatis ditahan kecuali kami melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) karena kami punya batas waktu selama 24 jam untuk menentukan status," ujar Febri di kantornya, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (18/7).

Febri menegaskan penanganan kasus pada Setya Novanto sama dengan terdakwa lainnya, Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus (AA) alias Andi Narogong, tidak ada yang diistimewakan.

"Irman dan Sugiharto dulu tahun 2014 tidak langsung ditahan, penahanan ‎akan dilakukan sesuai dengan ketentuan pasal 21 tindak pidana korupsi dalam proses penyidikan ini kami akan melakukan sejumlah kegiatan terlebih dahulu. Nanti akan kita sampaikan," tambah Febri.

Seperti diketahui, Setya Novanto merupakan tersangka keempat dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Tiga tersangka sebelumnya yakni Irman, Sugiharto dan Andi Agustinus (AA) alias Andi Narogong.

Politisi Golkar ini diduga berperan mengatur proyek senilai Rp5,9 triliun itu melalui pengusaha Andi Agustinus alias Andi Narogong, sejak awal perencanaan, pembahasan anggaran hingga pengadaan e-KTP.

Bahkan Setya Novanto juga ‎mengatur para peserta lelang hingga para pemenang di mega proyek e-KTP.‎ Dalam pelaksanaan proyek ini, Setya Novanto dan Andi Narogong disebut menerima jatah Rp 574 miliar namun tudingan tersebut dibantah oleh Setya Novanto.

Atas perbuatannya Setya Novanto disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31/1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [noe]



Sabtu, 22 Juli 2017

Gerindra Mewek Ajak Boikot Pilpres 2019, Ngaku Kalah Sebelum Bertanding Ya?

Tags




Waduh, tepuk jidat lagi. Padahal Pilpres 2019 masih cukup lama, tapi aromanya perlahan tapi pasti mulai tercium. Awal dari semua ini ditandai dengan disahkannya UU pemilu yang menggunakan presidential threshold 20 persen suara DPR dan 25 persen suara nasional, akan tetapi tidak disetujui oleh 4 partai yaitu Demokrat, PAN, PKS dan Gerindra. 4 partai ini pula yang walkout saat pengambilan voting.

Hasil ini membuat beberapa pihak kepanasan. Satu partai yang sepertinya makin gelisah, gerah dan tidak nyaman adalah Gerindra. Karena siapa lagi kalau bukan Prabowo. Memangnya kenapa dengan Prabowo? Dia ini termasuk yang masih semangat untuk mencalonkan diri jadi capres. Bahkan ambisinya kian terlihat jelas belakangan ini apalagi setelah kemenangan Anies-Sandi.

Ketidakberhasilan Gerindra memperjuangkan presidential threshold 0 persen, sepertinya mengancam posisi Prabowo, bahkan ada kabar yang mengatakan Prabowo terancam gagal mencalonkan kembali. Pantas saja pada kebakaran jenggot. Padahal menurut saya, masih ada peluang kok. Mereka hanya bermain peran sebagai victim yang dizalimi oleh pemerintah, padahal kan presidential threshold 20 persen sudah ada sebelumnya. Pemerintah digambarkan sebagai haus kekuasaan, mau menang mutlak, melakukan konspirasi busuk untuk menjadikan Jokowi calon tunggal. Hmmm, terserah apa mau dikata deh!

Kegalauan Gerindra tidak berhenti sampai di sini. Jurus terakhir yang mungkin akan dilakukan untuk membatalkan UU ini adalah secara konstitusional yaitu judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Dan muncullah pahlawan kesiangan yaitu Wakil Ketua Umum Gerindra, Arief Puyuono. Dia menduga MK akan menolak gugatan tersebut, dan sebagai gantinya malah mengimbau kepada seluruh masyarakat agar memboikot pilpres 2019 jika gugatan ditolak.

Mewek dah, sampai harus mengancam boikot segala. Yakin seluruh masyarakat akan mendengar kata orang ini? Ada sih, paling ya kelompok sebelah yang titik titik. Saya yakin mayoritas tidak akan menggubris perkataan orang ini. Lagian boikot pemilu tak segampang boikot produk roti yang dilakukan alumni 212, itu pun tak ada hasilnya. Ini malah ancam boikot pemilu, sebuah tindakan tidak jantan dalam menyikapi harapan yang tidak sesuai kenyataan. Masa semua harus sesuai harapan, dan kalau harapan tidak sesuai, malah main ancam? Come on.

Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio menyayangkan pernyataan Wakil Ketua Umum Gerindra Arief Poyuono, yang menyerukan untuk memboikot Pilpres) 2019. “Ini patut disesalkan, sebab pernyataan itu bukan pendidikan politik yang baik buat rakyat,” kata Hendri kepada JPNN.com. “Pernyataan ini seperti ungkapan menyerah sebelum bertanding dari Gerindra. Mungkin ada maksud lain dari pernyataan ini,” tuturnya.

Setuju sekali, mereka bukan hanya terlihat hampir menyerah, tapi juga pusing 7 keliling entah mau melakukan apa lagi. Harapan mereka tinggal judicial review sambil menunggu dengan harap-harap cemas keputusan MK. kalau MK pun menolak, game over, salam dua jari, eh gigit jari. Dan ini juga menunjukkan dengan jelas kalau Prabowo masih sangat berniat untuk mencalonkan diri kembali. Kalau tidak, Gerindra takkan seperti cacing kepanasan tiap kali mengungkit UU Pemilu.

Seperti yang saya katakan, Prabowo masih ada peluang kalau menjalin koalisi dengan PAN dan PKS. Saya rasa itu sudah cukup. Demokrat kadang tak bisa dirangkul karena sering netral dan memilih bergerak sendiri. Masalahnya kalau salah satu di antara PAN atau PKS memilih pisah, tamatlah perjuangan Prabowo. Peluang makin kecil bahkan tak ada. Mungkin ini yang sangat ditakutkan Gerindra karena politik itu dinamis, siapa yang bisa menebak apa yang akan terjadi selanjutnya. Saya rasa Prabowo juga tak ingin kejadian tahun 2009 terulang, di mana partai tak cukup suara sehingga memilih jadi cawapres bersama Megawati.

Seruan boikot pemilu adalah tindakan yang bisa dibilang tidak berjiwa besar. Ibarat ikut dalam perlombaan balap Moto GP, lalu merasa peluang menang sangat tipis sehingga memilih boikot dan meminta penonton ikut boikot. Maunya hanya menang, tak mau kalah. Kalau kalah ya kalahlah secara sportif. Ingat tuh Ahok kan mantan kader Gerindra. Diserang lewat isu SARA, kalah Pilkada dan tetap terima kenyataan dan mengaku kalah. Ahok tidak mewek nangis bombay terguling-guling dan merengek minta boikot Pilkada. Kalah ya kalah aja. Ngapain bersikap dengki dengan ajak-ajak boikot?

Bagaimana menurut Anda?



Rekening Setya Novanto Diungkap FBI Bersama KPK, Siapa Saksi Kuncinya? Simak!!

Tags



Pasca mencuatnya kasus e- KTP dan ditersangkkan KPK makin memperjelas bahwa Ketua DPR RI Setya Novanto menerapkan praktik-praktik oligarki untuk menghancurkan negara. Dia ini pengkhianat bangsa.

Novanto seharusnya mundur demi nama baik DPR dan Golkar, demi kebaikan bangsa dan negara. Bau amis e-KTP kian menjadi pergunjingan yang sengit ketika, ini digulirkan ke masyarakat. Ada yang menggalang hak angket KPK dengan segala bentuk modus curhatnya. Tetapi, apa daya, publik tidak simpatik, dengan sikap dewan yang kontraproduktif apa yang disebut representasi rakyat.

Terlepas dari hak angket DPR, publik beberapa hari lalu, disuguhkan dengan penetapan tersangka Setya Novanto oleh KPK. Setya Novanto banyak yang menyebutnya belut, licin, hukum pun tak bisa menggapainya. Humor, belut licin itu, ternyata berhasil dipatahkan KPK, pasca penetapan tersangka terhadap Setya Novanto.

Kelihaian dan didukung etos kerja yang tinggi KPK terus mengumpulkan bukti sebanyak -banyaknya dalam mengungkapkan skandal e- KTP yang menelan kerugiaan negara hampir 2, 3 triliun rupiah tersebut.


KPK akhinya berlabuh ke negara super power, Amerika Serikat untuk mencari bukti yang akurat menjerat Si raja belut yang berlumurkan oli ini. Licin bukan main.

Dan ternyata berkat etos kerja yang tinggi KPK, akhirnya FBI ( Federal Bureau of Investigation) di negara adi kuasa tersebut, KPK dengan bantuaan FBI mengantongi data rekening Setya Novanto di Amerika Serikat.

KPK Kantongi Data Rekening Setya Novanto di AS dengan Bantuan FBI


KPK memperoleh bukti pendukung untuk penetapan tersangka Setya

Novanto dengan bantuan FBI _(Federal Bureau of Investigation) di Amerika Serikat._


Menurut sumber Galaberita, dari kerjasama yang dilakukan dengan FBI itu, KPK mendapatkan data rekening perusahaan yang digunakan Setya Novanto di negeri Donald Trump, untuk menyembunyikan uang hasil korupsi proyek e-KTP.


Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang membenarkan bahwa pihaknya berkoordinasi dengan FBI di AS. “(Tim KPK) diskusi dengan FBI dan lain-lain,” kata Saut.


Saat di AS, penyidik KPK juga meminta keterangan Johannes Marliem, Direktur Biomorf Lone LLC, Amerika Serikat, perusahaan penyedia layanan teknologi biometrik. Dalam dakwaan Irman dan Sugiharto, Marliem disebut sebagai penyedia produk automated finger print identification system (AFIS) merek L-1 untuk proyek kartu tanda penduduk elektronik.


Johannes Marliem meninggalkan Indonesia begitu proyek ini ditengarai ada masalah, hingga menjadi korupsi e-KTP. Sejak itu, ia tinggal di Singapura dan Amerika Serikat.


Marliem mengaku memiliki seluruh rekaman pertemuan yang ia ikuti dalam membahas proyek megaskandal itu. Rekaman itu dibuat di setiap pertemuan, selama empat tahun lamanya. Ia menyakini, rekaman yang disebutkan total berukuran 500 giga bita itu bisa menjadi bukti buat menelisik korupsi yang merugikan negara hingga Rp 2,3 triliun tersebut. “Rekaman selama empat tahun” kata Marliem kepada koran Tempo.


Persidangan tuntutan kasus korupsi e-KTP dengan tersangka Irman dan Sugiharto memunculkan nama Johannes Marliem sebagai saksi kunci. Nama Johannes Marliem bahkan disebut sampai 25 kali oleh jaksa KPK.

Hakim Frangki Tambuwun menyebut Setya Novanto merupakan kunci anggaran e-KTP dalam sidang vonis dua terdakwa e-KTP di Pengadilan Tipikor.


Johanes Marliem, (Foto Tempo)



Kasus e- KTP ini, menarik disimak, dimana ada satu tokoh kunci dalam kasus ini yang berhasil KPK dapat, yakni Johanes Marliem. Memang yang diketahui bahwa, Marliem ini, sudah 25 kali disebut jaksa KPK dalam penetapan tersangka Irman dan Sugiarto dalam kasus e- KTP ini. Bukan main, Marliem bahkan menyakini rekaman tersebut total 500 giga bita dalam menelisik kasus e- KTP ini.

Dalam kasus korupsi modern, terutama yang mendalami korupsi politik, e- KTP ini sebuah titik balik yang penting dalam genealogi korupsi. Kalau dulu, korupsi politik dilakukan secara vulgar, sekarang korupsi dilakukan secara halus, samar, dan nyaris tak kelihatan. Persis fenomena politik belut dalam kasus e-KTP itu

Modus operandinya melalui kebijakan legal. Prosedurnya formal dan tidak menyalahi peraturan hukum manapun. Namun, dalam praktik, kebijakan itu diarahkan untuk memperkaya segelintir orang atau kelompok tertentu, dimana pada kasus e-KTP yang mangkrak. Legalisasi korupsi melalui kebijakan ini adalah pesan yang paling mahal dari kasus e-KTP. Persis karakter korupsi macam inilah yang disebut “era baru korupsi politik” oleh Gail Collins (2013).

Dengan kehadiran tokoh kunci ini, semakin nampak aras masalah e-KTP ini. Dewan Terhormat terutama Pansus DPR terhadap KPK pasti timbang- timbang, riak- riaknya di media seakan tak terdengarkan lagi. Atau mungkin masih melekat dengan Presidential treshold kemarin?

Untuk itu, musuh kita adalah musuh demokrasi: kartel politik. Maka, perang hari ini adalah perang melawan kelompok siluman yang bergerak samar itu, yang ingin membajak proses demokratisasi demi kepentingan parsial. Bahkan, kekacauan politik merupakan konsekuensi dari perang antarkartel. Perang menguasai sentrum politik; perang membajak proses penegakan hukum; perang menumpuk kapital; dan perang merekayasa persepsi publik.

Penggiringan opini publik melalui berbagai peristiwa atau kasus, terutama e-KTP, sebuah pembanding sebuah aktifitas kartel. Kartel selalu bertujuan mengatur arus politik karena kepentingan ekonomi- politik yang dipelihara. Masuk akal juga bahwa kekuatan laten mau mendelegitimasi KPK atau menarik individu KPK ke kanal korupsi sistemik sebab di saat persepsi publik terhadap lembaga penegak hukum memburuk, korupsi politik sulit diadili, dan itulah momentum kemenangan bagi koruptor.

Pertanyaan reflektifnya adalah akankah belut ini, semakin licin berbalut oli? Ataukah, mati dengan sendirinya, terkapar dibalik jerugi?

Bagaimana suasana hati dewan terhormat kita, pasca e-KTP ini nantinya terkuat dan telanjang di permukaan publik. Saya tidak bisa membayangkan, bagaimana suasana Pansus KPK ini ke depan yang beranggotakan Fahri Hamzah, Masinton Pasaribu cs (23 Anggota DPR) dengan warna partai bermacam- macam, apakah masih memiliki nafas, untuk tetap eksis mengangketkan KPK?

Tentu, menghormati proses hukum sedang jalan. Asas praduga tak bersalah tetap harus dipakai. Namun, strategi pembelaan yang mempersonifikasi lembaga DPR dan Golkar dalam pribadi Novanto akan buruk bagi institusi tersebut.

Nanti kita lihat bagaimana bola e- KTP menggelinding, pasca KPK berjalan seiringan dengan FBI, Amerika Serikat mengungkapnya. Dengan saksi kunci Johanes Marliem ini.


Begitulah Fenomena Belut




Jumat, 21 Juli 2017

PAN Panik, Kaitkan Tidak Dukung Ahok Jadi Alasan Reshuffle, Jokowi Ungkap Kebohongan PAN

Tags




Sejauh ini tidak ada sedikitpun Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyinggung atau mengarahkan para partai pendukungnya untuk menggalang dukungan kepada mantan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), saat mengikuti perhelatan Pilkada Jakarta. Bahkan Jokowi tidak pernah secara gamblang dan langsung juga menyatakan dukungan kepada Ahok.

Penyebabnya apalagi kalau bukan isu dimana Jokowi diseret-seret dalam kasus yang dibuat-buat oleh para hatters Jokowi dan Ahok. Para hatters dan lawan politik memang sengaja menarik nama Jokowi dengan Ahok untuk mengganggu kinerja pemerintahan Jokowi dan juga untuk memberikan stigma negatif karena Jokowi melindungi Ahok dari kasus hukum.

Jokowi yang dalam logika waras dan normal pasti memilih Ahok daripada Anies Baswedan yang dipecatnya sebagai menteri, tidak mau terseret dalam isu poltiik tersebut. Sehingga tidak pernah sedikit pun menyatakan dukungannya.

Anehnya, hal ini malah kembali disangkut pautkan oleh politisi PAN, Yandri Susanto, yang menyebutkan bahwa mereka tidak mungkin terkena reshuffle kalau dasarnya karena kinerja. Tetapi kalau karena perbedaan kepentingan politik seperti TIDAK MENDUKUNG AHOK dan RUU PEMILU, maka Yandri menyerahkannya kepada Jokowi.

“Kalau masalah reshuffle itu masalah hak prerogratif presiden. Kalau berbasis kinerja, bang Asman (Menpan RB) pasti aman,” ungkap Yandri usai PAN walk out dari sidang paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (21/7/2017) dini hari.

“Kalau gara-gara kami tidak mendukung Ahok, tidak seiring sejalan dengan RUU pemilu ya itu lain lagi parameternya. Kita serahkan lagi pada pak Jokowi, jadi kami sifatnya pasif. Tidak ngoyo dan tidak ngotot,” jelasnya.

Pernyataan Yandri ini jelas sedang ingin kembali menggoreng isu yang tidak ada relevansinya terkait urusan reshuffle dan juga urusan kesolidan partai pendukung pemerintah terhadap sikap Jokowi. TIDAK MENDUKUNG AHOK, bukanlah sebuah sikap yang akan dievaluasi oleh Jokowi. Karena sekali lagi, Jokowi tidak pernah menyatakan dukungan kepada Ahok.

Lain hal dalam isu RUU PEMILU. Jokowi sudah jelas sikapnya. Jokowi dalam sebuah kesempatan pernah menyatakan bahwa dia menginginkan presidential threshold 20 persen. Dan pernyataan itu memang sesuai dengan keinginan pemerintah dalam draft RUU PEMILU yang disampaikan kepada DPR.


“Pemerintah dalam hal ini pengajuannya, karena dari pengalaman beberapa kali Pemilu kan sudah 20 persen berjalan baik. Ingin ke depan kita semakin sederhana, semakin sederhana,” kata Jokowi.

Karena ini adalah sikap pemerintah, maka sudah sewajarnya, partai pendukung bisa memahami sikap ini dan memberikan dukungan. Jangan terikut kepentingan politik lain yang sebenarnya tidak juga memberikan faedah lebih baik. Ketika partai lain seperti HANURA, PPP, dan PKB memutuskan bergabung dengan PDIP, Golkar dan Nasdem, PAN tetap bergeming mempertahankan pilihannya.

Seperti ingin menjadi penengah seperti pengalaman mengusung poros tengah saat masa reformasi, PAN mengusung PT 10 persen demi mengakomodir keinginan kedua kubu. Sayangnya, keinginan yang sebenarnya juga sama dengan keinginan PKB, HANURA, dan PPP sebagai penengah menjadi terlihat bodoh.

Mana mungkin mereka yang menganggap tidak konstitusional penggunaan PT memilih opsi yang ditawarkan PAN. Dan mana mungkin juga pemerintah dan partai pendukung pemerintah mau menurunkan PT karena alasannya sejak awal ingin penyederhanaan. Akhirnya, PAN pun tidak mau merapat ke partai pendukung pemerintah dan memilih Walk Out.

Sikap PAN ini pun akhirnya menjadi catatan Jokowi yang merasa ditipu oleh PAN yang sebelumnya menyatakan akan mendukung sikap pemerintah dalam RUU Pemilu.

“Untuk PAN, supaya diketahui bahwa sehari sebelumnya sudah bertemu dengan saya. Dan sudah menyampaikan kepada saya untuk mendukung (pemerintah),” kata Jokowi di arena Mukernas PPP di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Jumat (21/7/2017).

Jokowi jelas memberikan sebuah kode keras kepada PAN yang mulai menunjukkan sikap yang bukan cuma berbeda, tetapi sudah melakukan kebohongan kepada dirinya. Bagi Jokowi, sikap membohongi dirinya bukanlah sebuah sikap yang disukainya. Reshuffle sudah pernah dilakukan oleh Jokowi terkait menteri yang suka membual dan tidak menepati janji dan perkataannya.

PAN jelas telah berbohong dan kemungkinan besar akan menjadi sebuah alasan untuk mengeluarkan mereka dari partai koalisi. Kepanikan PAN ini jelas terlihat karena mengait-ngaitkan hal yang tidak ada hubungannya, yaitu TIDAK MENDUKUNG AHOK, sebagai alasan reshuffle.

Sebenarnya kalau mau jantan, PAN lebih baik keluar dari koalisi daripada terus melakukan manuver yang tidak sejalan dengan pemerintahan. Apalagi sekarang kondisinya PAN sudah dikuasai dan ditake over oleh Amien Rais yang punya kewenangan melebihi Ketua Umum. Karena sudah jelas, Amien pasti tidak akan sudi mendukung Jokowi.


Salam Bohong.



KEJAM!!!! Oknum Anggota DPRD PKS “Memfitnah” NU Menerima Sogokan Dari Presiden Jokowi

Tags

Tadi, ketika penulis membuka halaman Fanpage Seword di Facebook untuk melihat jika ada komentar atau saran dari pembaca setia tentang hasil tulisan sebelumnya, penulis juga membuka halaman pribadi Facebook penulis untuk melihat postingan dari teman dan sahabat penulis.

Lalu penulis melihat ada informasi tentang seorang anggota DPRD dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) di Tegal, Jawa Tengah yang “memfitnah” organisasi Islam TERBESAR di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU).

Wow…sungguh berani sekali ya oknum kader PKS tersebut karena berani “memfitnah” organisasi Islam terbesar di Indonesia sekaliber NU yang merupakan organisasi yang sudah lahir sebelum Indonesia merdeka.

Terkadang penulis sempat berpikir…


Jika organisasi NU yang lahir sebelum Indonesia merdeka, tepatnya pada tanggal 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 dan sudah memberikan banyak manfaat untuk umat dan rakyat Indonesia dalam bidang pendidikan, sosial, dan ekonomi seperti yang sudah penulis bahas di https://seword.com/politik/apa-hasil-kerja-nyata-nu-muhammadiyah-dan-fpi-untuk-umat-islam/.

Lalu apakah “prestasi” PKS untuk umat dan untuk rakyat Indonesia selama 19 tahun ini ???

Penulis melihat, meskipun PKS “mengklaim” dirinya sebagai partai agamis (dakwah), tetapi sudah banyak kader-kadernya ditangkap oleh polisi dan KPK baik dalam kasus suap dan korupsi, padahal kita sudah tahu jika suap dan korupsi itu dilarang oleh agama.

Jadi penulis bingung saat melihat mereka mengklaim dirinya sebagai partai agama tapi tindakannya “tidak sesuai” dengan ajaran agama itu sendiri. Yang lucunya mereka masih mengatakan “lebih baik” dari partai lainnya karena menurut mereka kader mereka yang ditangkap jauh lebih sedikit dibandingkan dengan partai lainnya. Kalau sudah ditangkap dalam kasus suap dan korupsi ya itu berarti sama saja seperti mereka bahkan bisa dikatakan lebih parah karena apa yang diklaim sebagai partai agamis (dakwah) ternyata tidak sesuai antara kata dan perbuatannya…

Berikut adalah sebagian kecil contoh kader-kader PKS yang ditangkap dalam kasus suap dan korupsi :

https://m.tempo.co/read/news/2013/01/31/078458306/gelapkan-dana-petani-politikus-pks-dibui

http://news.liputan6.com/read/2105857/ma-perberat-vonis-lhi-18-tahun-penjara-dan-hak-politik-dicabut

http://nasional.kompas.com/read/2017/05/22/20460521/politisi.pks.gunakan.bahasa.arab.saat.bicarakan.uang.suap

Jika ada simpatisan dan kader partai yang masih mengatakan dirinya “lebih baik” karena penulis hanya membagikan tiga contoh di atas…

Tenang…Penulis akan membuat kasus-kasus lainnya yang dilakukan oleh mereka dalam tulisan khusus lainnya  

Selain banyak kasus kader-kader PKS yang “terlibat” dalam kasus suap dan korupsi di atas, penulis juga pernah melihat jika situs-situs milik “orang” PKS pernah dipetisikan untuk menghentikan penyebaran berita kebencian, fitnah, dusta dan hoax (palsu) seperti yang dimuat dalam situs Islam yang bisa diakses di http://www.muslimedianews.com/2015/07/sebarkan-fitnah-situs-milik-orang.html.

Ternyata petisi tersebut “tidak mempan” untuk membuat mereka berhenti menyebarkan hoax dan fitnah selama ini. Ini terbukti dengan adanya kasus seorang oknum anggota DPRD yang berasal dari PKS di Tegal, Rofi’i Ali (RA) yang “memfitnah” Nahdlatul Ulama (NU) menerima sogokan dari Presiden Jokowi melalui komentar Facebook miliknya beberapa hari yang lalu.

Saat itu, Zaen Fakih mengunggah berita dari salah satu media online berjudul Kementerian Keuangan Salurkan Pembiayaan Rp1,5 triliun ke PBNU pada hari Sabtu tanggal 15 Juli 2017 pukul 19.51 WIB. Postingan tersebut lalu dibalas oleh RA dengan menuliskan komentarnya, “Untuk sogok NU dukung rejim apapun kebijakannya.” (Sumber)

Komentar itupun lalu mendapat reaksi dari sejumlah reaksi dari berbagai pihak, salah satunya akun FB milik Desky Danuaji yang membuat surat terbuka permintaan maaf dari RA karena komentar itu dianggap merendahkan organisasi massa keaganaan Nahdlatul Ulama (NU).

Sebelumnya Ketua GP Anshor Kota Tegal, Imam Kharomain menyikapi hal tersebut dengan melakukan konsultasi ke Polres Tegal Kota yang diterima oleh Kanit II Unit Tipikor, Iptu Daryanto SH yang didampingi Aiptu Subiyanto SH, dan Aiptu Masrikin SH.Selain itu, PCNU Kota Tegal juga akan melaporkan Rofii Ali ke Badan Kehormatan (BK) DPRD Kota Tegal.

“Dari hasil konsultasi itulah, pengurus PC GP Ansor Kota Tegal akhirnya setelah rapat di Gedung PCNU Kota Tegal, memutuskan untuk melaporkan secara resmi yang bersangkutan ke polisi,” ungkapnya seperti yang dilansir dalam situs media lokal http://radartegal.com/berita-lokal/dianggap-fitnah-nu-lewat-facebook-anggota-dprd.16528.html.

Setelah dilaporkan ke pihak kepolisian, RA akhirnya Minta Maaf dengan membuat surat pernyataan di atas materai seperti berikut ini yang penulis dapatkan dari salah satu teman penulis di Facebook :


Surat permintaan Maaf dari anggota DPRD PKS

Jika ada simpatisan dan kader PKS yang membantah surat di atas, berikut ini adalah screen shot beserta link situs yang memuat surat tersebut :


http://radartegal.com/berita-lokal/cabut-komentarnya-di-facebook-rofii-ali-minta.16579.html


http://m.jpnn.com/news/legislator-pks-penghina-nu-di-facebook-minta-maaf-lewat-surat-bermeterai

Sebenarnya ini bukan kali pertama RA melakukan fitnah. Dua tahun yang lalu, RA juga melakukan fitnah PKI kepada PDIP seperti yang dilansir dalam situs http://berita.suaramerdeka.com/terkait-posting-logo-pdip-pki-rofii-saya-khilaf/.

Jadi orang-orang seperti memang harus diberi “pelajaran” agar jangan suka menyebarkan fitnah kepada orang lain lalu “ngeles” khilaf atau Minta Maaf. Jika dua tahun lalu dia memfitnah PDIP sebagai PKI dan tahun 2017 ini dia BERANI memfitnah NU, lalu mau “fitnah” apalagi di masa depan ???

Terima Kasih, penulis sebagai salah satu rakyat Indonesia akhirnya paham tentang APA dan SIAPA Anda sebenarnya yang “bersembunyi” dibalik topeng agama…

Penulis akan membahas secara khusus tentang fitnah kader “partai dakwah” lainnya kepada Nahdlatul Ulama (NU) dalam tulisan yang lain…

Wassalam,

Nafys



Rabu, 19 Juli 2017

Polri Ancam Pidanakan Anggota HTI Bila Masih Lakukan Kegiatan

Tags



Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah telah membubarkan ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Kini, seluruh kegiatan yang mengatasnamakan ormas tersebut dilarang.

Kepala Divisi Humas Polri Irjen Setyo Wasisto mengatakan, dengan adanya keputusan ini, maka pihaknya akan memproses secara hukum anggota HTI yang masih melakukan kegiatan.

"Sudah dibubarkan oleh pemerintah. Tapi pengurusnya masih berkutat, masih mengaku mereka organisasi maka akan diproses. Karena kan enggak boleh," kata Setyo di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Rabu (19/7/2017).

Proses pidana, sambung dia, tergantung dari pelanggaran yang dilakukan dan tentunya sesuai dengan Perppu Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Ia menambahkan, polisi tak harus menerima laporan dari masyarakat untuk memproses pelanggaran tersebut.

"Jadi tidak harus masyarakat melapor. Kami bisa melakukan dan mengambil tindakan berdasarkan laporan dari temuan petugas," ucap Setyo.

Sebelumnya, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) telah mencabut izin badan hukum Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Salah satu alasannya adalah untuk merawat Pancasila.

Surat keputusan pencabutan badan hukum HTI telah dilakukan berdasarkan data, fakta, dan koordinasi dari seluruh instansi yang dibahas dalam koordinasi Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam).



Sebut NU Juga Bisa Dibubarkan Pakai Perppu Ormas, Yusril Tuding NU Anti Pancasila??

Tags



Semakin hari, semakin ngawur saja pernyataan-pernyataan pakar segala persoalan hukum, Yusril Iha Mahendra. Yusril yang sepertinya paling paham segala sesuatu tentang hukum dan perundang-undangan di Indonesia, dengan penuh keyakinan melintir setiap kata dalam hukum dan perundang-undang sesuka hatinya. Merasa sudah paling pakar, dia menafsir segala sesuatu dengan pikirannya sendiri.

Itulah makanya tidak heran, Yusril bisa bicara apa saja tergantung siapa yang sedang didukungnya atau siapa yang memesan pernyataannya. Kalau yang memesan adalah pansus, maka Yusril bisa memberikan teori-teori memabukkan dan membius untuk menjelaskan bahwa KPK adalah lembaga pemerintah dan bisa diangketkan. Meski logikanya merusak tatanan Tata Negara kita.

Penjelasan Yusril yang menyenangkan telinga para anggota pansus pun akhirnya diterima oleh pansus. Ya jelaslah diterima, lah mereka sedang mencari pembenaran tindakan mereka. Legalitas dari seorang Yusril pun dijadikan pembenaran tindakan mereka yang tidak sesuai peraturan. Memangnya Yusril itu penentu peraturan di negeri inikah??

Jelaslah TIDAK!! Karena itu, menurut saya dalam hal pansus, KPK tidak perlu menganggap pansus tersebut legal. Kalau pansus memaksa dengan sewenang-wenang menggunakan hak legislatif dan pengawasannya, maka saya yakinkan KPK, bahwa rakyat juga akan menggunakan kewenangannya menduduki lagi gedung DPR dan membubarkannya.

Pernyataan Yusril yang disesuaikan dengan para pemesannya juga kembali terjadi saat dia kembali mengeluarkan pernyataan untuk membela HTI, ormas yang merasa paling terancam dengan diterbitkannya Perppu tentang ormas. Yusril yang merasa Perppu ini adalah karena desakan NU, memlintir Perppu bisa juga membubarkan NU.

“Jadi saya ingatkan ke semua pimpinan ormas jangan senang dulu. Sekarang ada yang senang kan, antusias. Ini bisa berbalik ke semua. NU juga bisa bubar dengan ormas ini karena itu kita harus hati-hati dengan perkembangan ini,” ujar Yusril usai mendampingi Jubir HTI mengajukan gugatan uji materi Perppu Ormas di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta Pusat, Selasa (18/7/2017).

Dia mencontohkan pasal 59 ayat (4) sebagai salah satu pasal karet. Pada bagian penjelasan Pasal 59 Ayat (4) Huruf c menyebutkan, “ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila antara lain ajaran ateisme, komunisme/marxisme-leninisme, atau paham lain yang bertujuan mengganti/mengubah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Tahun 1945.”

“Dan penafsiran sebuah ajaran, kalau tidak melalui pengadilan, maka tafsir hanya berasal dari pemerintah. Tafsir anti-Pancasila bisa berbeda antara satu rezim dengan rezim yang lain. Pemerintah bisa semaunya menafsirkan,” ucapnya.

Pernyataan Yusril ini sangat jelas paling ngawur dari yang paling ngawur pernah ada di muka bumi ini. Menuding NU adalah ormas anti Pancasila adalah pernyataan paling menyesatkan. Apalagi menuding kalau ganti rejim, maka NU akan bisa ditafsirkan sebagai ormas anti Pancasila. Padahal faktanya, sudah berkali-kali ganti rejim, NU tidak pernah dituduh sebagai ormas anti Pancasila.

Yusril seperti sengaja menyerang NU yang menjadi ormas pendorong keluarnya Perppu ini. Tampak bahwa Yusril sedang ingin menyatakan bahwa NU jangan senang dulu karena bisa juga suatu saat dibubarkan. Istilahnya, sekarang bisa saja senang, tetapi suatu saat juga akan mengalami seperti yang dialami HTI saat ini.

Yusril sepertinya tidak tahu tentang sejarah. Bagaimana NU tetap berdiri sampai saat ini menjadi ormas Islam yang menjadi pembela utama Pancasila dan NKRI. Bagaimana mereka terus memperjaungkan kebhinekaan yang menjadi keistimewaan dan jiwa NKRI yang tidak tergantikan. Menyebut bahwa NU juga bisa dibubarkan sama juga artinya menyamakan NU dengan HTI.

NU tidak sama dengan HTI dan kita perlu belajar dari sejarah untuk memahaminya. Kita juga perlu belajar melihat pergerakan ormasnya yang sangat jauh berbeda. HTI jelas punya konsep khilafah dalam artian menggantikan Pancasila, sedangkan NU sejak awal berdiri sampai sekarang tidak pernah ada konsep khilafah menggantikan NKRI atau Pancasila.

Sebenarnya Yusril tidak perlu menyerang NU kalau memang NU paling getol untuk menggolkan Perppu tentang ormas ini. Cukup perjuangkan dengan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi dan buktikan bahwa memang ada yang salah dalam Perppu tersebut.

Yusril juga tidak perlu menyerang NU seolah-olah kalau ganti rejim, NU akan dinilai sebagai ormas anti Pancasila. Kalau mau lebih berguna dan bermanfaat, maka jangan takutkan NU dianggap sebagai ormas anti Pancasila (dan itu sangat tidak mungkin), tetapi sadarkan dan tobatkan HTI supaya kembali ke dalam pemahaman yang benar dalam mendirikan ormas.

HTI harus sadar, kalau ormas punya konsep menggantikan Pancasila dan mengubah NKRI, maka tidaklah pantas berada di negeri ini. Karena tujuannya bukan lagi membangun, melainkan sudah berencana mengganti dan membubarkan negeri ini. Tetapi kalau Yusril malah membela mereka, maka Yusril menampakan diri sebagai pendukung ormas anti Pancasila.


salam NU.




Sumber

Selasa, 18 Juli 2017

Pemuda yang Hina Polisi Tak Berkutik sampai Mohon Ampun Berkali kali saat Didatangi Polisi

Tags


TRIBUN-VIDEO.COM - Seorang pemuda pengguna akun Facebook bernama Mhendrabrmntasu menyampaikan permohonan maafnya kepada polisi.

Ia meminta maaf setelah kedapatan menghina kepolisian dengan kata-kata kasar melalui media sosial.

"Polisi pancen A*u, bang**t," tulisnya pada 27 Juni 2017.

Pemuda ini juga kedapatan pernah memamerkan foto membawa senjata tajam celurit.

Selasa (18/7/2017) pagi, sejumlah pria yang mengaku polisi mendatangi pemuda tersebut untuk mengklarifikasi status dan foto yang diunggah di Facebook.

Terlihat pemuda yang tidak diketahui identitasnya tersebut meminta maaf berulang kali di hadapan sejumlah pria berbadan tegap.




Senin, 17 Juli 2017

KPK Belum Berencana Menahan Setya Novanto

Tags



TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politisi Golkar, Setya Novanto resmi menjadi tersangka baru kasus korupsi e-KTP.

Meski baru diumumkan Senin (17/7/2017) kemarin malam, pihak KPK belum berencana untuk menahan Setya Novanto.

Bukan tanpa alasan, KPK meyakini Ketua DPR RI itu tidak akan kabur terlebih ke luar negeri karena penyidik KPK telah mencegahnya ke luar negeri selama 6 bulan.

Pencegahan Setya Novanto ke luar negeri dilakukan saat Setya Novanto masih berstatus saksi untuk tersangka Andi Agustinus (AA) alias Andi Narogong.

"Kami belum bicara soal penahanan, kami masih fokus di peningkatan status terhadap seseorang ke tingkat penyidikan. Terkait dengan kegiatan lain, nanti kami akan informasikan lebih lanjut," terang Juru Bicara KPK, Febri Diansyah, Selasa (18/7/2017) di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Febri menambahkan setelah menetapkan Setya Novanto penyidik selanjutkan akan melakukan serangkaian pemeriksaan para saksi, melakukan penggeledahan disertai penyitaan, hingga memeriksa Setya Novanto sebagai tersangka.

"Nanti kapan waktunya akan diinformasikan lebih lanjut, pastinya kami juga menunggu informasi dari tim penyidik yang sudah ditunjuk untuk penanganan perkara ini," tambah Febri.

Diketahui, akhirnya penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka baru kasus korupsi e-KTP.

Tersangka itu yakni Ketua DPR RI, Setya Novanto yang pada Jumat (14/7/2017) lalu baru saja diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Andi Agustinus (AA) alias Andi Narogong.

Pengumuman tersangka baru ini diumumkan langsung oleh Ketua KPK, Agus Rahardjo, Senin (17/7/2017) malam di KPK, Kuningan, Jakarta Selatan.

Atas penetapan tersangka pada Setya Novanto, Agus menyatakan penyidiknya akan terus bekerja menuntaskan kasus tersebut.

Setya Novanto diduga menyalahgunakan wewenang dan kekuasaanya melalui Andi Narogong untuk menguntungkan diri sendiri, orang lain dan korporasi hingga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun.

Atas perbuatan Setya Novanto dijerat dengan Pasal 3 atau Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 kUHP.


Akankan Setnov mundur dari Ketua DPR untuk kedua kalinya setelah di tetapkan sebagai Tersangka Korupsi e-KTP?

Tags



Merdeka.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (SN) sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan e-KTP tahun anggaran 2011-2012. Peran Setya Novanto terlacak mulai dari proses perencanaan hingga pembahasan anggaran di DPR hingga pengadaan barang dan jasa.

"SN melalui AA (Andi Agustinus) diduga telah mengondisikan peserta dan pemenang pengadaan barang dan jasa KTP-e," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam keterangan kepada wartawan di gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7).

Setya Novanto diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya, sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun.

Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Setya Novanto mundur dari Ketua DPR setelah menyandang status tersangka kasus korupsi e-KTP. Desakan mundurnya Setnov agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang sebagai pimpinan lembaga negara untuk melawan proses hukum sehingga tidak terjadi konflik kepentingan.

"Untuk menghadapi proses hukum Setya Novanto harus mundur sebagai Ketua DPR," kata Peneliti ICW Donal Fariz dalam keterangan tertulisnya kepada merdeka.com, Senin (17/7).

Desakan mundur terhadap Setnov dari jabatannya sebagai Ketua DPR terjadi bukan hanya dalam kasus korupsi e-KTP ini saja. Setnov kala itu diterpa kasus 'papa minta saham' yang sempat meramaikan jagad pemberitaan di penghujung tahun 2015. Masalah ini bermula dari nyanyian Menteri ESDM Sudirman Said yang menuding Ketua DPR Setya Novanto meminta jatah saham terkait perpanjangan kontrak PT Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Geger nasional ini berimbas pada gaduh di Senayan. Sidang Majelis Kehormatan Dewan (MKD) pun digelar setelah Sudirman menyerahkan alat bukti rekaman percakapan. Berbagai pihak diduga terlibat pun dipanggil, ada Sudirman sendiri, Menko Polhukam Luhut B Panjaitan, Setya Novanto, Presdir PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, namun minus pengusaha M Riza Chalid.

Gong besar kasus 'papa minta saham' ini adalah Setya Novanto mundur sebagai ketua DPR. Pengundurannya disampaikan melalui surat resmi dan dibacakan secara terbuka di sidang MKD.

"Terhitung sejak Rabu 16 Desember 2015, dinyatakan berhenti dari ketua DPR periode 2014-2019," kata Ketua MKD Surahman Hidayat.

Kala itu, Wakil Ketua MKD Junimart Girsang menyatakan Setnov tidak layak diberikan sanksi ringan karena terbukti bertemu dengan bos PT Freeport berkaitan renegosiasi perpanjangan kontrak. Pertemuan itu sudah jelas sebuah pelanggaran.

Terkait desakan agar Setnov mundur dari Ketua DPR pasca menyandang status tersangka e-KTP, Ketua Harian DPP Partai Golkar Nurdin Halid berkomentar datar. Dia mengatakan semua itu ada mekanismenya tersendiri.

"Itu intern mereka, di DPR juga ada mekanisme, ada sistem, ada tata cara, pemberhentian tetap, pemberhentian sementara. Pasti ada UU yang mengatur tentang itu," kata Nurdin kediaman Setnov, Jalan Wijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (17/7).

Dalam kasus e-KTP ini, Setnov diduga menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya, sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara Rp 2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp 5,9 triliun.

Dia disangkakan melanggar pasal 3 atau pasal 2 ayat 1 UU No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah UU No 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Akankan Setnov mundur dari Ketua DPR untuk kedua kalinya? [msh]



Habib Rizieq tegur keras Presidium Alumni 212 karena bela Hary Tanoe

Tags



Merdeka.com - Imam besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Syihab menolak dengan tegas langkah Presidium Alumni 212 yang membela bos MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) dengan melaporkan dugaan kriminalisasi ke Komnas HAM. Rizieq telah menegur keras ketua presidium Ansufri Idrus Sambo.

"Sudah ditegur keras," kata kuasa hukum FPI, Sugito Atmo Pawiro menyampaikan pesan Rizieq, saat dihubungi merdeka.com, Senin (17/7)..

Ditambahkan Sugito, Rizieq keberatan dengan tindakan itu karena bagaimanapun, kelompok Alumni 212 adalah bagian dari perjuangan umat Islam yang mendesak proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang telah menista agama.

"Habib sangat keberatan, sebenarnya penyebutan 212 terlepas itu presidium atau apalah bentuknya itu kan suka atau tidak suka terkait dengan (demo) 2 Desember kemarin. Tapi terkait penyebutan Harry Tanoe sebagai bagian dari perjuangan selama ini diperjuangkan oleh Habib sangat keberatan. Sangat keberatan," ujar Sugito.

Dalam hal ini, Rizieq menilai ada main mata antara Sambo dengan Hary Tanoe. "(Dugaan main mata) Oh iya, kalo GNPF masih bisa diajak bicara. Presidium ini jalan sendiri. Saya tidak tahu persis langkah berikutnya, itu kan hak prerogatif Presidium 212, tapi Habib tidak sepakat," pungkasnya. [bal]



HEBOH VIRAL!!! Akhirnya! KPK Tetapkan Si Licin Setya Novanto jadi Tersangka Korupsi e-KTP

Tags





Setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Setya Novanto selama berjam-jam, KPK akhirnya menetapkan ketua DPR RI sebagai tersangka kasus mega korupsi e-KTP yang bernilai triliunan. Sebagian peran Setya Novanto sudah dibuka di pengadilan. Wakil ketua KPK Laode Muhammad Syarif mengatakan hal tersebut ketika diwawancara.

Hari ini Senin 17 Juli 2017, Ketua Partai Golkar, yang juga menjabat sebagai ketua DPR RI diperiksa selama 6 jam oleh KPK sejak pukul 10.00 pagi. Kali ini Setya datang setelah minggu kemarin ia mangkir dari panggilan dengan alasan (jika tidak mau disebut alibi) vertigo. Sebelumnya, Setya Novanto diperiksa sebagai saksi kasus mega korupsi e-KTP di Indonesia periode lalu.

Selama ini kita tahu bahwa Setya Novanto merupakan salah satu tokoh politik yang diduga terlibat dalam kasus korupsi tersebut. Namun sudah lama sidang berlangsung, penetapan tersangka belum sampai kepada Setya Novanto. Namun pada akhirnya penetapan tersangka dilakukan hari ini. Pada sidang tuntutan terdakwa Korupsi e-KTP Irman dan Sugiharto, Jaksa Penuntut Umum KPK mengatakan bahwa Ketua DPR Setnov terlibat.

“KPK tetapkan saudara SN, anggota DPR RI sebagai tersangka karena diduga dengan menguntungkan diri sendiri, atau korporasi, sehingga diduga merugikan negara sekuraingnya Rp2,3 triliun,” kata Agus di Gedung KPK, Jakarta, Senin (17/7).

Lantas apa peranan Setya Novanto di dalam kasus korupsi e-KTP ini? Dilansir dari berbagai media mainstream yang ada, Setya diduga berperan dalam penganggaran dan pengadaan barang jasa. Setya Novanto yang merupakan ketua perwakilan rakyat dan juga ketua Golkar diduga sudah mengkondisikan pemenang tender pengadaan e-KTP. Memang sebelumnya bau kentut sudah tercium sangat semerbak. Ternyata sumber bau kentut tersebut ada di bokong Setya Novanto, sang manusia licin.

Setya Novanto disangkakan dengan pelanggaran Pasal 3 dan Pasal 2 ayat 1 UU Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. Dari sini kita melihat bagaimana peranan orang berpengalaman, pad akhirnya harus terbongkar.


Tentu penetapan tersangka oleh KPK ini bukan merupakan penetapan yang asal-asalan. Kita tahu bahwa Setya Novanto yang adalah ketua Golkar, berafiliasi dengan Jokowi. KPK memang benar-benar tidak pandang bulu. Jokowi pun tentu akan mendukung habis posisi KPK di dalam mengungkap seluruh kebobrokan di tubuh DPR. Kebobrokan semacam ini sudah menjadi budaya yang terjuntai sangat langgeng pada masa pemerintahan presiden sebelumnya.

Kasus korupsi e-KTP yang menyengsarakan mayoritas rakyat Indonesia, perlahan namun pasti, dibongkar satu per satu. Penegakan hukum di Indonesia, justru dengan kencang dilakukan oleh KPK. KPK yang menjadi ujung tombak penegakan hukum di Indonesia, sekarang menjadi primadona bagi rakyat. Kejelasan dari kebobrokan hal ini menjadi sebuah indikator kinerja bagi KPK.

Tentu dengan keberadaan KPK, Indonesia masih memiliki hari depan. Upaya pelemahan terhadap KPK oleh DPR, hanya membuktikan bahwa KPK benar dan DPR bermasalah. Saya cukup yakin, dengan penetapan tersangka Setya Novanto oleh KPK, membuat DPR semakin gencar menekan KPK.

Lihat saja ketua pansus hak angket KPK, pun ternyata terlibat dengan kasus korupsi besar. Ada maling-maling bangsat yang ingin melemahkan kinerja penegak hukum di Indonesia. Ini tidak boleh dibiarkan terjadi. Rakyat harus tetap mengawal pemberitaan, semata-mata untuk mendukung aparat penegak hukum yang masih dipercaya.

Rasanya bukan hal yang kebetulan, setelah Ahok dipenjara, seolah-olah aparat penegak hukum jauh lebih ‘bebas’ di dalam mencari dan menelusuri kasus hukum yang ada di Indonesia. Entah ini memang benar-benar kebetulan atau memang ada rancangan, saya percaya bahwa ada “tangan yang tak terlihat” sedang merangkai seluruh narasi indah ini. Setya Novanto yang hari ini ditetapkan sebagai tersangka, membuka satu lagi harapan Indonesia.

Keberadaan para benalu bangsa Indonesia harus segera diungkap. Indonesia sebentar lagi akan berjaya, karena penegakan hukum yang sangat jelas dan berani. Penetapan ketua Golkar yang merupakan koalisi dari partai pengusung Jokowi, membuktikan bahwa KPK tidak pandang bulu. Tidak ada pertimbangan politis apapun bagi KPK. KPK menengking telak tudingan para bajingan DPR yang mengatakan KPK mendukung Jokowi. 1-0 untuk KPK!

Betul kan yang saya katakan?



Minggu, 16 Juli 2017

Upaya Prabowo Subianto Menjegal Presiden Jokowi Lewat Penghentian Proyek Reklamasi? Berhadapan Dulu Dengan Luhut Binsar Panjaitan!

Tags



Luhut Binsar Panjaitan tampaknya mulai gerah dengan kengototan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno yang akan menghentikan proyek reklamasi setelah mereka dilantik menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta pada bulan Oktober 2017 mendatang.

Proyek yang telah menghabiskan waktu, tenaga dan gelontoran dana sejak era Presiden Soeharto tersebut dengan entengnya akan dihentikan oleh kedua pendatang baru, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno. Luhut pun berang.

Proyek yang telah digagas sejak lama mulai dari era Presiden Soeharto, lalu dilanjutkan kembali pada era SBY dan saat ini diteruskan oleh Presiden Jokowi tidak bisa seenaknya saja dan semau-maunya dihentikan oleh level Gubernur dan Wakil Gubernur.

Sudah banyak dana yang digelontorkan, mulai dari berbagai kajian, survey sampai dengan pembangunan infrastruktur, dan lain sebagainya, namun dengan gampangnya akan dihentikan oleh Anies Baswedan dan Sandiaga Uno setelah dilantik pada bulan Oktober 2017 mendatang.

Sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta yang baru, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno tidak bisa seenaknya tidak melanjutkan proyek reklamasi pantai utara Jakarta karena itu sama saja menghambat kebijakan negara.

“Enggak ada urusan, mau siapapun pemerintahnya, harus menghormati kajian yang dikeluarkan oleh institusi yang kredibel. Enggak bisa kita seleramu karena kamu jadi pejabat baru, langsung mau ganti-ganti semua, enggak boleh,” ujar pak Luhut.

“Kita sebagai negara juga nanti dicerca orang jika tidak melanjutkan proyek reklamasi. Kok enggak konsisten terhadap kajian yang dibuat pemerintahan yang lalu,” lanjut pak Luhut.

Soal ada pulau pada proyek reklamasi yang sempat bermasalah pada Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Luhut menilai, hal itu hanya persoalan teknis.

“Kalau itu soal teknis. Soal teknis biasa saja. Di mana-mana saja ada itu,” ujar pak Luhut.

Seperti diketahui dalam kampanye Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, mereka berjanji akan menghentikan proyek Reklamasi. Ini bisa dimaklumi karena dalam konteks jual diri supaya bisa menang di Pilkada DKI Jakarta.


Namun kalau sudah menang, tentunya tidak bisa begitu dan semena-mena seenaknya saja menghentikan proyek pemerintah pusat yang telah berlangsung lama sejak jaman Presiden Soeharto dulu.

Saat mengisi ceramah shalat tarawih di Masjid Istiqomah, Bukit Duri, Jakarta Selatan, Anies Baswedan menyinggung soal banjir dan reklamasi di Jakarta Utara. Anies Baswedan bilang tidak perlu ada reklamasi dan tanggul raksasa (giant sea wall) untuk mengurangi banjir di Jakarta, tapi cukup menata aliran sungai saja.

“Kami juga pastikan tidak diteruskan itu reklamasi. Resep mujarab kalau reklamasi dijalankan bakal merata banjir di Jakarta. Nanti setelah Oktober, saya akan jelaskan kenapa kami ingin reklamasi dihentikan,” ujar Anies Baswedan dengan yakinnya.

Senada dengan Anies Baswedan, Sandiaga Uno juga menegaskan bahwa dia dan Anies Baswedan tetap konsisten menolak proyek reklamasi. Hebat kan?

Sepertinya ada pesan sponsor dari Hambalang, yaitu permainan Prabowo Subianto untuk menjatuhkan pemerintahan Presiden Jokowi karena proyek reklamasi itu digenjot untuk menarik Investor demi kemaslahatan warga DKI dan juga tujuan utamanya untuk menangkal banjir dan penurunan kontur tanah setiap tahunnya di Jakarta.

Gerindra merupakan kendaraan politiknya Anies Baswedan dan Sandiaga Uno untuk maju menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta. Tentunya ada mahar yang harus dibayar melalui kebijakan-kebijakan mereka nantinya setelah menang jadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Jika ada pesan sponsor terselubung dari Hambalang, dipastikan tidak akan mungkin berhasil. Selain mereka harus berhadapan dengan Luhut Binsar Pandjaitan yang mantan atasannya Prabowo Subianto saat di militer dulu, juga tidak akan mungkin sekelas Gubernur dan Wakil Gubernur bisa menang lawan negara.

Lagian ada-ada aja ya, sudah menang Pilkada DKI Jakarta, mbok ya sudah. Ini bukan jaman kampanye lagi, bereskan janji janji kalian untuk membangun kota Jakarta sesuai slogan maju kotanya bahagia warganya itu.

Kalau mau menghentikan proyek reklamasi yang digagas sejak era Presiden Soeharto dulu, dasar hukumnya apa? Kajian dan analisa ilmiah dari badan hukum apa dan dari Institusi yang mana?

Selanjutnya, bagaimana dengan asas manfaat dan keuntungan ekonomis yang ada? Lantas bagaimana dengan uang Investor yang telah habis trilyunan rupiah untuk bangun pulau dan infrastruktur disana? Mikir, dong.

Masa mau dibilang itu derita lo, kan tidak mungkin begitu. Jangan membodohi rakyat yang sudah bodoh karena memilih pemimpin yang salah.

Kura-kura begitu.